Sambal Merah yang Bikin Meringis, Sambal Hijau yang Pedasnya Sampai Membuat Menangis
Belum makan beneran kalau tidak ada sambal. Itu pameo banyak orang. Dan inilah kisah tentang aneka citarasa sambal dari berbagai tempat.
Editor: Agung Budi Santoso
TRIBUNNEWS.COM - Bukan hanya bumi, air, dan udara yang menguasai hajat hidup orang banyak. Sambal pun kini menguasai hajat hidup banyak lidah bahkan jadi wisata kuliner khusus. Sambal menjadi bagian hidup orang Indonesia. Tanpa sambal, santap rasanya kurang lengkap.
Saking tergila-gilanya pada sebuah produk sambal dari daerah tertentu, sebagian orang rela capek-capek traveling untuk berburu si pedas kesukaan lidah.
Gurami kipas, tumis genjer, oncom, dan ayam bumbu tersaji di meja kayu besar di Rumah Makan (RM) Cibiuk Soekarno-Hatta, Bandung, Jawa Barat. Masih ada yang belum datang, dan paling ditunggu Albertus Satrio (33) yang duduk menghadapi hidangan tersebut adalah sambal.
Yang ditunggu pun akhirnya tiba jua: sambal hijau, sambal merah, dan sambal ceurik. Disebut ceurik karena sambal itu bisa membuat mata ceurik alias menangis. Maka, tangan Satrio pun langsung mencomot daging ikan gurami goreng garing dan mencocolkannya pada sambal merah. Ia meringis, tetapi puas.
Belum puas rupanya. Ia pun mencicipi sambal hijau. Kali ini, paduan tomat hijau dan cabai rawit domba di sambal kehijauan itu justru membuatnya tersenyum. ”Pedasnya bikin penasaran,” katanya.
Satrio bukan kali ini saja menikmati sambal cibiuk. Dia juga sudah merasakan sambal cibiuk di daerah asalnya di Kabupaten Garut, Jawa Barat. Satrio dan istrinya, Ina Rosalina (33), adalah penggila sambal. ”Sambal ampuh menghubungkan beragam makanan dalam satu hidangan. Sambal selalu berhasil menyelamatkan selera makan kami,” kata Ina.
Di RM Cibiuk, selain kepala dapur, juga ada satu orang yang khusus ditugasi mengurus sambal. Pembuatan sambal cukup ”sakral” sehingga tidak bisa ditangani sembarang orang. Hal ini berlaku di seluruh jaringan RM Cibiuk. ”Setidaknya dia sudah setahun belajar membuat sambal dengan pendampingan kepala dapur,” kata Pudin (27), Kepala Dapur RM Cibiuk, Tebet, Jakarta Selatan.
Bukan kebetulan jika pembuat sambal selama ini adalah orang- orang asli dari Cibiuk atau sekitarnya di Garut, asal rumah makan ini. Di sana, sambal asli cibiuk yang dikenal sebagai sambal tomat menjadi santapan yang akrab dengan warga setempat dan kini menjadi buruan para penggila pedas, seperti Satrio dan Ina.
Penelaah sejarah JJ Rizal mengungkapkan, sambal sebenarnya merupakan bahan dasar kegiatan memasak. Membuat sambal sebenarnya tidak ubahnya meramu aneka bumbu. Kepandaian seseorang memasak bisa diukur dari seberapa pintar orang itu membuat sambal.
Aneka sambal dan lalapan di warung Cibiuk, Garut
Menurut Rizal, sambal akrab dengan lidah orang Indonesia. Hampir semua jenis masakan Indonesia diiringi sambal. Misalnya, soto dan rendang biasanya disertai dengan rasa pedas sambal. Di Nusantara pun dikenal berbagai macam sambal yang dipengaruhi bahan-bahan lokal yang khas.
”Sambal itu memperkaya rasa, seperti bumbu. Zaman dulu, kan, orang makan nasi banyak. Hanya dengan sambal sudah cukup (enak). Sambal itu pemberi cita rasa makanan, menjadi identitas makanan,” kata Rizal.
Pembangkit selera
Penikmat sambal yang lain, Melissa Yanur (34), wiraswasta yang tujuh tahun tinggal di Australia, juga mengonsumsi sambal hampir setiap hari. Rupanya sang suami juga penikmat sambal alias pencinta sambal. Setiap kali makan, sambal wajib ada di depan lidah.
Pada masa awal tinggal di Perth, Australia, mereka masih susah mencari sambal yang sudah jadi. ”Akhirnya harus bikin sendiri. Jadi, sambal ala kadarnya,” tutur Melissa.
Bagi mereka, bersantap dengan sambal saat musim dingin enaknya luar biasa. Melissa menyukai sambal dabu-dabu khas Manado, sambal padang, dan sambal terasi atau bajak. Empat sampai lima hari dalam seminggu, mereka pasti makan memakai sambal, terlebih untuk makan malam.
Kebutuhan Melissa akan sambal kini bisa dipenuhi di toko-toko Asia di kota Australia barat itu. Sesekali dia juga mendapat kiriman sambal dari teman yang kebetulan datang ke Perth membawa sambal khas Indonesia dalam kemasan.
Kecintaan pada sambal juga menghinggapi penyanyi dan pemain film Maudy Ayunda (19). Setiap hari, di meja makan, harus ada sambal di meja makan. ”Favoritku sambal terasi. Enaknya luar biasa. Pakai nasi putih sama lauk apa saja sudah enak. Jadinya pengin nambah terus,” ujarnya.
Saat kuliah di Oxford, Inggris, Maudy masih rindu makan sambal terasi. ”Duh, rasanya gimana gitu. Tersiksa banget kalau lagi kangen makan sambal,” kata Maudy.
Sambal tomat
Ahli kimia pangan Fakultas Ilmu dan Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor, Nuri Andarwulan, mengatakan, cabai adalah makanan yang berfungsi sebagai pembangkit selera. Sifatnya menambah cita rasa makanan sehingga memacu peningkatan asupan makanan. Rasa pedas cabai berasal dari kapsaicin yang konsentrasi tertingginya berada di sekitar biji dan tangkai biji cabai.
”Selama tidak ada efek berarti, konsumsi cabai dalam jumlah besar tidak akan menimbulkan masalah. Namun, bagi sebagian orang, kapsaicin juga bisa bersifat racun, khususnya bagi yang tidak tahan rasa pedas. Kapsaicin bisa mengiritasi usus dan menyebabkan diare. Jadi, silakan ditakar sesuai dengan kondisi masing- masing,” kata Nuri.
Tobat cabai
Banyaknya penggemar sambal menjadi inspirasi bagi Yoyok Hery Wahyono (41) yang membuka Waroeng Spesial Sambal (SS) di Yogyakarta tahun 2002. Meski sempat ditertawakan orang saat membuka warung pertamanya, kini Yoyok telah memiliki 63 cabang di 31 kota di Indonesia.
Sejak awal Yoyok memang ingin membuka warung dengan ikon sambal. Salah satu alasannya, berdasarkan pengamatan kala itu, belum banyak warung makan di Yogyakarta yang bisa memuaskan cita rasa para penggemar sambal. ”Sambal yang disajikan kebanyakan warung di Yogyakarta waktu itu justru cenderung manis. Saya punya keyakinan bahwa penggemar sambal itu banyak,” kata Yoyok.
Ia juga meyakini bahwa sambal bisa menjadi penentu kenikmatan ketika makan. ”Ini berdasarkan pengalaman saya sebagai maniak sambal. Saat saya makan, lauknya bisa apa saja, tetapi harus ada sambal. Kebanyakan penggemar sambal jarang yang bisa bertobat,” katanya.
”Rasa pedas pada sambal itu kemungkinan memberi efek kecanduan dalam arti positif sehingga orang yang terbiasa makan sambal biasanya jarang mau lepas. Makanya, ada istilah kapok lombok alias tobat cabai,” tutur Yoyok.
Sambal hijau atau sambel ijo
Di Yogyakarta, Waroeng SS cukup laris. ”Ada yang sehari hanya 200 orang, ada yang bisa mencapai 800 orang per hari,” ujarnya. Pemandangan serupa terlihat di Waroeng SS di Gading Serpong, sejak siang hingga malam menjelang pembeli terus mengalir.
Saat ini, omzet Waroeng SS mencapai Rp 600 juta per hari. Dari angka itu, sebanyak 22 persen dihabiskan untuk membayar gaji pegawai sekitar 2.500 orang.
Setelah 12 tahun Waroeng SS berdiri, banyak warung makan di Yogyakarta menjadikan sambal sebagai daya tarik utama. Salah satu indikatornya, banyak warung makan yang namanya ”mengandung” kata sambal, cabai, rawit, atau lombok.
Fenomena seperti ini juga tumbuh di sejumlah kota, termasuk Jakarta dan Bandung. Bukti sambal telah menguasai hajat hidup orang banyak. Huah.... (DOE/CHE/EKI/MHF/HRS)