Perhiasan Intan Produk Martapura Berkilauan, Ternyata Begini Rahasia Menggosoknya
Perhiasan intan produk Martapura berkilauan, ternyata begini proses menggosoknya sebelum jadi perhiasan mahal.
Editor: Agung Budi Santoso
TRIBUNNEWS.COM, MARTAPURA - Kota Martapura, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan selama ini memiliki sebutan lain, yaitu Kota Intan.
Wajar saja demikian, karena sumber daya alamnya yang kaya dengan bebatuan berharga seperti intan berlian.
Intan-intan itu, setelah didapatkan oleh para pendulangnya yang berada di Kecamatan Cempaka, Kabupaten Banjar, kemudian diserahkan ke penggosok intannya untuk dibuat mengilap dan dibentuk menjadi permata perhiasan seperti gelang, cincin, kalung dan anting.
Video: Proses penggosokan intan di Martapura.
Para penggosok intan ini kebanyakan bermukim dan bekerja menggosok intan di Desa Pasayangan Barat, Kecamatan Martapura Kota, Kota Martapura, Kabupaten Banjar.
Mereka biasa bekerja di rumah masing-masing.
Bengkel-bengkel mereka ada yang terletak di teras rumah, ada juga yang di dalam rumah.
Menjadi penggosok intan sudah merupakan mata pencarian mereka sejak ratusan tahun silam dan pekerjaan ini diwariskan turun temurun oleh para nenek moyang di keluarga mereka.
Bisa dikatakan, banyak penduduknya berprofesi sebagai penggosok intan, walaupun ada juga yang tidak.
Tak heran jika kemudian desa ini dikenal sebagai sentra penggosokan intan khas Martapura.
Jika Anda kemari, sebut saja nama Pasayangan, pasti yang pertama tercetus di benak warga setempat adalah penggosokan intan.
Desa ini tak sulit dicari karena posisinya yang berada di pusat Kota Martapura, dekat dengan Masjid Agung Alkaromah.
Memasuki desa ini, dari luar memang tak tampak aktifitas para penggosok intannya.
Proses penggosokan batu permata di Martapura.
Jika ingin mengetahui lebih dekat, Anda harus rajin bertanya-tanya ke warga sekitar, maka mereka pun akan dengan senang hati mengantarkan atau memberi tahu lokasinya.
Di antara seorang penggosok intan yang berhasil BPost Online temui adalah Ahmad Insani (51).
Pada Sabtu (9/1/2016) siang, dia sedang menggosok beberapa buah intan pesanan pelanggannya di bengkelnya yang terletak di teras rumahnya di Jalan Reel, Gang Berkat, nomor 005A RT 1 RW 1, Desa Pasayangan Barat, Kecamatan Martapura Kota, Kota Martapura, Kabupaten Banjar, kode pos 70619, Kalimantan Selatan.
Pria berkaca mata ini mengatakan intan-intan itu harus digosok agar bersih, mengilap dan dibentuk seindah mungkin menjadi berlian untuk kemudian diletakkan sebagai mata perhiasan.
"Kalau yang mentahnya masih habuk atau kabus (belum bersih atau mengilap dan berwarna coklat). Setelah digosok jadi cemerlang warna putihnya, berkilau, nggak lagi coklat," terangnya.
Proses penggosokannya memakai beberapa buah alat seperti dinamo, iskip atau gerinda khusus intan, docf atau besi penjepit intan, tang, cutting, kaca pembesar dan pengukur intan.
Intan tersebut dibentuk dulu menggunakan cutting dan diukur diameternya dan bentuk bundarnya dengan pengukur intan.
Lalu, intan mentah digerinda menggunakan alat khusus bernama iskip yang digerakkan oleh dinamo.
Intannya saat digerinda, harus dijepit dengan alat bernama docf atau biasa dibaca dup.
"Tulisannya D, O, C, F. Docf, dibaca dup. Itu bahasa Belanda karena alat ini buatan Belanda," terangnya.
Docf itu dipasangkan di ujung sebuah tang khusus, kemudian intan yang dijepit itu diasah ke iskip yang berputar cepat selama proses penggosokannya.
Saat digerinda, intan tersebut sesekali dilihatnya dengan sebuah kaca pembesar khusus untuk memastikan apakah sudah mengilap atau belum.
Sebutir intan bisa dikerjakannya selama tiga hari.
Peralatan penggosok intan yang dimilikinya kebanyakan merupakan warisan dari orangtuanya.
Maklum saja, karena pekerjaan ini memang diwarisinya dari orangtuanya.
Begitu pula dengan orangtuanya yang mewarisi pekerjaan ini dari para leluhur mereka.
Peralatan tersebut semuanya buatan luar negeri seperti docf dari Belanda, dinamo dari Jepang, pengukur intan dari Jerman dan iskipnya dari Belgia.
"Peralatan ini semuanya warisan orangtua saya. Kalau sekarang ini mau beli sendiri harus pesan dulu ke Pemerintah Kabupaten Banjar. Mereka pun pesannya juga ke luar negeri," katanya.
Di keluarganya, khususnya generasi mudanya enggan mewarisi pekerjaan ini.
Mereka lebih menyukai pekerjaan yang memiliki gaji pasti tiap bulan seperti menjadi pegawai kantoran, entah swasta atau pegawai negeri sipil.
"Di keluarga saya, hanya kalangan tuanya saja yang masih mau melakoni pekerjaan ini. Anak-anak saya tidak ada yang mau. Para penggosok intan lainnya di desa ini juga sama nasibnya dengan saya, tak ada penerusnya. Selain saya, di keluarga saya ada beberapa sepupu saya juga penggosok intan dan sudah tua-tua semua. Saya menggosok intan ini sejak masih duduk di bangku SD hingga sekarang usia saya sudah 51 tahun," jelasnya.
Intan permata produk Martapura.
Hal itu cukup dimakluminya karena memang penghasilannya sebagai penggosok intan tak menentu, jika ada yang memesan saja.
Sekarat intan biasa ditarifnya Rp 350 ribu.
Dia biasa menerima pesanan menggosok beberapa karat intan, paling besar sekitar 60 karat.
Menurutnya, di masa lampu, sekitar puluhan atau ratusan tahun silam, hampir semua warga Desa Pasayangan Barat ini bekerja sebagai penggosok intan.
Namun sekarang sudah jauh berkurang, hanya tersisa sedikit dan semuanya adalah kalangan tuanya.
"Anak-anak mudanya sekarang enggan menggeluti pekerjaan ini dan sumber daya alamnya pun sudah jauh berkurang. Dulu, pendulangan intan banyak, sampai di Kalimantan Barat juga ada. Sekarang di sini hanya tersisa yang di Kecamatan Cempaka itu. Itu pun lahannya sudah banyak berkurang karena banyak dibangun perumahan, toko-toko," keluhnya.
Di balik kisah miris tersebut, intan hasil perut bumi Kabupaten Banjar yang sudah diolah menjadi berkilau indah dalam sebentuk perhiasan banyak dijual di toko-toko perhiasan di kota ini.
Beragam perhiasan bermata intan berlian itu pun kerap menjadi cinderamata favorit para pelancong, khusus mereka yang berduit banyak.
Harga sebuahnya bervariasi, sesuai bentuk dan jenis perhiasannya.
Kisarannya antara ratusan ribu hingga puluhan juta rupiah.
Di sebuah toko perhiasan di Komplek Pertokoan Cahaya Bumi Selamat, Jalan Ahmad Yani, Martapura, sebentuk gelang emas bertatahkan intan-intan berlian khas Martapura ini dibanderol Rp 50 juta.
Sementara di toko lainnya, tampak banyak berjejer cincin-cincin bermata intan berlian tersebut, sebuahnya dibanderol ratusan ribu rupiah.
Kilaunya pun tampak tajam, bersih, cemerlang dan indah memanjakan mata, khususnya kaum hawa.
Anda tertarik ingin melihat langsung proses penggosokan intan-intan cantik itu?
Bisa langsung saja ke lokasi asalnya di Desa Pasayangan Barat.
Menuju ke sana mudah saja karena letaknya di pusat Kota Martapura.
Tinggal naik saja kendaraan umum seperti angkutan kota atau becak motor.
Untuk becak motor, bisa naik dari Pasar Batuah yang berada persis di samping komplek pertokoan tersebut langsung ke desa itu.
Tarifnya Rp 10 ribu per orang dengan waktu tempuh hanya sekitar 10 menit.
Kalau menggunakan angkutan kota, bisa juga naik dari pasar tersebut atau dari Kecamatan Lianganggang, Kota Banjarbaru.
Tinggal pilih saja jurusan Martapura-Lianganggang, tarifnya jauh dekat Rp 5 ribu per orang.
Angkutan kota tersebut sebenarnya menuju ke Kecamatan Lianganggang di Kota Banjarbaru dari Kota Martapura, namun melewati desa ini.
Anda pesan saja ke sopirnya agar diturunkan di Desa Pasayangan Barat.
Kalau Anda dari Banjarmasin, tinggal naik saja angkutan umum Taksi Hulu Sungai dari Terminal Induk Km 6 di Jalan Ahmad Yani Km 6, pilih jurusan Martapura.
Turunnya di depan Pasar Batuah, selanjutnya tinggal melanjutkan saja naik angkutan kota ke desa itu.
Kalau menggunakan kendaraan pribadi, akan lebih nyaman melewati Jalan Martapura Lama.
Dari Banjarmasin, masuk saja ke Jalan Veteran yang berada di seberang Masjid Raya Sabilal Muhtadin atau dekat Siring Menara Pandang.
Jalannya tidak macet, apalagi jika sudah memasuki wilayah Kabupaten Banjar.
Setelah itu, jalan saja lurus sekitar 40 kilometer hingga bertemu batas Desa Pasayangan Barat, belok kanan, maka Anda sudah tiba di desa itu.
Kalau Anda melewati jalan negara seperti Jalan Ahmad Yani yang biasa digunakan warga atau pelancong untuk ke Martapura, akan lebih membingungkan kalau Anda tak tahu rute, karena bakal menemui banyak belokan, persimpangan dan harus memasuki Kota Banjarbaru dulu baru kemudian Kota Martapura dan desa tersebut. (Yayu Fathilal)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.