Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Museum Aceh, Dokumentasi Zaman Pra Sejarah, Era Hindu Hingga Menjelma Jadi Kerajaan Islam Pertama

Berdiri sejak 1915 silam, Museum Aceh menyimpan koleksi dari zaman pra sejarah hingga zaman Hindu dan menjelma jadi kerajaan Islam pertama.

Editor: Agung Budi Santoso
zoom-in Museum Aceh, Dokumentasi Zaman Pra Sejarah, Era Hindu Hingga Menjelma Jadi Kerajaan Islam Pertama
SERAMBI INDONESIA/ NURUL HAYATI
Peralatan pertanian koleksi Museum Aceh 

Laporan Reporter Serambi Indonesia, Nurul Hayati

TRIBUNNEWS.COM, BANDA ACEH -  Berdiri sejak 1915 silam, Museum Aceh menyimpan koleksi dari zaman pra sejarah hingga zaman sejarah.

Dari jejak Kerajaan Hindu hingga menjelma menjadi kerajaan Islam pertama di Nusantara. Setiap koleksi yang bertengger di dalamnya menuturkan kisahnya masing-masing. Keberadaannnya telah melawat melintasi zaman.

Mengunjungi museum bisa menjadi salah satu jawaban atas pencarian jatidiri yang luntur atau bahkan hilang.

Terletak di Jalan Sultan Alaidin Mahmud Syah Nomor 12 Neusu, Banda Aceh, Museum Aceh menyimpan koleksi berupa rumah adat dan juga perpustakaan. Kesemuanya berada dalam satu komplek yang sama.


Pengunjung mengamati naskah kuno koleksi Museum Aceh (Serambi Indonesia/ Nurul Hayati)

Aura tempo dulu langsung membekap tatkala kaki menginjak kawasan ini. Museum Aceh berada di kawasan bekas tangsi militer Belanda. Hanya terpaut beberapa meter dari pendapa gubernur. Memasuki kawasan ini mata kita akan disuguhi pemandangan khas arsitektur bergaya kolonial klasik.

Bangunan yang ada di situ dipisahkan oleh badan jalan dan Sungai Daroy yang serupa dengan kanal yang membelah kawasan Neusu.

Berita Rekomendasi

Lonceng Cakra Donya

Lonceng Cakra Donya yang menjadi hadiah dari kaisar Tiongkok menyambut saya di muka Rumoh Aceh.

Lonceng besi berwujud stupa dengan tinggi 125 meter dan diameter 75 Cm itu dibawa oleh Laksamana Cheng Ho untuk Sultan Kerajaan Samudera Pasai pada abad ke-15.

Tatkala Samudera Pasai ditaklukkan oleh Kerajaan Aceh Darussalam, lonceng simbol persahabatan itu pun berpindah tangan dan kini menjadi penghuni tetap sejak museum itu berdiri.

Rumah Adat Aceh

Hari itu saya tak sendiri, ada tiga ratusan siswa dan guru SMP 1 Susoh Aceh Barat Daya yang sedang study tour ke wisata sejarah itu. Tiga orang petugas museum dengan sigap melayani para tetamu yang berkunjung.

Cukup merogoh kocek Rp 3.000 per orang atau Rp 1.000 khusus bagi rombongan dan Rp 2.000 bagi anak-anak maka kita sudah bisa mengantongi tiket masuk ke dalam rumah adat, museum, dan perpustakaan.


Keramik China abad ke-15 koleksi Museum Aceh (Serambi Indonesia/ Nurul Hayati)

Namun jika anda adalah Warga Negara Asing (WNA) diberlakukan tarif berbeda yaitu Rp 5.000 untuk secarik tiket masuk.

Namun tarif tiket masuk yang untuk masa sekarang tak bernilai apa-apa tersebut justru berbanding terbalik dengan apa yang kita dapati dalam kompleks museum.

Sebegitu menapaki anak tangga kayu memasuki rumah Aceh yang bergaya rumah panggung, mata langsung disusupi pemandangan rumah adat yang sekarang sudah menjadi barang langka.

Serambi depan yang berfungsi sebagai ruang tamu membentang sepanjang sisi rumah. Bagian ujung barat dilapisi permadani dan tikar untuk alas duduk berbentuk segiempat yang dianyam indah.

Lalu kaki akan menyusuri ruang tengah yang diapit dua kamar tidur untuk menuju ke serambi belakang Ruangan yang berfungsi sebagai ruang keluarga dan ruang dapur tersebut merupakan ranahnya kaum perempuan.

Sementara sisi di timur dan barat menjadi kamar pribadi serta tempat upacara sakral dilangsungkan.

Perkakas Rumah Tangga

Di rumah Aceh tersimpan perkakas rumah tangga mulai alat untuk makan, memasak, berburu, mengayam tikar, hingga membuat kue. Ditambah lagi perkakas untuk upacara adat dan perlengkapan ibadah.

Terdapat juga aneka piring dan guci keramik buatan Cina peninggalan abad ke-15 hingga abad ke-19. Kebanyakan dalam balutan warna kuning yang dikenal sebagai warna raja diraja.


Kamar utama di Museum Aceh (Serambi Indonesia/ Nurul Hayati)

Aceh juga dikenal sebagai petarung tangguh, hal ini terlihat dari deretan meriam yang membujur di sisi bawah rumah Aceh yang bergaya rumah panggung. Seperti halnya lonceng cakra donya, lumbung padi, pedati, dan alat untuk menumbuk padi berdiri terpisah di belakang rumah. Di sampingnya sebuah balai-balai untuk mengaji juga tersedia.

Semua yang ada dan melekat di rumah adat Aceh menggambarkan ketaatan dalam beragama yang sudah menjadi napas dalam keseharian warganya.

Gedung Museum

Selanjutnya ayunkan kaki ke gedung museum yang menjadi tempat pameran tetap dan hanya terpaut beberapa meter dari rumah adat Aceh. Sedianya museum terdiri atas empat lantai, namun baru dua lantai yang difungsikan.

Di lantai 1, benda-benda masa pra sejarah seperti fosil tengkorak dan geligi manusia berjejer memenuhi etalase. Di sudut lain memasuki zaman sejarah terdapat perlengkapan manusia untuk berburu serta aneka rempah-rempah yang menjadi primadona dan mengharumkan Aceh ke penjuru dunia kala itu.

Sebut saja lada, pala, dan cengkeh. Masa sejarah ditandai dengan penggunaan tulisan yang dibawa oleh kaum brahmana dari India. Jejak kerajaan Hindu itu di Aceh terdapat pada prasasti berbahasa Tamil kuno pada abad ke-11 yang ditemukan di Neusu, Banda Aceh.

Terdapat juga benteng yang menjadi wilayah segitiga Kerajaan Hindu yaitu Indra Patra, Indra Puri, dan Indra Purwa di Aceh Besar.

Menjejakkan kaki di lantai 2, makam nisan dengan tulisan Arab yang menandakan masuknya Islam ke Aceh menyambut pengunjung.

Di sampingnya etalase yang memajang manuskrib kuno serta peralatan upacara adat mengisi sebagian besar kaca setinggi orang dewasa tersebut.

Di sisi lain berlembar-lembar petisi dan jalur diplomasi Aceh dengan negara-negara Eropa menempeli dinding.

Menemukan kembali jatidiri dimulai dari menghagai sejarah. Berkunjung ke museum Aceh ibarat terlempar kembali ke masa lalu memasuki Aceh yang pernah mendunia.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
Berita Populer
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas