Anak Agung Yuniarta Putra: Kami Hanya Berdoa Semoga Bencana Gunung Meletus Selesai
Para pelaku pariwisata betul-betul pintar menyembunyikan raut wajah kegalauannya
Editor: Toni Bramantoro
TRIBUNNEWS.COM, DENPASAR - Para pelaku pariwisata betul-betul pintar menyembunyikan raut wajah kegalauannya.
Mereka tetap cool, smile, sabar, penuh canda, kaya cerita, tampil tegar dan menyenangkan, tatkala bencana “pagebluk” datang silih berganti.
Dari erupsi bersama Gunung Raung, Gamalama, Sinabung yang merusak skedul Bali, Lombok, Banyuwangi, Surabaya, lalu disusul asap yang menutup pulau Sumatera-Kalimantan, kini giliran anak Rinjani yang batuk-batuk.
Namanya Gunung Barujari, “bisul kecil” yang tumbuh di sisi timur kaldera Rinjani yang memilik kawah 170 x 200 meter, di ketinggian 2.296-2.376 meter dari permukaan laut.
Bisul muda itu selama ini sangat aktif, melepas dahak-dahak vulkanik ke udara. Sejak 1944, 1966, 1994, sampai di era 2000-an, Mei 2009, 25 Oktober 2015, 3 November 2015 dan saat ini.
Tim Crisis Center Kemenpar mencatat, sejak Sabtu 7 November lalu aktivitas Barujari terus meningkat, tremor dengan amplitude maksimum 55 mm, lebih tinggi dari hari-hari sebelumnya yang berada di kisaran 48 mm, dengan tinggi semburan sampai 2.500 meter.
Apa yang terjadi? Bandara Internasional Lombok (BIL) sudah hampir pasti tutup. Jika ada angin ke barat, Bandara Ngurah Rai Bali pun tak bisa beroperasi. Turis yang sudah di Bali tak bisa pergi, tak bisa terbang. Turis yang sudah dijadwalkan masuk ke Pulau Dewata batal terbang,
“Baik wisman maupun wisnus menjerit semua, sedih, kecewa, marah, tapi mau berkeluh kesah kepada siapa? Kejadian alam tak ada yang bisa menolak?” ujar Anak Agung Yuniarta Putra, Kepala Dinas Pariwisata Bali.
“Kami hanya bisa berdoa, bersujud pada sang pencipta, semoga bencana ini segera reda, dan suasana kembali normal. Seperti Anda ketahui, kami bersama Kementerian Pariwisata sedang gencar-gencarnya promosi di seluruh dunia, dan Great Bali menjadi salah satu lokomotifnya. Saat ini sudah mendekati peak season akhir tahun, kami sedih, yang datang bukan wisatawan, tapi bencana,” aku Anak Agung dengan raut mendung.
Kegalauan Anak Agung itu sangat bisa dimengerti. Bagaimana tidak? Bali itu rata-rata 10.000 wisman setiap hari, Bali adalah pintu masuk terbesar, 40% dari wisman nasional. Bali paling dikenal, bahkan di Eropa-Amerika, lebih tersohor daripada Indonesia.
Bali adalah hub, bagi pariwisata nasional, tempat landing sebelum mereka terbang ke berbagai sisi lain keindahan Indonesia.
Bulan Agustus 2015, ketika Gunung Raung “meraung-raung” menyebar debu erupsi ke 360 penjuru mata angin, Bali sudah terpukul. Ibarat bermain tinju, sudah TKO (technical knock out).
Hampir tiga minggu, bandara buka tutup dan lebih banyak tutupnya, dan langsung menurunkan jumlah kunjungan 11% di Pulau titisan Dewata yang kental dengan kulturnya itu.
“Sebagai orang pemerintahan, kami sangat terpukul, target kami terganggu. Dan kalau Bali tidak tercapai, nasional pasti terkena imbasnya. Kami tak enak hati dengan Pak Menpar Arief Yahya, yang concern mengurus promosi Bali,” ungkap Anak Agung.
Dulu saat Gunung Raung melepas banyak partikel abu vulkanik, terjadi di saat peak season tengah tahun. Saat industri pariwisata panen, menuai rezeki dari kegiatan promosi selama 6 bulan. Gagal. Kini, menjelang liburan akhir tahun, situasi itu seperti pengulangan yang sempurna.
“Di saat industri panen, eh, ternyata erupsi gunung Barujari? Sementara tahun ini tinggal 2 bulan saja kurang? Sulit bagi kami mengejar target yang dicanangkan Pak Menpar. Alam itu tidak mudah diutak-atik, sementara akses menuju Bali masih terganting flight, dan safety regulation tidak memungkinkan menerobos debu vulkanik gunung,” jelas dia.
Dispar Bali, PHRI, Angkasa Pura I, dan Kementerian Pariwisata memang sudah antisipasi dengan mengaktifkan kembali Crisis Center di Bandara Ngurah Rai. Menyiapkan bus-bus, bagi mereka yang mau overland ke Surabaya dan Banyuwangi. Menghibur para wisman yang batal terbang, dan terdampar di Bandara dengan musik.
“Termasuk melobi PHRI untuk memberi diskon khusus dan complimentary kepada wisman yang betul-betul terjebak erupsi,” aku Anak Agung, yang merasakan aktivitas Tim Crisis Center itu terus dipandu Menpar.
Tim peduli wisatawan yang dinamai Crisis Center ini, baru kali ini menjadi teman yang bisa berempati dengan kebutuhan wisatawan. Bentuk soft campaigne yang simpatik, yang membuat wisatawan tidak merasa lonely, tidak kesepian, tidak ketakutan, tidak kehilangan harapan, tidak larut dalam kesuntukan.
“Kami sangat terbantu oleh keberadaan Tim Crisis Center itu,” jelas Anak Agung.
Rasa sedih kalangan pariwisata, lanjut Anak Agung, juga makin bertambah, karena wisman yang sudah merencanakan dengan rapi untuk penerbangan ke Bali, berlibur di Indonesia, banyak yang cancel. Mereka takut, setelah turun ke Bali, aktivitas gunung terus meningkat, dan mereka terjebak tidak bisa terbang lagi sampai batas waktu yang belum bisa ditentukan.
“Memang ada yang tertarik dengan wisata vulkanik, wisata adventure, wisata ilmu pengetahuan, yang ingin menyaksikan dari dekat bagaimana model gunung meletus itu? Tapi jumlahnya tidak banyak, lebih banyak yang takut,” kata dia.
Suara yang mirip terdengar dari Taufan Rahmadi, Ketua Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD), Nusa Tenggara Barat (NTB), pemilik lokasi sumber bisul yang melepas abu vulkanik dari mulut anak Rinjani itu. Saking suntuk dan kehabisan stok kata-katanya, Taufan pun acap menyebut nama Tuhan.
Sangat religius, sangat agamis, sejalan dengan spiritnya mengembangkan Lombok sebagai destinasi Halal, dan potensi Wisata berbasis Syariah itu.
“Mungkin ini cara Tuhan memberi pelajaran buat kita semua untuk terus bekerja keras dan berinovasi dalam menghadapi gempuran tantangan di Kemenpar,” aku Taufan Rahmadi.
Dari tekanan alam itu, Taufan juga menemukan inspirasi baru, soal Lombok sebagai destinasi gejala alam.
“Bagaimana erupsi ini justru dijadikan megnet untuk mendatangkan wisatawan, terutama yang ingin melihat, baik proses gunung batuk-batuk mengeluarkan abu vulkanik, sampai pasta erupsi, menjadi seperti apa? Sebuah fenomena alam yang patut dikji dan menjadi bahan yang unik untuk dipelajari. Ini adalah objek bagi yang hobi trekking,” jelas Taufan.
Mungkinkah? Sangat mungkin untuk jangka menengah dan jangka panjang. Jogjakarta bisa menjadi contoh konkret, bekas-bekas letusan Gunung Merapi yang memporak-porandakan komplek perumahan tempat tinggal Mbah Marijan pun dijadikan arena off road.
Wisman maupun wisnus banyak yang napak tilas di sana dengan menyewa jeep menyusuri bebatuan dan sungai yang pernah dilewati lahar dingin.
Bagi Taufan, Lombok adalah “jantung hati”-nya. Berkat support yang habis-habisan oleh Kemenpar, destinasi yang selama ini 80% masih disupport oleh limpahan dari Bali itu mendapatkan penghargaan internasional, World Best Halal Destination Award 2015, dan World Best Halal Honey Moon Award 2015 di Abu Dhabi.
Modal pamor, modal eksistensi, modal nama besar itu sangat signifikan berdampak kepada wismannya.
“Saya sekali, bandara kami tutup, tidak bisa melayani turism sampai batas waktu yang belum bisa ditentukan. Kami harus bersabar,” kata dia.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.