Siapa Sangka Musala Kecil Ini Menyimpan Sejarah Mendalam bagi Masyarakat Banjar?
Musala ini ternyata usianya sangat tua dan memiliki sejarah yang sangat dalam bagi masyarakat Banjar yang tinggal di kota ini.
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Banjarmasin Post, Yayu Fathilal
TRIBUNNEWS.COM, BANJARMASIN - Langgar atau musala ini terletak di tepi Sungai Martapura, Banjarmasin.
Ukurannya kecil saja.
Bangunannya tampak modern, didominasi warna hijau berlantai semen berwarna putih.
Lingkungannya tampak bersih dan terawat.
Bagian dalam Langgar Sinar Masjid. (Banjarmasin Post/Yayu)
Di terasnya ada beberapa bangku dan meja terbuat dari kayu.
Musala ini bernama Langgar Sinar Masjid.
Alamatnya di Jalan Panglima Batur, Gang Gusti Galuh RT 06, Kelurahan Surgi Mufti, Kecamatan Banjarmasin Utara, Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan.
Musala ini memiliki teras kecil dan halaman yang tak terlalu luas.
Jika sore tiba, di halaman ini dijadikan tempat bermain oleh anak-anak setempat.
Lokasinya berada di dalam gang sempit yang jalannya memiliki banyak cabang dan persimpangan.
Menuju musala ini harus melewati banyak persimpangan dan jalan-jalan sempit.
Jalannya sudah dicor beton.
Perumahan warga di sekitarnya sangat padat dan kumuh.
Langgar Sinar Masjid. (Banjarmasin Post/Yayu)
Memasuki musala ini, tak banyak tampak hal yang membuatnya istimewa.
Karpetnya berupa permadani yang biasa ada di masjid atau musala, yaitu yang bergambar sajadah.
Di dindingnya ada beberapa pajangan kaligrafi bertulisan Arab.
Di salah satu pojoknya ada meja kecil tempat tumpukan Alquran diletakkan.
Di bagian sudut lainnya ada satu lemari berukuran sedang berisi banyak mukena untuk jemaah perempuan salat.
Di bagian belakang saf perempuan ada banyak tumpukan barang seperti gulungan karpet, kabel-kabel, teko plastik berisi air, dan dispenser.
Di bagian tengah ada besi yang tampak masih baru diselimuti gorden putih berfungsi sebagai pembatas saf lelaki dan perempuan.
Musala ini sering diramaikan oleh kegiatan warga seperti ibadah salat berjemaah, mampu menampung hingga 200 orang jemaah. (Banjarmasin Post/Yayu)
Di bagian depan, di tempat imam ada sajadah besar terbentang dan beberapa tumpukan buku di sebuah lemari kecil dari kayu yang ada di dekat situ.
Mihrab imam dihiasi kaligrafi Arab bertulisan Allah, Muhammad dan ayat-ayat Alquran.
Atapnya berbahan genteng.
Musala ini sering diramaikan oleh kegiatan warga seperti ibadah salat berjemaah, mampu menampung hingga 200 orang jemaah.
Jika melihat bangunan musala ini yang tampak modern, bagi yang tak mengetahuinya, akan mengira jika tempat ibadah ini masih berusia muda.
Namun jika dikulik lebih dalam, tak disangka ternyata usianya sangat tua dan memiliki sejarah yang sangat dalam bagi masyarakat Banjar yang tinggal di kota ini.
Warga sekitar tak ada yang mengetahui pasti kapan tahun pembangunan masjid ini.
Namun yang pasti jauh lebih tua dari Masjid Jami Banjarmasin yang berlokasi tak jauh dari musala ini.
Usut punya usut, ternyata musala ini dulu adalah cikal bakal Masjid Jami Banjarmasin yang terkenal itu.
Pengurus Langgar Sinar Masjid, Sahlan, menceritakan dulu musala ini berbahan kayu ulin.
Karena usianya sudah sangat tua dan tanah di bawahnya hampir longsor, lalu disepakati lokasinya dipindah ke tempat yang lebih aman.
Soal lokasi barunya, waktu itu banyak warga yang bersitegang dan saling adu pendapat.
Akhirnya, supaya adu pendapat tak berlangsung lama, diputuskanlah secara mufakat untuk melarutkan beduk dari musala ini di Sungai Martapura selama tiga hari.
Setelah tiga hari, dilihat beduknya berhenti dimana.
Kemudian disepakati, dimana titik berhentinya beduk ini maka di situlah masjid baru akan dibangun.
"Ternyata, setelah tiga hari, beduk ini berhenti di lokasi Masjid Jami Banjarmasin yang ada sekarang, yaitu di Jalan Masjid Jami, beberapa ratus meter dari musala ini dan posisinya di tepi jalan raya, bukan di pinggir sungai lagi," jelasnya.
Karena musala ini adalah cikal bakal Masjid Jami Banjarmasin, makanya oleh warga sekitar kerap juga disebut Masjid Jami Asal yang berarti cikal bakal Masjid Jami atau Masjid Jami yang dulu.
"Dulu ini masjid, namun setelah Masjid Jami dibangun lantas ini dijadikan musala saja," katanya.
Dulu seluruh musala ini berbahan baku kayu ulin.
Karena sudah sangat tua, akhirnya kayunya dilapisi dengan semen.
Lantainya diganti dengan semen keseluruhannya.
"Atapnya masih memakai sirap, hanya saja sekarang dilapisi dengan genteng agar tampak lebih modern dan baru," tuturnya.
Jika ingin mengetahui tentang usia musala ini bisa dilihat di prasasti berbahasa Melayu bertulisan Arab gundul yang ada di badan mimbar Masjid Jami Banjarmasin.
Di situ disebutkan "Tarikh didirikan masjid asal hari Sabtu, 17 Syawal tahun 1195 Hijriyah Sultan Tamjidillah dan dicabut 11 Rajab tahun 1353 umurnya 157 tahun 8 bulan 24 hari tarikh. Didirikan masjid baru hari Ahad 16 Dzulhijjah 1352 Mufti Haji Ahmad Kusasi," demikian isi terjemahan dari prasasti tersebut.
Berdasarkan keterangan itu, masjid yang lama (Langgar Sinar Masjid) dibangun pada 1777 masehi atau 1195 Hijriyah.
Sementara masjid yang baru diperkirakan dibangun pada 1934 masehi atau 1352 Hijriyah.
Sekarang, musala ini sudah berusia 238 tahun dan masih berdiri kokoh di tengah perkampungan warga.
Sangat susah untuk menggali kisah-kisah menarik seputar musala ini.
Sebab, warga sekitar tak banyak yang mengetahuinya.
"Yang banyak mengetahuinya adalah orang-orang tua kami zaman dulu. Sekarang mereka sudah meninggal dunia," katanya.
Karena musala ini berada di dalam gang sempit dan diapit perumahan warga yang padat, perlu sedikit usaha untuk mencarinya.
Jika ingin kemari, bisa menggunakan angkutan kota jurusan Sungai Jingah-SMA 5 dengan tarif Rp 4.500 per orang.
Turun di depan Masjid Jami Banjarmasin.
Di seberangnya ada gang kecil bernama Gang Gusti Galuh.
Masuk saja ikuti jalur jalan, setelah bertemu pertigaan, belok kiri, lurus sedikit ada pertigaan lagi, ambil ke kanan.
Tak lama ada bantaran Sungai Martapura, ikuti saja jalurnya, sekitar 50 meter di sebelah kiri ada musala ini.
"Kalau mau naik becak juga bisa, tetapi lebih nyaman lewat Jalan Antasan Kecil Timur sebelum naik jembatan menuju Masjid Jami. Belok ke kiri, lalu ada jembatan di Simpang Muara Kuin belok kiri lagi, terus lurus saja," pungkasnya.