Komisi VI DPR Desak Pemerintah Tegas Larang Social Commerce Jual Produk Langsung ke Konsumen
Amin menuturkan pemerintah harus turun menyelesaikan persaingan dagang yang merugikan bagi sektor UMKM.
Penulis: Reynas Abdila
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi VI DPR RI Amin AK menilai hal konkret yang harus dilakukan pemerintah saat ini segera revisi Permendag 50/2020 tentang Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Elektronik (PPMSE).
Menurutnya, revisi ini mendesak dilakukan untuk melindungi UMKM dalam negeri dengan melarang social commerce menjual produknya secada langsung.
“Pemerintah harus mengatur agar platform media sosial tidak menjual langung produk ke konsumen,” tutur Amin kepada Tribun, Jumat (15/9/2023).
Baca juga: Nasib TikTok Shop di Tangan Revisi Permendag 50/2020
Dalam kasus TikTok, dia menilai pemiliknya yang mengendalikan aturan main di dalam platform sendiri, termasuk algoritma platform, termasuk mengatur produk-produk dari negara tertentu memonopoli penjualan di medsos.
Amin menuturkan pemerintah harus turun menyelesaikan persaingan dagang yang merugikan bagi sektor UMKM.
“Harus tegas mencegah praktik predatory pricing (dumping) sehingga memunculkan persaingan dagang yang tidak sehat dan membunuh usaha pelaku UMKM,” ucapnya.
Dia mengatarakan perlunya pengaturan ulang perdagangan di platform e-commerce dan social commerce.
Hal ini dilakukan agar pemerintah menjadi otoritas yang mampu mengendalikan aturan main perdagangan di dalamnya, termasuk untuk mencegah praktik menghindari pajak terutama dalam platform social-commerce.
Pemerintah harus secara tegas melindungi kepentingan pelaku UMKM yang sudah berjasa besar dengan menyediakan 90 persen lapangan kerja nasional, menyumbang 60 persen PDB nasional, dan membuat perekonomian nasional bertahan dari segala macam krisis.
“Selain memproteksi produk UMKM dan melindungi keberlanjutan bisnis UMKM, pemerintah juga harus bergegas memperkuat daya saing UMKM agar mereka mampu bersaing ditengah gempuran produk impor yang menawarkan harga murah bahkan super murah,” papar Amin.
Selain itu juga diperlukan kolaborasi nyata dari semua pihak untuk membuat UMKM berdaya saing di era digital.
Sebelumnya, Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki keberatan jika platform media sosial TikTok menjalankan bisnis media sosial dan e-commerce secara bersamaan di Indonesia.
Ia mengatakan, TikTok boleh saja berjualan, tetapi tidak boleh disatukan dengan media sosial.
Dari hasil riset dan survei yang dia sebutkan, orang yang berbelanja di TikTok Shop telah dinavigasi dan dipengaruhi oleh perbincangan di media sosial TikTok.
"Belum lagi sistem pembayaran, logistiknya mereka pegang semua. Ini namanya monopoli," kata Teten dalam Rapat Kerja dengan Komisi VI DPR RI, dikutip dari keterangan tertulis, Rabu (6/9/2023).
Ia mengatakan, penolakan serupa telah dilakukan Amerika Serikat dan India.
"India dan Amerika Serikat berani menolak dan melarang TikTok menjalankan bisnis media sosial dan e-commerce secara bersamaan," ujar Teten.
"Sementara, di Indonesia TikTok bisa menjalankan bisnis keduanya secara bersamaan," lanjutnya.
Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkfili Hasan membuka peluang melarang social commerce TikTok Shop.
Adapun peraturan mengenai social commerce termasuk di dalam revisi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 50 Tahun 2020 Tentang Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Elektronik (PPMSE) yang sedang digodok pemerintah.
Pria yang akrab disapa Zulhas itu mengatakan, ia akan melakukan rapat dengan Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) mengenai revisi Permendag 50/2020.
Ia berujar, salah satu pembahasannya mengenai rencana melarang bisnis media sosial dan e-commerce berjalan bersamaan atau dikenal juga dengan sebutan social commerce.
"Izinnya tidak boleh satu. Dia media sosial jadi sosial commerce. Ini diatur. Apakah kita larang aja ya atau gimana ya, ini akan dibahas nanti," katanya.
Ketua Umum Partai PAN itu mengatakan, banyak pelaku UMKM dari berbagai sektor yang mengeluh padanya karena kalah saing di social commerce.
Zulhas menyebut, social commerce bisa mengidentifikasi preferensi dari konsumennya, kemudian diarahkan ke produk mereka sendiri.
Dengan kata lain, TikTok Shop memiliki algoritma yang bisa mengarahkan penggunanya ke produk milik mereka sendiri.
"Social commerce itu bahaya juga. Dia bisa mengidentifikasi pelanggan dengan big datanya. Ibu ini suka pakai bedak apa, suka pakai baju apa," ujarnya.
"Nanti yang produk dalam negeri begitu masuk iklan di social commerce, bisa sedikit (munculnya, red). Yang produk dia (hasil produksi social commerce tersebut) langsung masuk ke ibu-ibu yang teridentifikasi dan terdata," sambung Zulhas.
Maka dari itu, ia menegaskan social commerce harus ditata regulasinya karena kalau tidak, pelaku UMKM Tanah Air bisa mati usahanya.
Untuk tambahan informasi, salah satu poin dalam revisi Permendag 50/2020 juga disebutkan bahwa e-commerce tidak boleh menjadi produsen alias menjual produknya sendiri.