Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Techno

Hybrid Office Timbulkan Celah Hacker Curi Data Perusahaan

Digitalisasi saat ini sudah masuk ke dalam budaya kerja yang berjalan dengan cara hybrid office yaitu secara offline dan online.

Penulis: Hari Darmawan
Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Hybrid Office Timbulkan Celah Hacker Curi Data Perusahaan
Foto McAfee Blog
Ilustrasi hackers (peretas) internet. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Hari Darmawan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Digitalisasi saat ini sudah masuk ke dalam budaya kerja yang berjalan dengan cara hybrid office yaitu secara offline dan online.

Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) mencatat lebih dari 1,6 miliar anomali trafik yang terlacak sepanjang 2021 dan 3 terbesar terjadi di situs pendidikan, swasta dan milik pemerintah daerah.

Dengan budaya kerja secara online ini, tentunya penting untuk menjaga agar tidak terkena kejahatan siber yang mengintai saat melakukan daring.

Baca juga: Hacker Anonymous Nyatakan Perang kepada Putin, Luncurkan Serangan Cyber

Head of Governance Risk Control & Technology Consulting RSM Indonesia Angela Simatupang mengungkapkan, dengan adanya hybrid office saat ini maka pelaku kejahatan siber memiliki banyak kesempatan untuk bertindak.

"Tentunya harus meningkatkan keamanan siber, dengan sadar untuk memproteksi data, konsistensi dari komunikasi internal terkait keamanan dan teknologi, program terencana serta terimplementasi yang baik untuk membangun budaya sadar keamanan siber," kata Angela, Senin (28/2/2022).

Partner Technology Risk Consulting RSM Indonesia Ponda S. Hidajat juga menyebutkan, bahwa perangkat dan aplikasi yang umum digunakan seperti Microsoft, Facebook, Twitter, Canva dan lainnya tidak luput dari serangan beraches dan hacking.

Baca juga: BI Diretas Hacker, Data Tabungan dan Valuta Asing Jadi Incaran?

BERITA REKOMENDASI

Sepanjang tahun 2021, dari anomali trafik yang terdeteksi, terdapat 1,6 milyar pergerakan anomali di dunia siber yang terdeteksi dan 7,9 juta berasal dari pergerakan malware dan 5,4 juta dari phising.

"Kemudian menurut data terbaru menunjukkan sebanyak lebih dari 4.000 pengguna data di sektor pemerintahan telah terinfeksi oleh malware," kata Hidajat.

Dengan kondisi ini, lanjut Hidajat, masyarakat harus lebih peduli dengan keamanan sistem yang kita gunakan dan disarankan mengganti password akun yang dimiliki secara berkala guna menghindari information phising dan hacking.

Hidajat juga memaparkan, berdasarkan survei yang diadakan oleh RSM Indonesia dalam special report: Emerging Threats in Cybersecurity menyatakan 36 persen responden berpendapat protokol keamanan siber harus diperbarui, dan 22% lainnya berpendapat kebijakan privasi juga harus diperbarui secara berkala.

Baca juga: Buru Hacker DarkSide, Pemerintah Amerika Tawarkan Hadiah Rp 143 Miliar

"Kemudian sebanyak 46 persen gangguan di tahap operasional diperkirakan sebagai bentuk gangguan paling parah di dunia siber, dan 29 persen beranggapan bahwa kerugian finansial merupakan kerugian terbesar yang dapat dialami organisasi," ucap Hidajat.

Selain itu menurut survei, 59 persen responden percaya dengan keamanan data organisasi mereka dan 83 persen menyatakan bahwa keamanan siber telah menjadi prioritas di organisasi mereka.

Selanjutnya 70 persen responden melihat ancaman terbesar berasal dari pihak eksternal seperti hacker dan pelaku kejahatan siber.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas