Cerita Prajurit Marinir yang Bertugas di Pulau Berhala, Pulau dengan Berbagai Cerita Mistis di Sumut
Sebagai pulau terluar Indonesia, Pulau Berhala memang dijaga oleh prajurit Marinir yang bertugas untuk memantau dan mengawasi di wilayah tersebut.
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribun Medan, Silfa Humairah
TRIBUNNEWS.COM, MEDAN - Dio Syahputra, Komandan Marinir yang menjaga Pulau Berhala, Serdang Bedagai, Sumatera Utara, terlihat menyambut wisatawan yang baru datang.
Selain Dio, ada pula para anggota Marinir lain yang tampak hangat menyambut kedatangan wisatawan.
Pulau Berhala. (Tribun Medan/Silfa)
Sambutan dari Marinir tersebut mungkin hanya akan anda dapatkan saat menyambangi Pulau Berhala.
Seperti halnya kedatangan keluarga, para marinir tampak sumringah dan membuka pembicaraan menyapa tiap pengunjung.
Ketika ditanya apakah keramahan marinir menyambut tamu merupakan bagian dari tugas, Komandan Dio Syahputra tersenyum tipis sebelum menjawab.
"Bukan bagian dari tugas jug, tapi karena kegirangan kedatangan tamu. Kami baru dipindahkan atau rotasi untuk menjaga pulau ini pada Senin (17/1/2016). Jadi mungkin anggota masih terkejut hidup di pulau pelosok yang jauh dari kehidupan manusia, begitu mendapat tamu, seperti ada suasana baru," katanya.
Ia menuturkan aktifitas mereka yang jauh dari teknologi seperti listrik yang hanya didapatkan di jam-jam tertentu saat malam, hingga jaringan telepon yang sulit didapat membuat mereka senang mendapat kawan bicara.
Belasan wisatawan menyaksikan penyu keluar dari persembunyian pada dini hari di Pulau Berhala di Kabupaten Serdang Bedagai, Sumut. (Tribun Medan/Silfa)
"Di sini aktifitasnya ya gini-gini aja, apel dan keliling pantau pulau. Yang dilihat pun yang laut, hutan dan penyu lah teman kami, " katanya.
Sementara itu, Rifan, marinir, menuturkan kerelaannya bertugas jauh dari istri dan anaknya yang baru berusia beberapa bulan.
"Risikonya mau bersuamikan marinir. Saya pun begitu harus kuat dan tahan jauh dari mereka. Kalau mau dengar suara mereka saja harus ke bukit dulu, ada pondok navigasi yang memiliki jaringan telepon. Itu pun harus antre dengan anggota Marinir lainnya yang juga mau menelepon keluarga dan pacar atau teman," katanya.
Menurutnya, dari 34 marinir yang ditugaskan di Pulau Berhala, baru 7 orang yang sudah menikah. Sisanya masih lajang.
Jauh dari keluarga dan kehidupan bersosial antar masyarakat merupakan bagian dari resiko menjadi angkatan laut.
Tapi, itupun mereka tampak mengemban tugas dengan gembira dan disiplin.
Walaupun sang komandan pun baru berusia 25 tahun, bahkan lebih banyak anggota yang berusia di atas komandan, tapi anggota tampak patuh dan disiplin melakukan arahan dan perintah atasannya tersebut.
Suasana gotong royong para marinir membuat api unggun untuk menerangi malam saat harus menghemat lampu listrik, mencari kayu, dan mengisi kekosongan untuk berkumpul pun membuat wisatawan tampak nyaman berbaur dengan mareka.
Rata-rata usia para marinir masih muda alias kisaran 25 hingga 30 tahun.
Listrik di Pulau Berhala hanya hidup di malam hari, itupun jam tertentu saja agar menghemat listrik.
Misalnya hidup pukul 19.00 hingga 21.00 maka dimatikan pada pukul 21.05 untuk dihidupkan kembali pada pukul 03.00 dini hari.
Tujuannya agar listrik dari pasokan solar solnya tidak cepat habis di jam-jam yang dibutuhkan.
"Kalau jam 19.00 sampai jam 21.00 kan jam sibuk. Ada yang mau makan, charger hp dan menghidupkan tip untuk mendengarkan musik. Kalau jam tidur ya buang listriklah kalau dihidupkan juga. Karena daya listrik kita didapat dari solar sol yang menyerap energi panas matahari di pagi hingga siap sore, kadang kalau cuaca buruk energi sedikit, jadi harus berhemat," kata Rifan.
Jika melihat kehidupan rutinitas para marinir di pulau pasti membuat anda tertegun, ternyata sulit juga hidup jauh dari kehidupan kota.
Terlebih harus menetap 9 bulan di pulau tersebut sebelum di rotasi kembali ke tempat lain.
Sebagai pulau terluar Indonesia, Pulau Berhala memang dijaga oleh prajurit Marinir yang bertugas untuk memantau dan mengawasi sekitar lokasi serta perairan di kawasan Berhala.
Pulau ini juga memiliki nilai historis.
Ada cerita rakyat yang menuturkan muasal nama Berhala diberi karena konon Putri Hijau dari Kerajaan Deli (Melayu) diculik dan dibawa oleh pangeran entah berantah yang kemudian diselamatkan oleh adiknya Putri Hijau yang berwujud naga.
Pulau Berhala, menurut penduduk Serdang Bedagai adalah lokasi pemujaan (ritual) mistis, karena adik Putri Hijau yang menjelma menjadi naga berhasil mengalahkan pangeran jahat di pulau tersebut.
Cerita tersebutlah yang menjadi alasan pulau ini disebut Pulau Berhala.