Apple dan Google Hapus Aplikasi Oposisi Rusia, Pengamat: Berita Buruk bagi Demokrasi
Smart Voting, aplikasi yang dibuat oleh oposisi pemerintah Rusia dihapus oleh Apple dan Google. Hal tersebut dianggap menciderai demokrasi.
Penulis: Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Apple dan Google telah menghapus aplikasi bernama Smart Voting setelah pemerintah Rusia memintanya.
Smart Voting merupakan alat bagi oposisi dari Presiden Rusia, Vladimir Putin terkait pemilihan umum (Pemilu) yang akan diselenggarakan seminggu ke depan.
Penghapusan tersebut dinilai semakin membuat kedua perusahaan tersebut semakin tunduk kepada hal yang berbau tidak demokratis dan hanya memikirkan tentang keuntungan saja.
Selain itu kedua perusahaan raksasa tersebut dianggap menyakiti perasaan pendukung pemilihan umum yang bebas dan kebebasan ekspresi.
Baca juga: Google Akan Sematkan Gmail Fitur Panggilan Telepon dan Video Call
Baca juga: Cara Mengaktifkan Mode Gelap Google Chrome Pada Layar Android, Komputer, iPhone, iPad, dan iPod
Padahal masing-masing perusahaan memiliki jargon yang serupa tentang demokrasi yaitu "Don't Be Evil" untuk Google serta "Commitment To Human Rights' bagi Apple.
Penasihat hukum di bidang teknologi untuk Acess Now, Natalia Krapiva menyatakan bahwa penghapusan tersebut merupakan kabar buruk bagi demokrasi.
"Ini kabar buruk bagi demokrasi dan konteks perbedaan pendapat di seluruh dunia."
"Keputusan ini memungkinkan seluruh pemimpin diktator juga melakukan hal serupa," tutur Natalia dikutip dari Associated Press (AP).
Acess Now merupakan grup di internet yang membahas tentang kebebasan.
Dikutip dari AP, padahal teknologi telah memberikan pelayanan bagi konsumen untuk media sosial hingga aplikasi dan melewati rintangan yang begitu sulit di negara-negara yang memiliki kekurangan dalam hal demokrasi.
Sehingga saat perusahaan besar seperti Apple, Google, Amazon, Microsoft, atau Facebook telah menjadi semakin besar maka diharapkan ambisi penguasa untuk memanfaatkan kekuasaanya akan berakhir.
Namun kebijakan penghapusan yang dilakukan oleh Apple dan Google dianggap hal yang menciderai demokrasi.
Profesor dari Universitas Penn State yang mempelajari tentang isu sensor di internet, Sascha Meinrath mengungkapkan jika Apple dan Google seakan mendukung kembali adanya kediktatoran.
"Sekarang, ini (penghapusan aplikasi) adalah bentuk opresi politik."
"Google dan Apple telah mendukung adanya kemungkinan ini terjadi kembali (kediktatoran)," tegas Sascha.
Ketika dimintai keterangan, pihak Apple dan Google belum memberikan respon terkait penghapusan tersebut.
Masih dikutip dari sumber yang sama, Google menghadapi tuntutan hukum oleh pejabat di Rusia dan mengancam akan menuntut pula karyawan Google apabila tidak mematuhinya.
Selain itu terdapat salah satu anonim melihat polisi Rusia mendatangi kantor Google di Moscow minggu lalu dalam rangka melaksanakan keputusan pengadilan untuk menghapus aplikasi Smart Voting.
Terkait dengan efek dari adanya aplikasi Smart Voting, Rusia memang memiliki aturan yang menyangkut perusahaan penyedia seperti Apple atau Google.
Baca juga: Apple Capai Penjualan 2 Miliar Unit iPhone Sejak 2007, Berikut Faktor Penyebabnya
Rusia memiliki aturan apabila perusahaan teknologi yang dibangun di negaranya harus patuh terhadap aturan yang ada.
Oleh karena itu dapat dimungkinkan bahwa perusahaan seperti Apple dan Google akan melakukan apa yang negara mau seperti Rusia dalam rangka agar tetap bisa beroperasi.
Penghapusan terhadap Smart Voting pun menuai kritik dari pejabat yang oposisi terhadap pemerintah Rusia.
Leonid Volkov, salah satu kawan dari pemimpin oposisi di Rusia Alexei Navalny, menuliskan di akun Facebook miliknya jika perusahaan-perusahaan seperti Apple dan Google 'telah membelot ke Kremlin (pemerintah Rusia)'.
Lain halnya dengan rekan Navalny, Ivan Zhadnov yang mengkritik lewat cuitan di akun Twitter bahwa pemerintah Rusia telah berencana 'menggugat' kedua perusahaan yaitu Apple dan Google.
Dirinya juga mencemooh terkait regulasi internet di Rusia.
"Ekspektasi: pemerintah memutus arus internet, Realita: internet, dengan rasa takut, mematikan dirinya sendiri," tulisnya.
Kemungkinan adanya penarikan pengoperasian memang akan dimungkinkan oleh Apple dan Google.
Berkaca di masa lalu, Google pernah angkat kaki dari China ketika adanya regulasi sensor terkait sistem pencarian video di YouTube pada tahun 2010.
Bahkan Rusia juga bukan merupakan pasar utama bagi kedua perusahaan tersebut karena tanpa negara tersebut pun, kedua perusahaan tersebut tetap meraup untung besar pada tahun ini.
Google mendapatkan keuntungan tahunan sebesar 250 miliar dolar AS atau Rp 3.500 triliun sedangkan Apple meraup 370 miliar dolar AS yang setara dengan Rp 5.270 triliun
Terkait pengaitan antara keuntungan serta kebijakan perusahaan, pemimpin dari kelompok hak digital yaitu Electronic Frontier Foundation, Kurt Opshal menyatakan bahwa memang pilihan sulit ketika diapit oleh dua kepentingan yang tetap dipegang.
"Ketika Anda memegang prinsip kepada HAM dan kebebasan berekspresi maka terdapat pilihan sulit yang harus dipilih ketika memang harus meninggalkan pasar yang dibangun," pungkasnya.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)