Ini Ragam Tantangan dalam Pengembangan Aksara Nusantara di Ranah Digital
Onno W. Purbo menekankan pentingnya pemanfaatan aksara dalam bidang teknologi informasi
Penulis: Choirul Arifin
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribunnews, Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengelola Nama Domain Internet Indonesia (PANDI) menggelar webinar untuk menyambut Hari Aksara Internasional yang selalu diperingati setiap 8 September, dengan mengusung tema “Back To The Future: Peran Aksara Nusantara Pada Era Industri 4.0”, melalui aplikasi zoom, Kamis (9/9/2021).
Webinar ini merupakan kelanjutan dari dialog sebelumnya, Southeast Asia Internet Governance Forum (SEA IGF) yang diselenggarakan di Bali pada 1—2 September 2021.
Topik bahasannya adalah “Back to the Future: Indigenous Languages dan Characters in the Industry 4.0 Era”.
Narasumber yang hadir Yudho Giri Sucahyo, Ketua PANDI; pengamat teknologi informasi Onno W. Purbo; akademisi ITB Richard Mengko; akademisi Universitas Udayana Bali, Cokorda Rai Adi Pramartha; Ilham Nurwansah dari PPIM UIN Jakarta, dan Sarah Anais Andrieu dari EHESS/CNRS Paris serta Mayastria Yektiningtyas dari Badan Standardisasi Nasional. dan M. Shidiq Purnama, CRO PANDI.
Yudho Giri Sucahyo mengatakan, kegiatan ini merupakan perjalanan panjang yang dimulai sejak tahun lalu.
“Kerja sama pentaheliks sudah benar-benar terwujud karena kita punya teman-teman dari unsur pemerintah seperti BSN, Kominfo, dan pemerintah daerah. Kemudian dari unsur akademisi dan komunitas pegiat aksara, termasuk rekan-rekan media. Ini adalah perjalanan panjang yang butuh sinergi banyak pihak,” ujarnya.
Baca juga: BSN Respon Usulan PANDI Percepat Perumusan SNI Aksara
CRO PANDI, M. Shidiq Purnama mengatakan, PANDI memiliki sejumlah kegiatan dan program strategis. Diantaranya, Merajut Indonesia Melalui Digitalisasi Aksara Nusantara (MIMDAN).
“Saat ini kita fokus mendukung aksara-aksara yang sudah terdaftar di UNICODE agar memenuhi standar ISO dan SNI, sehingga dapat diakui oleh dunia,” kata Shidiq.
Onno W. Purbo menekankan pentingnya pemanfaatan aksara dalam bidang teknologi informasi. Ada kesempatan bagi aksara nusantara untuk dijadikan bahasa pemrograman komputer dan sistem keamanan.
Namun, masalah terbesar saat ini adalah bagaimana agar aksara nusantara menjadi default di berbagai sistem operasi.
“Hal yang cukup penting juga adalah menjadikan aksara nusantara sebagai wahana untuk menggali wisdom (kearifan) nenek moyang kita," ujarnya.
"Mengubah sesuatu yang tacit knowledge menjadi explicit knowledge . Ini bisa dilakukan dengan machine learning (pembelajaran mesin) dan Artificial Intelligece (AI), lalu mengekstrak kearifan nenek moyang kita. Tentu saja salah syaratnya aksara nusantara harus dapat dikenali oleh komputer,” terangnya.
Baca juga: Pengguna Domain.id Tembus Setengah Juta, PANDI Pede Jadi Juara ASEAN
Akademisi Cokorda Rai di webinar ini memaparkan tentang pengembangan papan ketik khusus untuk aksara Bali dan mendapat tanggapan baik dari pemerintah dan masyarakat.
Pembuatan produk ini merupakan jawaban atas tantangan dan peluang dalam pengembangan aksara Bali.
“Bukan hanya untuk orang-orang yang tinggal di Bali, mereka yang berada di luar Bali pun dapat belajar aksara Bali," ungkapnya.
Meskipun ada tantangan bahwa generasi muda Bali lebih menyukai bahasa Indonesia dan aksara Latin, pembuatan papan ketik dapat memberi peluang bagi siapa pun yang mau belajar aksara Bali.
Menurutnya, hal ini merupakan upaya agar komputer bisa mengenali teks beraksara Bali sehingga menghasilkan informasi yang tepat bagi pengguna.
Sarah Anais Andrieu dari EHESS/CNRS Paris di webinar ini menekankan pentingnya menjadikan akar budaya menjadi sumber daya yang bisa dimanfaatkan oleh generasi sekarang.
Budaya di dunia digital harus memiliki nilai agar dapat dijaga, dipegang, dan dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang berkaitan dengan warisan budaya tersebut.
Baca juga: Data Exabytes & PANDI Sebut Website Sekolah Meningkat 168 Persen Meski di Era Pandemi
“Agar tidak hilang, budaya semestinya hadir dalam siber-fisik. Digitalisasi akan menjadi medium untuk adaptasi, bagaimana aksara yang sudah jarang dipakai bisa muncul kembali dan menjadi tren di dunia digital," ujar Sarah.
"Hal ini dapat memperluas ruang bagi budaya dan bahasa. Dengan menjadikan akar sebagai sumber daya, maka akan ada penangkapan adaptasi baru, pertukaran informasi, juga kreasi dan inovasi untuk aksara tersebut.
Ilham Nurwansah memaparkan berbagai tantangan pengembangan aksara Nusantara dalam format digital.
“Dalam pengembangan aksara di dunia digital masih ada kendala karena belum semua aksara tampil dengan baik dalam berbagai aplikasi. Hal ini karena belum ada keseragaman atau standar dari aksara tersebut,” kata Ilham.
Mayastria Yektiningtyas dari Badan Standardisasi Nasional (BSN) menyatakan, pihaknya telah mengupayakan Persetujuan usulan program Nasional Perumusan Standar (PNPS) untuk beberapa aksara nusantara sebagai kebutuhan mendesak di 2021.
“Kita banyak budaya, tapi tidak didokumentasikan. Jadi ini sebagai salah satu dokumentasi nasional," ujar Mayastria.
"Di ISO internasional misalnya ada aksara Bali, tapi tidak ada keterangan bahwa itu aksara milik Indonesia. Agar menjadi milik Indonesia, maka harus tertuang dalam standar nasional Indonesia, selain untuk kebutuhan digitalisasi,” kata Mayastria.
Heru Nugroho yang menjadi moderator webinar menyatakan, selama ini, aksara nusantara atau aksara daerah selalu dipandang sebagai sesuatu yang harus dilestarikan, dilindungi dan dijaga dari kepunahan.
“Dalam dua tahun ini, PANDI melalui program bertajuk Merajut Indonesia melalui Digitalisasi Aksara Nusantara (MIMDAN), masih mengedepankan pelestarian aksara," ungkapnya.
"Mulai saat ini, paradigma tersebut akan ditujukan pada upaya penerapan dan pemanfaatan, yaitu bagaimana agar aksara nusantara ikut berperan dalam kemajuan teknologi, terutama di era industri 4.0,” ujar Heru Nugroho.