Kekayaan Destinasi Wisata Religi Aceh, Inilah Tiga di Antaranya
Banda Aceh memiliki destinasi wisata religi terkaya di tanah air. Inilah tiga di antaranya.
Editor: Agung Budi Santoso
TRIBUNNEWS.COM - Banda Aceh memiliki banyak pilihan wisata syariah. Labelnya sebagai kota Serambi Mekkah membuatnya jadi kiblat wisata religi tanah air.
Apa saja pilihan wisata religi di kota ini? Berikut beberapa di antaranya:
- Tradisi Meugang Hingga Zikir Akbar
Ramadhan bukan berarti aktivitas wisata tidak bisa dilakukan.
Salah satu wisata Ramadhan yang bisa dicoba adalah wisata Ramadhan di Banda Aceh.
Dengan mengusung nama “Wonderful Ramadhan in Aceh”, Pemkot Banda Aceh coba menarik wisatawan yang ingin mengikuti wisata syariah khas Banda Aceh.
Umat Islam melaksanakan Shalat Tarawih malam pertama bulan Suci Ramadan 1436 Hijriah di Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh, Rabu (17/6/2015) malam. SERAMBI/M ANSHAR
“Kunjungan wisatawan biasanya banyak di awal dan akhir Ramadhan,” kata Wali Kota Banda Aceh, Illiza Sa’aduddin Djamal, di Jakarta, Kamis (18/6/2015) lalu.
Ada sebuah tradisi bernama Meugang. Tradisi ini merupakan tradisi potong sapi yang dilakukan dua hari sebelum Ramadhan dan dua hari menjelang Hari Idul Fitri.
Dalam tradisi ini, wisatawan dapat melihat berbagai proses mulai dari pemotongan sapi, proses pemasakan, hingga makan bersama.
Setelah itu, ada juga festival Ramadhan dan beragam perlombaan, mulai dari lomba azan, Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ), juga hafiz Al Quran. (baca selengkapnya, klik di sini )
- Masjid Agung Al Makmur, Bergaya Timur Tengah
Masjid Agung Al Makmur, Lampriek-Banda Aceh menyimpan sejarah tersendiri di belakangnya.
Masjid yang menampung sekitar 2.000 jemaah tersebut merupakan hibah dari Sultan Oman, Qabus Bin Said.
Adalah musibah gempa dan tsunami yang meluluh lantakkan Bumi Serambi Mekkah pada Desember 2004 yang membuat Kesultanan Oman tergerak mengulurkan tangan.
Tak tanggung-tanggung, rumah Allah bergaya Timur Tengah itu menelan biaya hingga Rp 17 miliar.
Masjid Al Makmur di Aceh yang bergaya Timur Tengah
Lantai dalam masjid dilapisi permadani dan dindingnya dihiasi dengan kaligrafi ayat Al Quran dan lainnya.
Menariknya lagi masjid ini dibangun memenuhi persyaratan respons gender di mana disiapkan kamar berwudu dan bersuci khusus untuk kaum perempuan dan juga penyediaan tangga naik bagi penyandang cacat.
Masjid ini dibangun mirip masjid di Timur Tengah yang memiliki 2 menara dan 1 kubah.
Sejarah Berdiri
Masjid Agung Al Makmur atau yang belakangan populer dengan nama Masjid Oman berdiri di atas lahan 7.000 M2.
Lahan tersebut merupakan wakaf Pemerintah Kota Banda Aceh dan Tgk Hj Ainul Mardhiah Ali.
Masjid ini mengurai pasang surut dan melewati perjalanan panjang sebelum berdiri seperti sekarang.
Berawal pada tahun 1958 tatkala warga muslim Kampung Bandar Baru (sekarang Lampriet) belum mempunyai rumah ibadah.
Saat itu tempat ibadah dipusatkan di sebuah rumah yang tidak ditempati, di Jalan Pari, Desa Lampriet, Kecamatan Kuta Alam, Kota Banda Aceh. (baca selengkapnya artikel ini, klik di sini)
- Ziarah Makam Sultan Malikussaleh
Julukan Serambi Mekkah sejak lama sudah melekat pada Aceh, provinsi paling barat Indonesia.
Salah satu alasannya karena Kerajaan Samudera Pase yang terletak di Desa Beuringen Kecamatan Samudera Kabupaten Aceh Utara merupakan Kerajaan Islam pertama di Nusantara, bahkan di Asia Tenggara.
Dari sanalah Islam masuk dan kemudian berkembang, hingga kini menjadi agama mayoritas yang dipeluk oleh penduduk Indonesia.
Menurut catatan Ibnu Batutah dan Marcopolo seperti yang dituturkan oleh penjaga makam, Ahmad Yus, Islam masuk pada abad ke-13 melalui Peureulak, Aceh Timur (dulu bernama Pantai Tua).
Saat itu Pantai Tua merupakan kerajaan Hindu sehingga rajanya tidak bisa membaca Alquran.
Makam Malikussaleh, di Kampung Beuringin, Kecamatan Samudera, Aceh Utara atau sekitar 17 kilometer sebelah timur kota Lhokseumawe, Nangroe Aceh Darussalam, Indonesia.
Sementara utusan dari Arab yang berjumlah lebih dari 300 orang dan menggunakan bahtera (kapal layar) mencari sosok yang bisa membaca Alquran guna menyebarkan agama.
Saat itu sepeninggal Nabi Muhammad Saw, di tanah Arab Islam sedang terdesak.
Maka sampailah utusan tersebut ke Pantai Samudera dan menjadi perjalanan terakhir karena di situlah satu-satunya raja yang bisa membaca Alquran.
Raja Kerajaan Samudera Pase yang mulanya bernama Meurah Silu pun akhirnya bergelar Malikkussaleh (Malik yang saleh).
“Utusan tersebut diperintahkan menuju ke negeri matahari terbit karena di situ terdapat orang yang dapat membaca Alquran. Sebelumnya mereka sudah ke Barus (sekarang Toba), Ternate, serta beberapa negara lain. Namun tak menemukan raja atau penduduk yang bisa membaca Alquran,” ujar Ahmad Yus. (baca selengkapnya artikel ini, klik di sini)