Ukiran Hewan Khas Desa Mulyoharjo Jepara, Begitu Tampak Natural, Inilah yang Membuatnya Laris
Ukiran hewan pada produk ukiran Jepara begitu tampak natural. Ini yang membuat diminati banyak orang.
Editor: Agung Budi Santoso
Laporan Wartawan Tribun Jateng, Rika Irawati
TRIBUNNEWS.COM, JEPARA - Jepara dan seni ukir seolah tak bisa dipisahkan. Furniture maupun pelengkap interior rumah bernilai seni tinggi dihasilkan setiap hari dari tangan-tangan para perajin yang ada.
Satu di antaranya, perajin di Desa Mulyoharjo, Kecamatan Jepara.
Memasuki kawasan desa yang menyandang status Desa Wisata Industri Kreatif tersebut, kita akan disambut showroom yang memajang beragam patung dan seni pahat hasil kerajinan warga.
Dari yang berukuran mini hingga tinggi sekitar 2,5 meter.
Bentuknya pun beragam, ada patung hewan, kaligrafi, serta souvenir yang bisa dibawa pulang sebagai oleh-oleh.
"Harga yang kami tawarkan beragam. Mulai Rp 10 ribu sampai puluhan juta.
Ukiran Jepara bermotif hewan yang tampak begitu natural. Diminati wisatawan (Tribun Jateng/ M. Syofri Kurniawan)
Tergantung ukuran dan jenis kayu yang digunakan," ungkap Jeri Maulana, pemilik usaha patung dan pahat UD Sumber Alam di Jalan Paving, Desa Mulyoharjo, Jepara.
Jeri tak hanya melayani permintaan pembeli yang datang ke showroom di depan rumah.
Dia juga melayani pemesanan dari beragam daerah.
Di antaranya, Jakarta, Surabaya, Bandung, sejumlah kota dan kabupaten di Pulau Sumatera dan Papua.
"Biasanya, pemesan membeli untuk dijual lagi.
Tapi, ada juga yang dipakai menghiasi rumah pribadi," imbuh dia.
Mayoritas motif binatang
Mayoritas, perajin di kawasan ini membuat patung binatang. Kuda, burung elang, serta ikan, paling banyak dipesan pembeli.
Bahkan, patung maupun pahat ini dibuat untuk memenuhi permintaan pasar di luar negeri. Misalnya, Taiwan, Cina, India, Arab juga Inggris.
Anda bisa melihat langsung atau menunggui selama proses pembuatan berlangsung.
"Kami melayani bentuk jadi, setengah jadi atau belum difinishing," kata pemilik Sanggar Jadi Mulyo, Wagisan.
Biasanya, perajin menggunakan kayu trembesi dan mahoni sebagai bahan utama.
Namun, mereka juga melayani pembuatan patung dan karya pahat menggunakan kayu jati.
Ukiran Jepara dengan mayoritas motif binatang (Tribunnews.com/ Syofri Kurniawan)
Untuk kayu jati berdiameter kecil, perajin bisa mengupayakan.
Hanya saja, untuk lingkar pohon besar, mereka lebih senang pemesan yang membawa kayu.
Ini terkait ribetnya pengurusan surat-surat kayu jati yang akan dipahat.
Setelah kayu-kayu gelondong tersedia, Wagisan dan pegawainya membelah kayu menggunakan gergaji mesin menjadi dua bagian.
Bagian-bagian tersebut langsung dipahat menjadi relief atau digergaji lagi menjadi bentuk kasar patung yang diinginkan.
Mereka tak membutuhkan mal atau pola.
Keterampilan memahat dan mengukir yang diwarisi sejak kecil membuat para perajin mahir mengira-ngira membentuk serta menghaluskan hasil karya hingga menyerupai asli.
Setelah pahatan atau model kasar rampung, perajin mulai menatah dan mengamplas hingga karya mereka halus.
Sebelum akhirnya dijemur dan tahap terakhir memberi warna sesuai pesanan.
Untuk relief atau hiasan dinding berisi deretan kuda yang tengah berlari berukuran panjang 2 meter, lebar 70 sentimeter, dan tebal 20 sentimeter, Wagisan menjual Rp 3,25 juta.
Namun, harga akan berlipat menjadi Rp 15 juta jika bahan yang digunakan berupa kayu jati.
Desa Mulyoharjo juga dikenal sebagai penghasil patung Macan Kurung. Karya yang mengadung filosofi ini unik dan cukup mahal.
Seperti namanya (macan: harimau, kurung:sangkar), karya seni ini berupa patung macam yang berada di dalam sangkar.
Pembuatannya memiliki kesulitan besar lantaran dibuat langsung dari kayu gelondong tanpa proses penyambungan.
Dimulai dari pembuatan sangkar berjeruji vertival, dilanjutkan memahat kayu didalam sangkar menjadi harimau yang terantai, dilengkapi dua bola.
Di atas sangkar terdapat patung burung elang yang mencengkram kurungan ini.
"Filosofinya, angkara dan keserakahan pada manusia bisa dikurung serta dibentengi kebajikan," jelas Wagisan.
Biasanya, patung ini berukuran tinggi 50-70 sentimeter dan lebar 30 sentimeter.
Menurut Wagisan, Macan Kurung hanya dibuat dari kayu jati. "Kalau dari kayu lain, jeruji kurungan tidak bisa tegak.
Orang Jawa bilang, kayunya molet.
Itu sebabnya, harga Macan Kurung ini cukup mahal. Saya jual sampai Rp 22,5 juta," kata dia.
Sayang, karya seni yang ada sejak seratus tahun lalu ini hampir punah. Wagisan pribadi hanya membuat patung ini saat ada pesanan.
Perajin ukiran Jepara sedang menyelesaikan pekerjaannya (Tribun Jateng/ M. Syofri Kurniawan)
Selain memiliki tingkat kesulitan tinggi, rendahnya minat beli konsumen menjadi alasan. Itu sebabnya, tak banyak lagi pemahat yang memiliki ketrampilan membuatnya, terutama pemahat muda.
Kendati begitu, Wagisan berharap, karya seni ini tak punah lantaran telah menjadi ikon desa.
Jika Anda punya banyak waktu luang, sempatkan menjelajah kampung ini hingga ke gang atau jalan kecil.
Biasanya, seni pahat dan patung yang didisplay di showroom di jalan utama desa dihasilkan warga yang tinggal di kawasan dalam kampung.
Mereka juga melayani pemesanan patung dan seni pahat secara eceran. Selamat berbelanja.