Kominfo Didesak Matikan Gadget Pelaku Penyebar Hoaks
Kalau perlu Kemenkominfo bisa mematikan gawai para pelaku penyebar berita palsu alias hoaks tersebut.
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informatika diminta untuk bertindak menyusul maraknya informasi palsu alias hoaks yang bertebaran di media sosial.
Kalau perlu Kemenkominfo bisa mematikan gawai para pelaku penyebar berita palsu alias hoaks tersebut.
"Sudah semestinya pemerintah punya sistem yang kuat, jangan dipermudah para pelaku untuk menyebarkan hoax. Dengan sistem tersebut, Kominfo harusnya bisa melacak dan mematikan gadget para pelaku penyebar hoaks," ujar Anggota Komisi IX DPR Arzeti Bilbina dalam pernyataannya yang diterima Tribun, Selasa(15/12/2020).
Baca juga: HOAKS Video Viral Konvoi Simpatisan Gibran Tak Patuhi Protokol Kesehatan pada Pilkada 2020
Baca juga: Polri Akan Proses Semua Berita Hoaks Terkait Penembakan 6 Simpatisan Rizieq Shihab
Baca juga: Video Viral Pria Ditinggal Nikah Setelah 5 Tahun Pacaran Ternyata Hoaks, Begini Cerita Sebenarnya
Menurut Arzeti keberadaan media sosial yang menjadi akses bagi penyebar hoaks dan radikalisme, akhir-akhir ini sudah sangat mengkhawatirkan.
Mereka sengaja membuat berita bohong untuk propanganda yang tujuannya menciptakan suasana tidak kondusif, bahkan bisa mengancam disintegrasi bangsa.
Masyarakat lanjutnya juga harus wan wajib menyaring informasi di media sosial. Sebab, media sosial banyak dimanfaatkan pihak yang tak bertanggung jawab untuk menyebarkan berita palsu atau hoaks.
"Sebaiknya disaring dulu, cek kebenaran berita tersebut," ujarnya.
Politikus PKB ini juga menyarankan agar masyarakat berpegang pada media mainstream sebagai acuan memilih informasi. Menurutnya, media online yang memuat berita lebih bisa dipertanggungjawabkan ketimbang media sosial yang sumbernya tidak jelas.
Apalagi, sekarang ini banyak situs-situs abal-abal yang ironisnya, berita atau foto yang disebar media abal-abal di media sosial bisa viral, meski isinya tidak berdasar.
"Tentu persoalan ini menjadi keprihatinan bagi kita semua. Terlebih saat ini masyarakat sedang berduka dari keterpurukan perekonomian akibat pandemi. Karena kondisi ini membuat masyarakat lebih banyak berdiam di rumah dan banyak waktu untuk bersosmed. Jika tidak hati-hati, maka bisa terpancing dengan bahasa atau ajakan yang justru tidak mendidik dan tidak sedikit yang berujung kasus hukum," ujarnya.
Arzeti yakin bukan perkara sulit melakukan itu. Ia mencontohkan, di China masyarakatnya bahkan tidak diberi ruang atau keleluasaan menggunakan media sosial apalagi untuk kepentingan menyebarkan hoaks.
"Pemerintah harus mulai keras dan tegas untuk memerangi hoaks tersebut," pungkasnya.
Seminggu terakhir atau setelah Pilkada 9 Desember, informasi bohong bertebaran di media sosial. Organisasi pemerintah, Presiden Joko Widodo dan keluarga termasuk sasaran penyebar hoaks.
Misal, Majelis Ulama Indonesia (MUI) disebut mensertifikasi halal kondom. MUI tegas membantah informasi tersebut. Foto dan video yang diklaim sebagai penembakan polisi kepada anggota Front Pembela Islam (FPI) juga bertebaran.(Willy Widianto)