Alasan TikTok Shop Cs Dilarang Jualan, Lindungi Data Pribadi hingga Cegah Monopoli
Lindungi data pribadi hingga cegah monopoli jadi alasan Pemerintah sepakat melarang social commerce seperti TikTok shop untuk berjualan.
Penulis: Milani Resti Dilanggi
Editor: Suci BangunDS
TRIBUNNEWS.COM - Pemerintah sepakat secara resmi melarang social commerce seperti TikTok shop untuk melakukan transaksi jual beli.
Hal tersebut, disepakati dalam rapat terbatas (ratas) yang dipimpin Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (25/9/2023).
Perlindungan data pribadi hingga mecegah monopoli jadi alasan mengapa pemerintah sepakat melarang TikTok Shop dan sejenisnya untuk berjualan.
Menteri Perdagangan (Mendag), Zulkifli Hasan, mengatakan jika social commerce dan e-commerce disatukan maka akan ada ketimpangan alogaritma, di mana platform bakal sangat diuntungkan.
"Sehingga alogaritmanya itu tidak semuannya dikuasai," kata Zulkifli Hasan usai ratas di Kompleks Istana Kepresidenan, dikutip dari youTube Sekretariat Kabinet.
Selain itu, pemerintah mencegah penyalahgunaan data pribadi untuk kepentingan bisnis.
Baca juga: Soal Larangan Jualan di TikTok, Jokowi Akui Regulasi Selalu Kalah dengan Teknologi
"Dan ini mencegah penggunaan data pribadi untuk kepentingan bisnis," kata Zulkifli.
Sementara Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki, menyebut kesepakatan ini juga untuk melindungi pasar konvensional atau para pedagang offline.
"Kita lagi mengatur perdagangan yang fair antara yang offline dan online," ujarnya.
Hal senada dikatakan oleh Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi.
Budi mengatakan, peraturan soal larangan social commerce berjualan ini untuk melindungi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di tanah air.
"Bagaimana sosial media ini tidak serta merta menjadi e-commerce, karena ini soal alogaritma, prinsipnya negara harus hadir melindungi pelaku UMKM dalam negeri kita yang fair," kata Budi.
Selain itu, pentingnya pemisahan antara social commerce dan e-commerce untuk mencegah terjadinya monopoli.
"Kedua, kita tidak mau kedaulatan data kita dipakai semenna-mena, kalau alogaritmanya sosial media nanti e-commerce, nanti fintech, pinjaman online dan lain-lain."
"Ini kan semua platform akan ekspansi berbagai jenis, nah itu akan kita atur supaya tidak ada monopoli," ujar Budi.
Adapun aturan mengenai pelarangan social commerce berjualan ini akan diterbitkan melalui revisi Perdagangan (Permendag) Nomor 50 Tahun 2020.
Aturan tersebut, terkait dengan perdagangan elektronik dan akan diteken pada Senin (25/9/2023) hari ini.
Social Commerce Hanya Boleh Promosi
Social commerce seperti TikTok Shop nantinya hanya boleh sebatas promosi barang dan jasa seperti layaknya iklan di televisi.
"Social e-commerce itu hanya boleh memfasilitasi promosi barang atau jasa, tidak boleh transaksi langsung, bayar langsung, enggak boleh lagi."
"Dia hanya boleh promosi, seperti TV ya, iklan boleh, tapi enggak bisa jualan, enggak bisa terima uang, jadi dia semacam platform digital. Tugasnya mempromosikan," kata Zulkifli.
Dalam kesempatan yang sama, Zulkifli menegaskan, aturan terkait hal ini juga memberi sanksi tegas bagi media sosial yang tetap melakukan transaksi jual beli.
Sanksi yang diberikan berupa peringatan hingga penutupan akun media sosial yang melakukan transaksi jual beli.
"Kalau ada yang melanggar seminggu ini tentu ada surat saya ke Kementerian Kominfo untuk memperingatkan habis diperingatkan apalagi itu? tutup," kata Zulkifli.
UMKM Kena Imbas
Baca juga: Rentetan Polemik TikTok Hingga Resmi Dilarang Jualan, Pedagang Teriak Rugi dan Sempat Dibela Menteri
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebut, bahwa social e-commerce berdampak pada anjloknya omzet pasar konvensional.
"Mestinya ini kan dia itu sosial media. Bukan ekonomi media," kata Jokowi, Sabtu (23/9/2023).
UMKM diisebut terkena imbas karena barang dagangan yang dijual kalah saing.
"Karena kita tahu itu berefek pada UMKM, pada produksi di usaha kecil, usaha mikro dan juga pada pasar."
"Pada pasar di beberapa pasar sudah mulai anjlok menurun karena serbuan," katanya.
Sebagai informasi, TikTok diketahui belum mendapatkan izin PMSE dari Kementerian Perdagangan.
Sehingga dengan revisi yang diteken hari ini, pengaturan mengenai social e-commerce bakal dirinci.
Dalam revisi Permendag Nomor 50 Tahun 2020 yang segera terbit, akan ada pemisahan entitas.
Adapun selama ini Tiktok hanya memperoleh izin penyelenggara sistem elektronik (PSE) dari Kementerian Komunikasi dan Informatika.
(Tribunnews.com/Milani Resti/ Taufik Ismail)