Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Menyibak Jejak Kamasutra Lampung di Museum Negeri Ruwa Jurai

Di kamar pengantin ada kursi untuk bibi, nenek, atau saudara wanita lainnya yang kala itu bertugas sebagai sex educator

Editor: Mohamad Yoenus
zoom-in Menyibak Jejak Kamasutra Lampung di Museum Negeri Ruwa Jurai
Tribun Lampung/Heru Prasetyo
Pakaian adat Lampung, di Museum Lampung Ruwa Jurai, Jalan Zainal Abidin Pagar Alam, Gedongmeneng, Rajabasa, Bandar Lampung. 

Laporan Reporter Tribun Lampung, Heru Prasetyo

TRIBUNNEWS.COM, LAMPUNG - UPTD Museum Lampung Ruwa Jurai, merupakan museum milik Sai Bumi Ruwa Jurai yang menyimpan banyak informasi mengenai adat dan budaya masuarakat Lampung sejak masa sejarah, Hindu Budha, Islam, hingga masa moderen.

Dari sekian banyak koleksi yang dimiliki Museum Lampung Ruwa Jurai, salah satu koleksi yang menarik untuk dibahas adalah perihal rahasia di balik pelaminan adat Lampung.

Koleksi ini berada di ruang pamer di lantai dua museum.

Saran Tribun, untuk bisa mendapatkan pengetahuan perihal ini, jangan datang secara perseorangan.

Ada baiknya anda berkunjung secara berkelompok dengan didampingi oleh tur guide dari museum.

Berita Rekomendasi

Setidaknya, menurut Pemandu Museum Lampung Eko Laksito, ada beberapa spot pameran yang menarik dan wajib dikunjungi oleh rombongan.

Di antaranya, yaitu etalase sejarah kain tapis, etalase perahu jukung beserta pelaminan adat Sai Batin, dan diorama kamar pengantin adat pepadun.

Perahu Kujung
Perahu kujung. (Tribun Lampung/Heru Prasetyo)

Kunjungan Tribun beberapa waktu lalu yang dibagi dalam beberapa kelompok kecil.

Rasanya tidak berbeda dengan kunjungan biasa. Namun, sekilas pemikiran tadi segera terpatahkan kala kami diarahkan ke spot perahu jukung yang satu area dengan pelaminan adat pepadun.

Dengan gaya bahasa yang santai, Eko lantas membagikan pengetahuan yang dimiliki terkait fungsi perahu jukung yang selama ini kami kira hanya sebatas alat transportasi semata.

Sebab di luar perkiraan, ternyata perahu jukung tersebut merupakan tempat di mana pengantin baru adat pepadun melakukan bulan madu di tengah laut.

"Itu mengapa kalau kita perhatikan di perahu itu segala perlengkapan rumah tangga tersedia di sana. Ada lampu, tempat minum, gerabah. Mereka bulan madu di sana. Jadi setelah nikah, pelaminan yang ada di pojok itu engga digunakan," urai Eko.

Ia menambahkan, kegiatan yang ia paparkan sudah jarang ditemui lagi di kalangan masyarakat asli Lampung.

Ilmu dan informasi lainnya yang terungkap lainnya adalah saat kunjungan ke area pelaminan dan diorama kamar pengantin adat Sai Batin.

Sebuah etalase yang menunjukkan kamar pengantin lengkap dengan ranjang, lemari kaca hias, kursi, ornamen jam dinding dan sejumlah kain tapis yang menghiasi seisi ruangan.

Tapis dan siger
Koleksi tapis dan siger lampung. (Tribun Lampung/Heru Prasetyo)

Dengan antusiasme yang cukup tinggi, pria paruh baya itu pun melontarkan pernjelasan yang cukup mengagetkan peserta kunjungan.

"Coba kita perhatikan kamar pengantin (adat Sai Batin) itu. Mengapa di sana hanya ada satu kursi, bantal yang berbaris-baris? Padahal ini kan kamar pengantin," ujarnya melontar tanya, seraya dijawab dengan gelengan kepala sebagian besar peserta.

"Hahaahaha, jadi pada belum tahu ya. Nah untuk yang ini, ini masuk ke perbincangan dewasa. Sudah dewasa semua kan? Mengapa kursinya cuma satu, jawabannya karena itu bukan untuk pengantin. Kursi itu ditujukan bagi bibi, nenek atau saudara wanita lainnya yang kala itu bertugas sebagai sex educator," urainya yang menerangkan bahwa malam pertama pengantin akan didampingi oleh keluarga yang dimaksud.

"Ini kami ketahui setelah berbincang dan menemui pelaku sejarahnya langsung di Lampung Barat saat itu, sekaligus menjadi bukti bahwa Lampung juga ternyata memiliki kisah serupa Kamasutra di India, atau Centhini di Jawa. Dan ini sayangnya hanya terbatas lisan dan tidak terungkap dan tak terdokumentasikan dalam bentuk tulisan," ungkapnya.

Gamelan
Gamelan koleksi Museum Lampung. (Tribun Lampung/Heru Prasetyo)

Di luar rahasia tadi, Museum Lampung juga memiliki koleksi yang cukup fenomenal.

Museum yang terletak di Jalan Zainal Abidin Pagar Alam, Gedongmeneng, Rajabasa, Bandar Lampung ini menyimpan sebuah koleksi benda yang sangat langka, yaitu Bejana Perunggu.

Di Indonesia, benda ini hanya ditemukan di tiga lokasi, yakni di Madura, Jambi, dan Lampung.

Dari tiga Bejana Perunggu itu, dua di antaranya diletakkan di Museum Nasional Jakarta.

Sementara satunya disimpan di Museum Lampung.

Menurut Kasi Pelayanan UPTD Museum Lampung Ruwa Jurai, Budi Supriyanto, benda yang berasal dari masa prasejarah ini, ditemukan Mujiono, di Desa Sri Monosari, Kecamatan Labuhan Maringgai, Kabupaten Lampung Timur, pada tahun 1987 secara tidak sengaja ketika sedang menggarap tanahnya.

"Setelah diteliti, bejana tersebut diperkirakan dibuat pada 3000 SM, atau berasal pada masa prasejarah peninggalan kebudayaan masyarakat Perundagian. kebudayaan perunggu dimulai pada masa perundagian yang dikenal dengan kemahiran masyarakatnya dalam teknik peleburan pencampuran dan penuangan logam,"ujar Budi.

Bejana Perunggu yang ditemukan di Lampung ini, lanjut Budi, merupakan bejana yang bentuknya paling utuh dan bagus dibandingkan dua bejana yang ditemukan di Kerinci, Provinsi jambi dan Asemjaran, Madura.

"Kita lihat bejana ini berbentuk bulat panjang seperti keranjang untuk tempat ikan yang diikatkan dipinggang. Di mana bejana ini dibuat dari dua lempengan perunggu yang cembung yang diletakkan dengan pacuk besi pada sisinya. Jika kita lihat, pada dinding bejana bermotifkan pucuk pakis yang kemungkinan merupakan gambaran dari cacing laut yang dipercaya sebagai makanan dan energi dewa yang muncul setiap setahun sekali," ungkapnya.

Di Asia Tenggara, campuran perunggu diperoleh dari melebur bersama tembaga dan timah yang digunakan sejak abad ke 7-SM sampai abad ke-3 SM.

Budi mengatakan, sampai sekarang, fungsi dari Bejana Perunggu tersebut, tidak diketahui secara pasti, kemungkinan disebabkan penemuan bejana yang terbatas yang mempersulit proses penelitian lebih lanjut.

"Namun kesimpulan sementara ini, fungsi dari bejana perunggu tersebut, berfungsi sebagai wadah air suci sebagai kegiatan ritual di jaman itu," ujarnya.

Hingga saat ini, koleksi Museum Lampung sudah mencapai 4.747.

Kain khas Lampung
Diorama kain khas Lampung, koleksi Museum Lampung. (Tribun Lampung/Heru Prasetyo)

Ribuan koleksi itu terbagi dalam 10 jenis.

Yakni geologika, biologika, etnografika, arkeologika, historika, numismatika dan heraldika, filologika, keramologika, senirupa, dan teknologika.

Museum ini sendiri berlokasi di Jalan ZA Pagar Alam Gedong Meneng Bandar Lampung.

Lokasinya tak jauh dari terminal induk Rajabasa, sehingga anda dapat menggunakan angkutan kota jurusan Rajabasa atau BRT jurusan Rajabasa Sukaraja untuk mencapainya dengan tarif Rp 5.000 sekali jalan.

Museum Lampung
Museum Lampung Ruwa Jurai, Jalan Zainal Abidin Pagar Alam, Gedongmeneng, Rajabasa, Bandar Lampung. (Tribun Lampung/Heru Prasetyo)
Sumber: Tribun Lampung
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
Berita Populer
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas