Sebelum Membangun Masjid Jami, Beduk Dihanyutkan di Sungai Martapura Selama 3 Hari
Masjid Jami adalah masjid tertua kedua di Banjarmasin.
Editor: Mohamad Yoenus
TRIBUNNEWS.COM, BANJARMASIN - Masjid Jami di Jalan Masjid Jami, Kelurahan Antasan Kecil Timur, Kecamatan Banjarmasin Utara, Kota Banjarmasin adalah masjid tertua kedua di Banjarmasin setelah Masjid Sultan Suriansyah yang ada di Kelurahan Kuin Utara.
Lokasi Masjid Jami mulanya tidak di sini.
Bangunan awalnya sekitar 200 meter dari letak masjid saat ini.
Dulu, posisinya di pinggir Sungai Martapura.
Konon, masjid ini dibangun pada masa pemerintahan sultan dari Kerajaan Banjar, yaitu Sultan Tamjidillah.
Satu-satunya keterangan waktu pembangunan masjid ini ada di prasasti berbahan kuningan bertulisan Arab Melayu yang ada di badan sebelah kiri mimbar masjid ini.
Mimbar Masjid Jami, di Jalan Masjid Jami, Kelurahan Antasan Kecil Timur, Kecamatan Banjarmasin Utara, Kota Banjarmasin. (Foto-foto Banjarmasin Post/Yayu fathilal)
"Tarikh didirikan masjid asal hari Sabtu, 17 Syawal tahun 1195 Hijriyah Sultan Tamjidillah dan dicabut 11 Rajab tahun 1353 umurnya 157 tahun 8 bulan 24 hari tarikh. Didirikan masjid baru hari Ahad 16 Dzulhijjah 1352 Mufti Haji Ahmad Kusasi," demikian isi terjemahan dari prasasti tersebut.
Berdasarkan keterangan itu, masjid yang lama dibangun pada 1777 masehi atau 1195 Hijriyah.
Prasasti Masjid Jami Banjarmasin.
Sementara masjid yang baru diperkirakan dibangun pada 1934 masehi atau 1352 Hijriyah.
"Jika ditarik mundur dari 2015, berarti masjid ini sudah berusia 81 tahun. Kalau yang lama hingga sekarang masih ada, tetapi jadi langgar atau musala saja. Namanya adalah Langgar Sinar Masjid," ujar pengurus Masjid Jami, Masdani Muslih.
Ada kisah menarik selama proses pembangunan masjid ini, yaitu beduknya yang masih asli dibuat pada 1777 masehi silam, dulu dilarutkan di Sungai Martapura untuk mencari lokasi tanah yang baru.
Dulu, masjid yang lama hampir rusak karena tanah di bawahnya longsor.
Akhirnya, oleh warga setempat disepakati untuk membangun masjid yang baru, namun belum tahu di mana lokasinya yang pas.
Pada masa itu, banyak warga Banjarmasin yang bersitegang dalam penetapan lokasi masjid yang baru.
Pintu masuk Masjid Jami Banjarmasin.
"Akhirnya, dari pada berkelahi dan saling adu pendapat, diputuskanlah secara mufakat untuk menghanyutkan beduk ini di Sungai Martapura selama tiga hari. Setelah tiga hari, dilihat beduknya berhenti di mana. Kemudian disepakati, di mana titik berhentinya beduk ini maka di situlah masjid baru akan dibangun. Ternyata, setelah tiga hari, beduk ini berhenti di lokasi masjid yang sekarang ada ini," tuturnya.
Menurut Masdani, tanah yang digunakan untuk pembangunan masjid ini adalah hasil swadaya rakyat Banjar kala itu. Luasnya dua hektar.
"Menurut cerita orang-orang tua kami dulu, seluruh warga Banjarmasin bergotong royong mengangkut pasir dari Pulau Kembang kemari untuk pembangunan masjid ini," ungkapnya.
Hingga sekarang, masjid ini selalu ramai dikunjungi jemaah, baik sekadar beribadah salat, mengaji Alquran atau bahkan pengajian akbar.
Jemaah Masjid Jami mengaji di Masjid Jami Banjarmasin.
Masjid bercat hijau ini sudah dua kali mengalami renovasi.
"Pertama, di masa pemerintahan Gubernur Gusti Hasan Aman. Ada dua kali perehaban mimbar. Mimbarnya itu masih asli dari masjid yang lama, bahannya dari kayu ulin," katanya.
Perbaikan kedua di masa pemerintahan Gubernur H Rudy Ariffin yang sekarang masih menjabat.
"Dulu yang diperbaiki banyak, mulai dari atapnya, fasilitas umumnya seperti toilet, tempat wudhu, pagar, menara, air mancur, dan sebagainya," katanya.
Sekarang, masjid ini sudah memiliki sebuah lembaga pendidikan formal tingkat tinggi, yaitu Sekolah Tinggi Agama Islam Al Jami', taman kanak-kanak dan rumah imam.
Secara arsitekturnya, sarat pula dengan nuansa Banjar seperti ukiran-ukiran khas Banjar di mimbar, dinding pintu masjidnya, dan di pilar-pilarnya.