Foto-foto dan Video Saat Ribuan Warga Padati Tugu Yogyakarta Saksikan Gerhana Matahari
Ribuan masyarakat memenuhi kawasan Tugu Pal Putih Yogyakarta untuk menyaksikan gerhana matahari, Rabu (9/3/2016).
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribun jogja, Hamim Thohari
TRIBUNNEWS.COM, YOGYAKARTA - Ribuan masyarakat memenuhi kawasan Tugu Pal Putih Yogyakarta untuk menyaksikan gerhana matahari, Rabu (9/3/2016).
Sejak pukul 05.30 kawasan Tugu Pal Putih telah mulai dipenuhi masyarakat yang ingin menyaksikan fenomena alam langka ini.
Walikota Yogyakarta Haryadi Suyuti juga hadir di kawasan ini berbaur dengan mayarakat menyaksikan gerhana.
Pemerintah Kota Yogyakarta, melalui Taman Pintar Yogyakarta, bersama BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika) DIY, dan sejumlah komunitas pecinta astronomi memusatkan pemantauan gerhana di area tersebut.
"Pagi ini kami menyediakan 7 buah teleskop yang bisa digunakan masyarakat untuk menyaksikan gerhana matahari," ujar Haryadi Suyuti.
Suasana jelang gerhana matahari di Yogyakarta. (Tribun Jogja/Hamim)
Lebih lanjut Haryadi mengatakan, fenomena alam ini harus disyukuri masyakarkat Yogyakarta karena cukup jarang terjadi, dan saat berlangsung cuaca Yogyakarta sangat mendukung.
Rabu pagi, cuaca Yogyakarta memang sangat cerah sehingga gerhana matahari di Yogyakarta yang mencapai 83 persen dapat dilihat dengan jelas.
Untuk melindungi mata dari bahaya sinar gerhana matahari, masyarakat membawa sejumlah benda.
Mulai dari kacamata khusus untuk menyaksikan gerhana, kaca las, kardus yang dilengkapi pinhole, hingga film rontgen.
Masyarakat dari beragam lapisan usia, hingga wisatawan asing tampak antusias mengamati gerhana.
Di lokasi ini juga tersedia sejumlah televisi yang disamabungkan dengan teleskop, sehingga masyarakat bisa beramai-ramai menyaksikan proses tertutupnya matahari oleh bulan secara aman dan jelas.
Suasana di Tugu Yogya. (Tribun Jogja/Hamim)
Haryadi mengatakan, seiring perkembangan zaman, gerhana matahari bukan lagi menjadi hal yang menakutkan.
"Pada tahun 1983 dulu, saya telah lulus SMA, tetapi pada saat itu saya tidak menyaksikan gerhana matahari. Saat itu gerhana adalah hal yang tidak boleh disaksikan, karena dianggap mampu membuat mata menjadi buta," ujar Haryadi.
Lebih lanjut dia menceritakan, suasana gerhana saat ini dan tahun 1983 jauh berbeda.
Dulu anak kecil dilarang keluar rumah, jalanan sepi, dan rumah-rumah ditutup rapat.
"Fenomena alam seperti harus dibarengi dengan penjelasan yang benar, agar bisa dinikmati oleh masyarakat dengan aman," jelasnya lagi.
Sementara itu, Kepala BMKG DIY Tony Agus Widjaja, mengatakan Yogyakarta mengalami puncak gerhana yang mencapai 84 persen pada pukul 07.23 dan berlangsung kurang lebih selama 2 menit.
Saat puncak gerhana matahari di Yogyakarta bentuknya seperti huruf C terbalik, dan suasana Yogyakarta seperti pada sore hari.
"Fenomena yang sama persis seperti ini akan berlangsung 300 tahun lagi di setiap kotanya. Maka gerhana kali ini cukup langka, terlebih di sejumlah wilayah Indonesia terjadi secara total," pungkasnya.(*)