Google Peringati Hari Bumi 2023, Ajak Lawan Perubahan Iklim
Lewat Doodle, Google memperingati Hari Bumi 2023 dengan menampilkan animasi yang mengajak masyarakat untuk melawan perubahan iklim.
Penulis: Arif Fajar Nasucha
Editor: Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Tepat pada hari ini, Sabtu 22 April 2023 diperingati sebagai Earth Day atau Hari Bumi.
Adapun tema Hari Bumi atau Earth Day 2023 adalah Invest In Our Planet (Berinvestasi di Planet Kita).
Salah satu perusahaan teknologi pencarian terbesar, Google turut memperingati Hari Bumi 2023 lewat Doodle uniknya.
Pengguna ketika mengakses mesin pencari Google akan menemukan Doodle bergambar lingkungan dengan animasi berupa tindakan untuk melawan perubahan iklim.
Seperti mengeringkan cucian dengan menjemur di bawah terik Matahari alih-alih menggunakan mesin pengering.
Kemudian terdapat visualisasi yang memperlihatkan praktik pola makan nabati dan berjalan kaki atau mengendarai sepeda alih-alih mengemudi kendaraan bermotor.
Baca juga: Jelang Peringatan Hari Bumi, Watsons Tingkatkan Sustainable Choices Menjadi 8.000 Produk
Apabila pengguna mengetuk Doodle tersebut akan dialihkan ke halaman hasil pencarian dengan kata kunci 'perubahan iklim'.
"Doodle Hari Bumi tahunan hari ini menyoroti bagaimana individu dan komunitas dapat bekerja sama dalam cara besar dan kecil untuk mengambil tindakan melawan perubahan iklim," tulis Google dalam keterangan Doodle-nya.
Lantas apa itu yang dimaksud perubahan iklim? Berikut penjelasannya.
Pengertian Perubahan Iklim
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, perubahan iklim adalah peralihan cuaca yang mencolok yang terjadi di antara dua periode tertentu dari suatu wilayah iklim.
Sementara menurut Environmental Protection Agency (EPA) sebagaimana dikutip dari laman DLHK Aceh, perubahan iklim adalah perubahan iklim secara signifikan yang terjadi pada periode waktu tertentu.
Dengan kata lain, perubahan iklim juga bisa diartikan sebagai perubahan suhu yang drastis, curah hujan, pola angin, dan lain sebagainya.
Dikutip dari indonesia.un.org, perubahan iklim mengacu pada perubahan jangka panjang dalam suhu dan pola cuaca.
Hal tersebut terjadi secara alami, seperti melalui variasi siklus Matahari.
Kendati demikian, sejak tahun 1800-an, aktivitas manusia telah menjadi penyebab utama perubahan iklim, terutama akibat pembakaran bahan bakar fosil seperti batu bara, minyak dan gas.
Pembakaran bahan bakar fosil akan menghasilkan emisi gas rumah kaca.
Emisi gas rumah kaca tersebut bekerja seperti selimut yang melilit Bumi sehingga menghasilkan panas matahari dan menikkan suhu.
Karbon dioksida dan metana merupakan contoh emisi gas rumah kaca yang menyebabkan perubahan iklim.
Penyebab Perubahan Iklim
Pemanasan global dan perubahan iklim terjadi karena emisi gas rumah kaca menyelimuti Bumi dan memerangkap panas matahari.
1. Pembuatan energi
Pembuatan energi listrik dan panas dengan cara membakar bahan bakar fosil akan menghasilkan emisi global dalam jumlah besar.
Saat ini sebagaian besar energi listrik masih dihasilkan dengan cara membakar batu bara, minyak, atau gas.
Pembakaran tersebut akan menghasilkan karbon dioksida dan dinitrogen oksida.
Keduanya merupakan gas rumah kaca berbahaya yang menyelimuti Bumi dan memerangkap panas matahari.
Hanya sekitar seperempat dari energi listrik global yang dihasilkan dari angin, tenaga surya, dan sumber daya terbarukan lainnya.
2. Manufaktur barang
Emisi yang dihasilkan manufaktur dan industri sebagian besar berasal dari pembakaran bahan bakar fosil untuk menghasilkan energi guna membuat berbagai hal seperti semen, besi, baja, elektronik, plastik, pakaian, dan barang lainnya.
Pertambangan dan proses industri lainnya juga menghasilkan gas, begitu pula industri konstruksi.
Mesin yang digunakan dalam proses manufaktur sering kali beroperasi dengan batu bara, minyak, atau gas.
Selain itu, sejumlah bahan baku seperti plastik juga terbuat dari bahan kimia yang berasal dari bahan bakar fosil.
3. Penebangan hutan
Penebangan hutan akan menghasilkan emisi karena pohon yang ditebang akan melepaskan karbon yang tersimpan di dalamnya.
Selain itu, penebangan hutan juga akan membatasi kemampuan alam dalam mengurangi emisi di atmosfer.
Hutan memiliki kemampuan untuk menyerap karbon dioksida.
4. Penggunaan transportasi
Alat transportasi saat ini, mobil, truk, kapal, dan pesawat sebagian besar beroperasi menggunakan bahan bakar fosil.
Sektor transportasi disebut menjadi kontributor utama gas rumah kaca, terutama emisi karbon dioksida.
Kendaraan darat menghasilkan emisi paling banyak karena adanya pembakaran produk berbahan dasar minyak bumi, seperti bensin, dalam mesin pembakaran internalnya.
5. Produksi makanan
Produksi makanan menghasilkan emisi karbon dioksida, metana, dan gas rumah kaca lainnya dengan berbagai cara.
Di antaranya melalui penggundulan hutan dan pembersihan lahan untuk pertanian dan penggembalaan.
Selain itu juga gas dari sapi dan domba, produksi dan penggunaan pupuk dan pupuk kandang untuk bercocok tanam, serta penggunaan energi untuk menjalankan peralatan pertanian atau perahu nelayan yang biasanya menggunakan bahan bakar fosil.
6. Penyuplaian energi untuk bangunan
Bangunan tempat tinggal dan komersial memakai lebih dari setengah energi listrik global.
Sistem penghangat dan pendingin bangunan tempat tinggal sebagian besar menggunakan batu bara, minyak, dan gas alam.
Naiknya permintaan energi untuk sistem penghangat dan pendingin dengan bertambahnya jumlah orang yang memiliki AC telah berkontribusi pada peningkatan emisi karbon dioksida terkait energi dari bangunan.
Peningkatan emisi karbon dioksida juga disebabkan oleh meningkatnya pemakaian energi listrik untuk penerangan, peralatan, dan perangkat terhubung.
7. Pemakaian berlebihan
Rumah dan penggunaan energi, kendaraan, makanan, serta jumlah makanan yang Anda buang semuanya berkontribusi pada emisi gas rumah kaca.
Begitu pula pemakaian barang-barang seperti pakaian, elektronik, dan plastik.
Sejumlah besar emisi gas rumah kaca global terkait dengan pekerjaan rumah tangga, gaya hidup manusia berdampak besar terhadap planet.
1 persen orang terkaya di seluruh dunia menyumbang lebih banyak emisi gas rumah kaca dibandingkan dengan 50 persen orang termiskin.
(Tribunnews.com/Fajar)