Selain Puji Keindahan Alam Lampung, Traveler Ini Juga Kritik Kondisi Pantai di Sana
Selain memuji keindahan yang dimiliki alam Lampung, ia juga mempunyai catatan kecil untuk pesona pantai Lampung.
Editor: Malvyandie Haryadi
Setelah keliling-keliling Kota Kalianda, tak satupun tempat makan yang buka!
Si Bapak kemudian mengarahkan mobilnya ke Jalan Trans Sumatra ke arah Bakauheni.
Sepanjang jalan memang banyak restoran Padang, tapi kata si Bapak males bareng supir-supir truk.
Sekitar 20 menit kemudian, kami sampai di sebuah restoran Padang ber-AC yang parkirannya berisi mobil-mobil pribadi.
Waktu menunjukkan pukul 14.00, saya pun kalap menghabiskan 3 piring nasi plus lauk pauk yang berjibun.
Hari berikutnya agenda kami adalah island hopping seharian. Pepita sudah membayar trip ini sebesar Rp 1,7 juta termasuk sewa mobil dan kapal. Gila mahalnya!
Tapi ya sudahlah, sudah dibayar ini. Kami naik mobil sejam menuju Pantai Pasir Putih, tempat kapal bersandar. Begitu kapalnya datang, lagi-lagi saya kaget.
Kapalnya kecil banget dan hanya memiliki mesin tempel 25 PK! Buset, ini sih harganya digetok! Saking imutnya kapal ini, ke Pulau Pahawang aja memakan waktu 1,5 jam!
Untungnya Pulau Pahawang bagus. Pasirnya putih meski ada sampah plastik juga, tapi airnya tenang.
Kami pun berenang sampai jam makan siang. Saya mengusulkan kepada tukang kapal untuk cari makan di pulau lain sekalian berenang lagi.
Alih-alih mengiyakan, si bapak justru bilang, “Perjanjiannya kami cuma mengantar ke Pahawang saja. Kalau mau ke pulau-pulau lain tambah Rp 400.000,"
Ia beralasan, jaraknya jauh. Padahal pulau-pulau itu juga kita lalui.
Minta diskon nggak dikasih, saya tidak punya pilihan. Itung-itung membantu perekonomian lokal, ya sudah lah.
Pulau kedua adalah Kelagian Lunik yang ada satu warung jualan mi instan cup dan kopi instan. Setelah makan, kami berenang lagi.