Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Techno

Perang Tarif Internet di Industri Seluler Berlanjut, Bagaimana dengan Penyedia Fixed Broadband?

Saat ini terdapat sejumlah pemain utama yakni IndiHome, First Media, Biznet, MyRepublic, MNC Play, CBN, Link Net, dan Oxygen.

Penulis: Choirul Arifin
Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Perang Tarif Internet di Industri Seluler Berlanjut, Bagaimana dengan Penyedia Fixed Broadband?
istimewa
Suasana diskusi layanan fixed broadband di acara Selular Congres 2022 di Jakarta, Selasa, 25 Oktober. 

Laporan Wartawan Tribunnews, Choirul Arifin

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Tarif data di industri seluler kini diyakini terus turun karena efek kerasnya persaingan bisnis diantara operator seluler Tanah Air. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) di acara Selular Congres 2022, Selasa, 25 Oktober 2022, menyebut tarif internet di Indonesia paling murah di Asia Tenggara.

Dari 12 negara di Asia Tenggara, tarif internet Indonesia menduduki posisi paling buncit. Nilai rata-rata tarif internet di Indonesia yakni Rp 6.028 per 1 Gigabyte (GB) dan Vietnam yang menduduki posisi ke-11 nilainya Rp 7.030 per 1 GB.

Setelah itu, tarif internet 10 negara lainnya di Asia Tenggara harganya sudah lebih dari Rp 11.000 per 1 GB. Tarif internet paling mahal yakni Brunei Darussalam yakni Rp 32.014 per 1 GB.

Murahnya tarif internet di Indonesia membuat kecepatan jaringan internet menjadi lambat. Kominfo menyebut kecepatan internet di Indonesia rangking 110 di dunia dengan kecepatan sekitar 21 Mbps, di bawah Kamboja dan Myanmar.

Baca juga: Operator Komitmen Perluas Gelaran Jaringan Broadband

Indonesia memang merupakan pangsa pasar yang besar. Dari 250 juta lebih penduduk di Indonesia, jumlah pengguna internet di negeri ini pada 2022 menurut Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencapai 210 juta orang.

Dari total pengguna itu, APJII mengungkapkan hanya 14,5 persen yang memiliki fasilitas fixed broadband, sehingga potensi pelanggan di bisnis ini masih terbuka lebar.

Berita Rekomendasi

Dengan peluang pasar yang besar, maka persaingan diantara para penyedia layanan internet fixed broadband juga semakin ketat.

Saat ini terdapat sejumlah pemain utama yakni IndiHome, First Media, Biznet, MyRepublic, MNC Play, CBN, Link Net, dan Oxygen.

Operator selular juga punya layanan sejenis, seperti XL Home (XL Axiata) dan HiFi (Indosat Ooredoo Hutchison).

PLN juga sudah menyatakan terjun ke bisnis ini dengan bendera Iconnet. Belakangan, demi memperkuat fondasi bisnis ini, XL Axiata mengakuisisi First Media dari Lippo Group.

Dengan persaingan yang semakin ketat, apakah perang tarif yang pernah marak terjadi pada industri selular akan juga menular ke fixed broadband?

"Persaingan ketat antar pemain fixed broadband menjadikan harga sebagai instrumen utama memenangkan pasar. Dengan ratusan penyelenggara yang ada di bisnis ini, potensi munculnya perang tarif, dapat saja terjadi," ujar CEO Selular, Uday Rayana.

Baca juga: Penyedia Fixed Broadband Hadirkan WiFi Corner di Papua, Dorong Pemerataan Akses Internet

Padahal menurut Uday, pembangunan infrastruktur penyediaan akses internet ini tidaklah murah. Sejumlah pemerintah daerah bahkan memungut tarif kepada penyedia jasa internet yang akan membangun infrastruktur jaringan.

Di sisi lain perizinan yang diberlakukan dinilai cukup rumit. Padahal akses internet kini sudah menjadi kebutuhan utama masyarakat. Sehingga seharusnya penyedia jaringan diberikan keleluasaan.

Meski persaingan semakin ketat, dia berharap agar penyedia jasa fixed broadband tidak semata mengandalkan tarif murah sebagai instrumen utama dalam menarik pelanggan. Pasalnya, tarif murah akan menjadikan industri startegis ini menjadi tidak sehat.

Uday menambahkan, belajar dari persaingan tarif di industri selular yang membuat operator berdarah-darah, maka kunci untuk untuk bisa tetap survive, operator perlu menerapkan tiga strategi secara konsisten.

Pertama, penerapan tarif harus affordable. Tidak berarti harus murah tapi terjangkau oleh masyarakat. Jika terlalu murah namun tidak wajar, maka selintas bagus untuk konsumen.

Namun hal itu hanya bersifat jangka pendek, karena jangka panjangnya operator terancam bangkrut.

Kedua, harus sustainable. Artinya, industri harus sustain atau berkelanjutan. Operator yang beroperasi harus mampu bertahan. Karena jika collapse, masyarakat juga akan dirugikan atau kualitas layanan bisa menurun.

Ketiga, harus merata. Artinya, operator harus membangun di semua wilayah sehingga ketersediaan layanan menjadi merata ke seluruh wilayah Indonesia.

Saat ini kondisinya belum semua operator melakukan pembangunan yang merata, sesuai lisensi yang dimiliki. Padahal akses internet yang merata dapat mendorong pertumbuhan ekonomi di seluruh wilayah Indonesia.

Mahalnya pembangunan serta pemeliharaan infrastruktur jaringan internet juga dirasakan IndiHome rasakan. IndiHome memiliki coverage area yang terluas di Indonesia bahkan di 10 pulau terluar di Indonesia.

IndiHome juga telah membentangkan serat optik sepanjang 170.885 kilometer (106.185 kilometer serat optik domestik dan 64.700 kilometer serat optik internasional) atau setara dengan 4 kali keliling bumi.

Selain itu IndiHome memiliki kekuatan layanan yang prima dengan dukungan lebih dari 16.800 teknisi.

"IndiHome terus berupaya mengembangkan peningkatan layanan. Kami menghadirkan berbagai inovasi yang mengutamakan kepuasan pelanggan," ujar Vice President Marketing Management Telkom, E Kurniawan di Jakarta, Selasa (25/10/2022).

Selain program UL:DL dan HSSP, kami juga mengembangkan digitalisasi layanan hingga customer care, Ini menjadi solusi IndiHome kepada pelanggannya yang kebutuhan konsumsi internetnya kian terus meningkat" tutur Vice President Marketing Management Telkom, E Kurniawan di Jakarta, Selasa (25/10/2022).

Baca juga: Link Net Tbk Berpeluang Kembangkan Layanan Fixed Line Broadband Pasca Akuisisi oleh Axiata

Meski demikian, IndiHome memiliki cara unik untuk menggaet pelanggan dengan mengusung konsep Window of Entertainment. Misalnya menyediakan konten menarik yang bekerja sama dengan 14 OTT partner seperti Netflix, MOLA, Vidio, WeTV, serta memiliki variasi paket sesuai kebutuhan pelanggan, mulai dari paket 30 Mbps hingga 300 Mbps.

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), Muhammad Arif mengatakan sebagian besar rumah tangga Indonesia sudahatau akan segera memiliki akses ke penyedia layanan broadband tetap yang cepat dan andal.

Hal ini tentu saja membuat kompetisi penyedia jaringan internet bahkan tidak hanya di Pulau Jawa.

“Kompetisi sudah meluas sampai ke luar Pulau Jawa, dengan semakin banyaknya peralihan aktivitas masyarakat dari offline ke online,” kata Arif. “Meski demikian, perang harga layanan Fixed Broadband masih dalam batas wajar dan APJII sangat mendukung agar pemerintah terus mengawasi dan menjaga iklim kompetisi bisnis FBB yang sehat,” sambungnya.

Di sisi lain, Ketua Umum Masyarakat Telekomunikasi Indonesia (Mastel) Sarwoto Atmosutarno menyebut untuk Fixed Broadband jaringannya terbuka dan saling terhubung yang membuat pelanggan cenderung melakukan survei terlebih dulu seputar ketersediaan jaringan hingga kualitas jaringan yang ditawarkan sebelum memutuskan berlangganan.

Jika mereka sudah berlangganan maka akan sangat sulit untuk beralih ke produk lainnya.

“Untuk menjaga para pelanggannya maka penyedia layanan internet Fixed Broadband harus kreatif. Misalnya menjaga kualitasnya serta menawarkan paket bundling dengan berbagai layanan streaming untuk menjaga pelanggan maupun menggaet pelanggan baru,” ungkap Sarwoto.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
Berita Populer
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas