Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kampoeng Batik Jetis Sidoarjo, Eksis Sejak 1675, Mau Beli Atau Belajar Membatik? Di Sini Tempatnya

Dinamakan kampoeng batik tulis, karena sebagian besar warga Kelurahan Jetis Kecamatan Sidoarjo ini adalah pembuat batik.

Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in Kampoeng Batik Jetis Sidoarjo, Eksis Sejak 1675, Mau Beli Atau Belajar Membatik? Di Sini Tempatnya
Surya/Wiwit Purwanto
Kampoeng Batik Sidoarjo, pusat perajin batik tulis di Sidoarjo. 

Laporan Wartawan Surya, Wiwit Purwanto

TRIBUNNEWS.COM, SIDOARJO - Bagi warga Indonesia, kain batik bukanlah barang baru.

Hampir setiap daerah memiliki corak batik tersendiri, sebagai bukti kekayaan warisan nusantara.

Begitu pula di Sidoarjo, kain batik terutama batik tulis tradisional hingga kini masih terpelihara dengan baik, salah satunya adalah kampoeng batik tulis Jetis, Sidoarjo.

batik sidoarjo
Batik tulis Sidoarjo didominasi warna cerah. (Surya/Wiwit Purwanto)

Dinamakan kampoeng batik tulis, karena sebagian besar warga Kelurahan Jetis Kecamatan Sidoarjo ini adalah pembatik.

Mereka juga menjual langsung karya karyanya di rumah masing masing. Karena itu, kawasan ini dikukuhkan sebagai Kampoeng Batik Tulis Jetis, Sidoarjo.

Berita Rekomendasi

Masuk kampung Jetis, mulai dari gapura depan hingga sepanjang jalan hampir dipenuhi dengan toko yang menjual kain batik.

Bahkan sekarang bukan hanya kain batik hasil produksi sendiri, sebagian juga menjual busana muslim.

Di toko batik Murni Artis misalnya, bukan hanya kain batik dan busana batik yang sudah jadi saja yang dijual disini, tapi juga busana lainnya, seperti gamis, kaftan dan busana muslim lainnya.

"Semua kain batik produksi sendiri," kata Suliyana, yang menjaga toko.

Tempat produksi Seni Batik Murni Artis ini berada di gang sebelah tidak jauh dari toko yang berada di jalan utama Jetis.

batik
Pelanggan batik di tempat ini berasal dari Jakarta hingga Tiongkok. (Surya/Wiwit)

"Kebetulan toko ini milik saudara sendiri, kalau produksinya di dalam sana," jelasnya.

Selain memasarkan kain batik di toko di kawasan Jalan Jetis, batik Murni Artis juga dipasarkan di Surabaya.

"Ada dua toko di Surabaya, semuanya di dalam mal," katanya.

Untuk pelanggannya, selain warga Sidoarjo dan sekitarnya, beberapa pelanggannya juga datang dari luar kota seperti, Jakarta hingga ada yang datang dari Negara China.

Berapa harga yang ditawarkan, cukup terjangkau untuk selembar kain batik di tawarkan mulai Rp 150 ribu hingga jutaan rupiah.

"Kalau harga macam macam, ada yang Rp 150 ribu, Rp 200 ribu sampai jutaan," lanjutnya.

Selain menjual kain batik, di kawasan Kampoeng Batik Tulis Jetis ini juga ada latihan membatik.

Proses pembuatan batik, mulai awal hingga jadi bisa diikuti siapa saja.

Namun untuk latihan proses pembuatan kain batik ini tidak setiap waktu ada, tapi berdasarkan permintaan.

"Misalnya ada rombongan satu bus mau belajar membatik, bisa saja, asal ada pemberitahuan sebelumnya," jelas Wiwik, dari Galery Batik Tulis Amri Jaya, Kampung Jetis Sidoarjo.

Selain melayani proses latihan membatik, di tempatnya juga menjual aneka kain batik.

Terutama kain batik untuk seragam sekolah dan seragam kerja.

Kain batik tulis Jetis kaya akan motif diantaranya abangan dan ijo-ijoan (gaya Madura), motif beras kutah, motif krubutan (campur-campur) juga ada motif burung merak, dan motif-motif lainnya.

Motif kain batik Jetis didominasi flora dan fauna khas Sidoarjo yang memiliki warna-warna cerah, merah, hijau, kuning, dan hitam.

Keunggulan batik tulis Jetis justru pada warna yang mencolok.

Batik tulis tradisional Sidoarjo sendiri utamanya yang berpusat di Jetis sudah ada sejak tahun 1675.

Lokasinya berada di depan Masjid Jamek atau sekarang bernama Masjid Al Abror.

Dari alun alun Sidoarjo, Kampung Batik ini berada di sisi Selatan sekitar 10 menit perjalanan dengan kendaraan.

Cerita yang ada, kampoeng batik tulis ini konon kala itu ada seorang yang masih keturunan raja dikejar-kejar penjajah dan lari ke Sidoarjo.

Namun sampai sekarang belum ada siapa sebenarnya dan dari kerajaan mana pria yang menyamar sebagai pedagang, yang dikenal sebagai Mbah Mulyadi tersebut yang makamnya masih ada di komplek masjid.

Selanjutnya bersama para pengawalnya, Mbah Mulyadi mengawali berdagang di Pasar Kaget yang kini dikenal dengan nama Pasar Jetis.

Selain mengajar mengaji, di kampung ini Mbah Mulyadi juga memberikan pelatihan keterampilan membatik.

Hingga sekarang lambat laun makin banyak masyarakat setempat yang membuka rumah produksi batik dengan keterampilan batik tadi.

Sumber: Surya
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas