Bahoi, Keindahan Lautnya Tak Kalah dengan Taman Bunaken, Anda Pun Bisa Nginap di Rumah Terapung
Konon keindahan karang dan spesis ikan di Bahoi tak kalah dengan Taman Nasional Bunaken yang mendunia itu.
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribun Manado Finneke Wolajan
TRIBUNNEWS.COM, MINAHASA - Sebagian masyarakat di Desa Bahoi, Kecamatan Likupang Barat, awalnya tak menyadari betapa indahnya desa di pesisir Minahasa Utara yang mereka tinggali itu.
Hingga kemudian mereka mengetahui dan menjadikan Bahoi sebagai Desa Ekowisata.
Bahoi dianugerahi alam nan indah. Birunya laut dan hijaunya hutan mangrove seluas 10 hektare, menjadi pemandangan pertama yang terlihat di desa ini.
Fasilitas rumah apung di Bahoi. (F21STOCK)
Itu baru pemandangan di permukaannya saja.
Jelajah dunia bawah laut Bahoi, dan saksikan langsung pesona wisata bawah lautnya yang memukau.
Konon keindahan karang dan spesis ikan di Bahoi tak kalah dengan Taman Nasional Bunaken yang mendunia itu.
Bahoi memiliki hamparan luas karang berbagai jenis yang hampir sama dengan Bunaken.
Spesisnya saja yang berbeda.
Pun dengan spesis ikan yang bervariasi.
Di Bahoi ini juga ada spesis ikan langka seperti maming (napoleon), siput laut dan beberapa jenis lainnya.
Keindahan Bahoi takkan seperti sekarang ini, jika masyarakatnya tak pernah sadar dan mau melestarikan lingkungannya.
Ditetapkannya Daerah Perlindungan Laut (DPL) yang diatur dalam Peraturan Desa (Perdes) menjadi kunci sukses Bahoi sebagai desa Ekowisata.
Masuknya lembaga Wildlife Conservartion Society (WCS) Sulut di desa ini tahun 2002 mendorong warga desa untuk merubah pola pikir mereka.
Masyarakat didorong untuk sadar dan memperbaiki alamnya serta memanfaatkan potensi yang ada.
Upaya WCS itu berhasil, dan warga Bahoi mulai merintis kegiatan pelestarian dan perlindungan kawasan pesisir.
Perahu yang dipakai untuk mengantar wisatawan berkeliling atau snorkeling. (Tribun Manado/Fine Wolajan)
Setelah Bahoi mampu menunjukkan eksistensinya secara mandiri, sejumlah pihak tergerak memberi bantuan.
Di antaranya Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Lingkungan Mandiri Pedesaan (PNPM-LMP).
Usulan kegiatan lingkungan yang didanai dari PNPM-LMP berkaitan dengan kegiatan konservasi untuk perlindungan dan pelestarian kawasan pesisir.
Kegiatan konservasi perlindungan kawasan pesisir yang dikembangkan oleh masyarakat adalah dengan menetapkan Daerah Perlindungan Laut (DPL).
Kawasan itu pun dibuat payung hukumnya berupa Peraturan Desa (Perdes) tentang Daerah Perlindungan Laut.
"Kami menetapkan kawasan DPL yang diatur langsung dalam Peraturan Desa. Di kawasan DPL ini dilarang mengambil ikan, apalagi merusak karang. Hanya bisa berupa kegiatan wisata seperti snorkeling dan diving, atau kegiatan penelitian," ujar Maxi Marhaen Lahading, warga Bahoi.
Usaha membangun DPL itu berbuah manis. Alhasil, ikan berkembang biak dengan baik, keindahan terumbu karang terjaga.
Dulu masyarakat yang mayoritas adalah nelayan harus jauh melaut baru mendapat ikan. Sekarang, di jarak yang sangat dekat pun, ikan melimpah. Kondisi ekonomi pun meningkat.
Desa Ekowisata Bahoi dikelola secara partisipatif dengan melibatkan berbagai unsur masyarakat.
Tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama dan kelompok masyarakat lainnya terlibat langsung.
Semua fasilitas wisata yang ada dikelola secara oleh warga.
Tamu yang datang menginap ditampung di homestay milik warga.
Begitu pula dengan pemandu wisata, pemandu selam, operator perahu dan pengrajin.
Bahkan untuk makanan pun langsung dimasak warga.
Kini Bahoi telah menjadi destinasi wisata turis lokal maupun mancanegara.
Namun umumnya, desa ini lebih banyak dikunjungi warga asing.
Di kampung yang dihuni 157 kepala keluarga ini, banyak turis asing berkeliaran.
Warga pun telah terlatih bagaimana menyambut tamu dengan baik.
Untuk diving, anda harus mengeluarkan kocek Rp 500 ribu per orang tiap tabungnya.
Harga itu sudah termasuk guide dan sewa perahu.
Bisa juga hanya menyewa alat, tanpa guide dan perahu.
Hanya Rp 250 ribu per orang. Perahu bisa disewa sendiri seharga Rp 350 ribu. Untuk snorkeling, sewa alat hanya Rp 25 ribu.
Di desa Bahoi ini, anda juga bisa menikmati rumah apung di tengah laut. Di bawah rumah apung ini merupakan titik penyelaman favorit dengan pesona dunia bawah lautnya.
Hanya dengan Rp 10 ribu per orang, rumah apung ini sudah bisa digunakan.
Sebagai tempat bersantai, atau beristirahat setelah lelah menyelam atau snorkeling.
Warga juga menyediakan kuliner bernuansa seafood yang dapat dinikmati di atas rumah apung ini.
Hanya dengan Rp 35 ribu per orang, nikmatnya ikan laut segar yang dipadukan dengan sayur sudah bisa dinikmati.
Jika ke berkunjung ke Bahoi ini, pastikan juga anda mengunjungi Tanjung Kamala Watuliney yanf berada di ujung desa.
Tanjung yang sering disebut tanjung los ini merupakan hamparan pasir putih di tengah hutan mangrove.
Tempat eksotis dan sungguh indah. Di tanjung ini telah dibangun pondok-pondok bagi warga untuk menikmati keindahan tanjung ini.
Tak hanya itu, jalan menuju tanjung ini juga ditata seindah mungkin.
Jembatan kayu yang berdiri membelah hutan mangrove, menjadi pemandangan indah dan tak biasa.
Untuk menginap di homestay, anda hanya butuh mengeluarkan Rp 400 ribu per kamar.
Jika berdua, harus membayar Rp 500 ribu per kamar.
Dengan uang tersebut, sudah termasuk makan tiga kali sehari, beserta cemilan sore.
Desa Bahoi di Minahasa Utara ini perlu ditempuh sekitar 1.5 berkendara dari Kota Manado.
Mengarah di Likupang Barat, gapura selamat datang di Desa Ekowisata Bahoi akan menyambut di pinggir jalan.
Memasuki desa dengan jalanan menurun, pemandangan laut Minahasa terlihat indah dari atas bukit.
Setelah tiba di desa, wisatawan harus melapor dulu pada Hukim Tua setempat.
Setelah itu, baru diarahkan untuk menikmati wisata di desa ini.
Selain pesona alamnya yang indah, Desa Bahoi ini begitu tenang.
Menghabiskan waktu di desa dengan pesona alamnya sungguh nikmat.
Apalagi keamanan desa yang benar-benar dijaga warga.
Desa Bahoi memang belum setenar Bunaken, namun potensinya alamnya tak kalah indahnya.
Dengan komitmen dan tingginya semangat warga desa Bahoi melestarikan alamnya, membuat desa ini menjadi satu di antara destinasi wisata bawah laut di Indonesia.
Wisata ramah lingkungan, dengan sistem pengelolaan berbasis masyarakat.