Soto Djiancuk dari Bantul, Diberi Nama Aneh dan Unik Biar Cepat Tenar dan Laku?
Diberi nama aneh " Soto Djiancuk ", biar cepat terkenal dan laku?
Editor: Agung Budi Santoso
Laporan Reporter Tribun Jogja, Hamim Thohari
TRIBUNNEWS.COM, BANTUL - Salah satu strategi marketing ampuh untuk memasarkan kuliner adalah dengan memberinya nama aneh-aneh atau unik.
Satu contohnya adalah Soto Djiancuk di Bantul Yogyakarta.
Anda tahu artinya Djiancuk? Hahahaaa, kalau Anda orang Jawa pasti langsung tertawa ngakak karena pasti sudah tahu artinya.
Mohon maaf bagi yang tidak paham bahasa Jawa, 'Djiancuk' sebenarnya kata umpatan kasar khas Jawa.
Tapi justru karena nama unik ini, soto Djiancuk mudah dikenal dan cepat terkenal.
Nah, tentu Anda penasaran, rasanya kayak apa sih? Sebab kata Djiancuk itu dalam bahasa Jawa konotasinya adalah umpatan kasar.
Ketika anda mendenger kata "Djiancuk" pasti konotasi negatif yang akan ada di benak anda.
Memang kata tersebut adalah sebuah kata umpatan yang jamak diucapkan oleh masyarakat Jawa Timur.
Tetapi di Yogyakarta kata "Djiancuk" digunakan untuk nama sebuah warung soto khas Jawa Timur yang terletak di Jalan PGRI 2 No.59, Kasihan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Menurut Parjinah (52) pemilik warung soto Djiancuk penggunaan kata tersebut hanya sekedar untuk mengaskan bahwa soto yang ada di warung tersebut adalah benar-benar soto asli Jawa Timur.
Tempat Soto Djiancuk diracik (Tribun Jogja/ Hamim Tohari)
"Tidak ada maksud apa-apa, hanya guyonan agar masyaralat tahu, yang kami jual adalah soto asli Jawa Timur," ujarnya, Selasa (19/5).
Ia bertutur, warung soto Djiancuk telah ada sejak tahun 2000. Soto yang dijual adalah soto khas Jawa Timur, khususnya daerah Blitar.
Resep dari soto tersebut dia dapat dari nenek suaminya yang memang asli Blitar.
Hidangan soto Djiancuk terdiri dari nasi, potongan daging sapi, tauge segar, irisan tomat, keripik kentang, irisan telur rebus, dan disiram dengan kuah berwarna agak kecoklatan.
Rasa gurih dan segar dihasilkan dari soto yang menggunakan kuah dari kaldu sapi.
Kuah Coklat Gurih, Irisan Daging Lembut
Irisan dagingnya yang lembut, aroma merica yang kuat, tauge yang masih sangat segar, serta kuahnya yang coklat dan gurih ini memberi sensasi rasa yang kaya dari hidangan soto Djiancuk.
Bumbu rempahnyapun juga terasa, bahkan belum diberi tambahan seperti kecap, sambal, serta peresan jeruk nipis pun sudah mantap
Karena sedap, Soto Djiancuk ramai pembeli (Tribun Jogja/ Hamim Tohari)
Cara penyajiannya pun khas Jawa Timur, menggunakan mangkok berukuran kecil.
Dikatakan Parjinah, meskipun dia berjualan di Yogyakarta yang masyarakatnya cenderung lebih menggemari masakan bercita rasa manis, tetapi dia tidak memodifikasi resep soto khas Blitar tersebut.
"Semua sama persis apa yang diajarkan oleh nenek dari suami saya. Untuk mempertahankan kualitas hidangan, saya juga menggunakan bahan-bahan yang bagus, sperti daging. Saya hanya menggunakan daging yang bagus, salain rasanya agar tetap terjaga, saya juga ingin menjaga kesehatan para pelanggan," ujarnya.
Satu-satunya Soto Khas Blitar di Jogja
Setiap harinya warung soto tersebut buka dari pukul 08.00 hingga 18.00. Dalam sehari Parjinah menghabiskan 4 kilogram daging sapi.
Menurutnya, warung soto Djiancuk adalah satu-satunya tempat yang menjual soto khas Blitar di Yogyakarta.
Untuk satu porsi soto dihargai Rp.10 ribu. Terdapat beberapa kudapan pendamping, seperti tempe goreng dan kerupuk yang dihargai Rp.1000, sate ayam dan sate keong dengan harga Rp.2 ribu.
Untuk minuman, tersedia wedang tomat, wedang asem, teh, dan jeruk yang kesemuannya dibanderol dengan harga Rp.2500.
Tidak hanya namanya saja yang unik, konsep warungnya pun cukup unik dan nyentrik.
Bangunannya seperti rumah “setengah jadi” dengan dinding batu bata kasar, dan banyak ornamen kayu-kayuan.
Masuk ke bagian dalam anda akan lebih takjub dengan interior yang nyeni di warung ini.
Pilihan makan bisa di meja kursi yang tersedia atau di bagian samping ruang utama yang berupa saung bambu beralaskan papan kayu dan tikar, atau di bagian teras depan, duduk di lesehan bambu.
Ada sedikit sentuhan vintage yang njawani sebagai “hiasan rumah”, sepeda onthel tua, jejeran gerabah, juga poster-poster lawas.
Sentuhan nyentrik tersebut tidak terlepas dari sentuhan Widodo yang merupakan suami Parjinah. Widodo adalah seorang seniman lukis lulusan Intitut Seni Indonesia Yogyakarta.
Secara persis, Soto Djiancuk terletak sekitar 600 meter arah Barat Kampus IKIP PGRI Yogyakarta.
Tidak ada angkutan umum menuju kawasan tersebut dari pusat kota Yogyakarta.
Anda bisa menggunakan kendaraan pribadi ataupun menggunakan jasa taksi.