Lima Tradisi Syawal di Jateng: Kupatan di Kudus, Pesta Lopis Raksasa, Sedekah Laut
Inilah lima tradisi Syawal unik di Jawa Tengah. Pesta Lomban di Jepara, Kupatan di Kudus, sedekah laut di Demak, lantas apalagi yang dua?
Editor: Agung Budi Santoso
Laporan Reporter Tribun Jateng, Rika Irawati
TRIBUNNEWS.COM - Di Jawa Tengah, Lebaran ketupat dirayakan secara meriah.
Bahkan, di lima kota dan kabupaten, tradisi yang digelar sepekan pascalebaran atau lebih dikenal Syawalan ini digelar secara unik.
Apa saja yang dilakukan? Berikut laporan wartawan Tribun Jateng.
1. Pesta Lomban di Jepara
Syawalan yang dikenal sebagai Pesta Lomban di Jepara ditandai dengan melarung sesaji di tengah laut, Sabtu (25/7).
Mengambil start dari Dermaga Jepara dan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Ujung Batu, ratusan warga dan muspida membawa sesaji berupa kepala kerbau, ayam panggang utuh (ingkung), jajanan pasar, kupat serta lepat menggunakan puluhan kapal.
Pesta lomban di Jepara (Tribun Jateng/ Mamdukh Adi Priyatno)
Uniknya, ada 14 kapal utama yang membentuk formasi 1-4-3-6 yang melambangkan tahun hijriah.
Setelah mengarungi laut beberapa saat, sesaji yang berada di kapal yang ditumpangi bupati dilarung.
"Ini menjadi bentuk ungkapan syukur kami kepada Yang kuasa atas berkah yang diberikan selama ini. Juga, menjadi penyemangat kami untuk bekerja keras, meraih kesejahteraan yang lebih baik bagi keluarga," kata Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Jepara, Sudiyatno.
Jepara memang dikenal sebagai kabupaten bahari. Hasil laut menjadi satu komiditas utama.
Setelah upacara larung sesaji, rombongan merapat ke Dermaga Pelabuhan Kartini.
Di lapangan di kawasan Pantai Kartini, dua gunungan kupat lepet yang tak ikut dilarung diperebutkan warga.
Tahun ini, jumlah kupat lepet yang disajikan berjumlah 2015 sesuai tahun masehi.
2. Kupatan di Kudus
Tahun ini, Lebaran ketupat di Kota Santri digelar di delapan tempat selama dua hari, mulai Jumat (24/7) hingga Sabtu (25/7).
Di antaranya, mengarungi Sungai Piji menggunakan perahu di Desa Kesambi, Kecamatan Mejobo. Warga dipungut biaya Rp 6.000 per orang untuk jarak tempuh 500 meter.
Selain mengarungi sungai, Syawalan juga diperingati lewat Festival Sewu Kupat di Taman Wisata Colo, tepatnya di lereng Gunung Muria.
Tradisi kupatan di Kota Kudus. Bagian tradisi syawalan (Tribun Jateng/ Yayan Isro Roziki
Uniknya, ribuan ketupat dan lepet itu disusun dalam 25 gunungan yang selanjutnya diperebutkan warga.
Sebelumnya, gunungan yang telah didoakan di kompleks makam Sunan Muria itu diarak sejauh 1,5 kilometer, diiringi tembang Sinom Parijoto karya Sunan Muria menuju Taman Wisata Colo.
Di tempat inilah, gunungan ketupat dan lepet yang diyakini membawa berkah itu perebutkan warga.
"Kami yakin, ketupat ini membawa berkah. Sebab, sebelumnya telah didoakan para ulama di makam Sunan Muria," ujar Suyadi (42), warga Kecamatan Nalumsari, Jepara, yang tak pernah absen mengikuti Festival Sewu Kupat itu.
3. Sedekah Laut di Demak
Sebagai wilayang yang berada di pinggir laut, warga Demak menggelar Syawalan dalam acara sedekah laut.
Puncak acara ditandai melarung sesaji berupa tumpengan di perairan sekitar Pantai Morodemak, Kecamatan Bonang, Jumat (24/7).
Ritual sedekah laut di Demak (Tribun Jateng/ Puthut Dwi Putranto)
" Acara syawalan ini merupakan wujud syukur kita kepada Allah atas limpahan rejeki yang diberikan. Semoga, ke depan, menjadi lebih baik," kata Bupati Demak, Dachirin Said.
Larung sesaji juga dilakukan nelayan di Desa Bungo, Kecamatan Wedung.
Di tempat ini, sebagai ungkapan syukur, nelayan melepas kepala kambing yang ditata dalam miniatur kapal dari batang pisang, ke laut lepas.
Acara ditutup dengan santap bersama di atas kapal di tengah laut.
4. Sesaji Rewanda di Kota Semarang
Acara yang digelar di Kampung Talun Kacang, Kelurahan Kandri, Kecamatan Gunungpati, Kamis (23/7), ini ditandai dengan kirab empat gunungan.
Masing-masing gunungan berisi buah-buahan, ketupat dan lepet, sayur mayur, serta sego kethek atau nasi lauk yang dibungkus daun jati.
Monyet-monyet ikut berpesta dalam sesaji Rewanda (Tribun Jateng/ Wahyu Sulistiyawan)
Dari kampung, rombongan pembawa gunungan dan pengantar yang mayoritas berdandan ala kera itu berjalan menuju kawasan wisata Gua Kreo yang dihuni kera ekor panjang.
Di halaman parkir kawasan wisata inilah, gunungan diperebutkan warga.
Namun, hanya tiga yang dibagikan, yakni gunungan ketupat dan lepet, gunungan sayur mayur, serta gunungan sego kethek.
Khusus gunungan buah-buahan yang di antaranya berisi apel, nanas, belimbing, jagung, serta mentimun di letakkan di pinggir Waduk Jatibarang agar diperebutkan kera ekor panjang yang ada di kawasan ini.
5. Lopis Raksasa dan Festival Lampion di Kota Pekalongan
Syawalan di Pekalongan dirayakan lewat bagi-bagi lopis raksasa. Disebut raksasa lantaran ukuran lopis yang berbahan baku ketan itu mencapai tinggi 2,1 meter.
Butuh 4,5 kuintal untuk membuat lopis yang dikerjakan remaja Musala Darunna'im di Krapyak Kidul Gang 8, Kota Pekalongan, itu.
Tradisi yang dimulai sejak 1950 itu dimulai H+3 Lebaran. Remaja musala dibantu warga mulai memasak beras ketan.
Setelah setengah matang, mereka merebusnya. Butuh 2x24 jam untuk merebus beras ketan tersebut secara bersamaan.
Warga menyiap lopis raksasa, bagian dari tradisi syawalan (Tribun Jateng/ Raka F Pujangga)
Pada 24 jam pertama, lopis dibalik. Lantaran berukuran jumbo, sampai-sampai panitia harus menggunakan katrol agar lopis berhasil dibalik dan tepat masuk dalam cetakan berlapis daun pisang.
"Butuh satu pikap kayu bakar dan total dana yang dikeluarkan untuk pembuatan lopis ini mencapai Rp 30 juta. Selain swadaya warga, dana tersebut juga ditanggung pemkot (Pemkot Pekalongan)," ujar Ketua Panitia Muhammad Nasrudin.
Jumat (24/7), lopis tersebut diperebutkan warga. Panitia harus mengiris lopis agar warga yang telah menyemut sejak pagi kebagian.
Selain bagi-bagi lopis raksasa, Syawalan di Kota Pekalongan ditandai dengan penerbangan lampion raksasa.
Lampion dari kertas yang dibentuk menyerupai balon udara berukuran besar itu diterbangkan warga Kelurahan Sapuro, Kecamatan Pekalongan Barat, Kota Pekalongan. Yang membuat unik, lampion itu ditempeli 50 lembar uang kertas pecahan Rp 2.000.
Ada empat lampion raksasa setinggi 10 meter dan sepuluh lampion setinggi lima meter yang diterbangkan.
Apapun bentuknya, syawalan yang digelar warga tersebut dimaksudkan sebagai ungkapan syukur atas apa yang mereka dapatkan.
(tribun jateng/mamdukh adi priyatno, yayan isro roziki, putut dwi putranto, daniel ari purnomo, raka f pujangga)