Kacamata Raksasa, Sensasi Gerhana Matahari Total di Belitung
Indonesia sudah berada di pintu "cultural industry" atau "creative industry," kata Menpar Arief Yahya.
Editor: Toni Bramantoro
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia sudah berada di pintu "cultural industry" atau "creative industry," kata Menpar Arief Yahya.
Sudah melewati tiga gelombang, yang disebut Alfin Tofler dalam buku The Third Wave.
Yakni, gelombang agriculture, lalu manufacture, dan information technology. "Ke depan, kita akan memasuki era baru, era creative industry, era world community," sebut Arief Yahya, di Jakarta.
Dia mencontohkan, saat Gerhana Matahari Total (GMT) 2016 yang melintasi 12 provinsi di daratan Indonesia itu. Kemenpar memang mendorong semua daerah untuk membuat kreasi event, untuk dipromosikan ke seluruh penjuru dunia.
Ada satu yang super unik, yang mengusik MURI - Museum Rekor Dunia Indonesia pimpinan master piano Jaya Suprana yang juga pemilik industri Jamu Jago itu.
Ada-ada saja sensasi yang dibuat untuk mengundang perhatian publik. Salah satunya adalah membuat kacamata khusus untuk meneropong Gerhana Matahari Total (GMT).
Ya, bukan kacama biasa, yang dibuat dengan filter anti UV? Kacamata ini berukuran panjang 960 centimeter dan lebar 60 centimeter.
Ukuran "buto ijo" dan raksasa pemakan matahari, dalam mitologi Jawa. Karena itulah, Museum Rekor Indonesia (MURI) akan mencatat ide kreatif ini dalam rekor baru.
Ide gila ini berasal dari Komunitas Astronomi 'Imah Noong' yang notabene merupakan sekumpulan warga Kampung Areng Desa Wangunsari, Kecamatan Lembang, Jawa Barat. Ukurannya jumbo.
Dengan menggunakan satu bingkai, kacamata ini tetap didesain memiliki sembilan lubang. Dijamin aman, karena di setiap lubang dipasangi filter berbahan black polimer neutral density (ND)-5.
“Kacamatanya benar-benar jumbo. Kalau dibentangkan, kacamata raksasa ini bisa dipakai bersama-sama oleh 45 orang sekaligus. Sekarang kacamatanya sudah ada di Pantai Terentang, Bangka. Tinggal nunggu dipasang filternya," papar Kepala Dinas Pariwisata Bangka Belitung, Tajuddin, Senin (7/2).
Kacamata tak lazim itu ternyata sukses memikat minat wisawatawan mancanegara untuk berkunjung ke Pantai Terentang. Wisatawan Jepang, Malaysia, Tiongkok, Perancis dan negara Eropa sampai rela antre untuk mendekat ke kacamata jumbo tadi. Tidak sedikit dari mereka yang membubuhi tandatangannya. Sebagian lainnya, memilih berselfie di kacamata tersebut.
“Dari keterangan Komunitas Astronomi 'Imah Noong', pembuatan kacamata ini menghabiskan biaya sekitar Rp60 juta. Yang mahal bingkai kacamatanya yang menggunakan bahan akrilik. Filternya juga nggak murah karena bahannya mencapai Rp15 juta,” tutur Tajuddin.
Dari paparan Tajuddin, saat ini Komunitas Astronomi 'Imah Noong' tengah mengupayakan agar kacamata matahari terbesar ini tercatat dalam Museum Rekor Indonesia (MURI). Hal yang sangat wajar mengingat sampai saat ini belum pernah ada seorang pun yang pernah membuat kacamata sebesar itu.