5 Gudeg Paling Terkenal dan Enak di Yogyakarta
Berikut adalah lima gudeg yang wajib anda cicipi saat berada di Yogyakarta
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribun Jogja, Hamim Thohari
TRIBUNNEWS.COM, YOGYA - Gudeg, kuliner berbahan dasar gori (nangka muda) ini sudah menjadi ikon kuliner Yogyakarta.
Sangat mudah menemukan panganan yang satu ini di Yogyakarta.
Rasanya yang legit, gurih, dan pedas, menjadikan gudeg selalu diburu wisatawan, dan berikut adalah lima gudeg yang wajib anda cicipi saat berada di Yogyakarta
1. Gudeg Mbah Lindu
Adalah Mbah Lindu, nenek bertubuh kecil, yang setiap harinya berjualan gudeg di depan Hotel Grage Ramayana, jalan Sosrowijayan.
Kerutan kulit ditubuh sang nenek menggambarkan usianya.
"Saat ini usia saya sudah 96," ujar nenek yang memiliki nama asli Setyo Utomo tersebut.
Karena usianya yang telah mencapai 96 tahun, banyak pihak mengatakan bahwa Mbah Lindu adalah penjual gudeg tertua di Yogyakarta.
Usia tidak menjadi penghalang bagi Mbah Lindu untuk tetap berjualan gudeg. Setiap harinya nenek 15 cucu tersebut berjualan dari jam 05.00 pagi hingga 10.00 pagi.
Mbah Lindu tidak ingat secara pasti sudah berapa lama berjualan gudeg.
Tetapi dia menceritakan telah berjualan sejak sebelum memiliki suami, saat kolonial Belanda masih menduduki wilayah Indonesia.
Dan dari dulu hingga saat ini lokasi jualannya pun tetap sama.
Gudeg yang dijual oleh Mbok Lindu adalah jenis basah, dengan citrasa yang tidak terlalu manis seperti kebanyakan gudeg.
Sambal goreng kreceknya memiliki citarasa cukup pedas dengan taburan cabai rawit di atasnya yang sangat pas menjadi pendamping gudeg.
Pengunjung bisa menikmati gudeg tersebut menggunakan nasi atau pun bubur sesuai dengan selera.
Satu porsi nasi gudeg racikan Mbah Lindu ini dapat anda nikmati mulai dari Rp. 15 ribu hingga Rp. 25 ribu.
2. Gudeg Bu Niek
Gudeg menjadi salah satu menu sarapan favorit masyarakat Yogyakarta.
Jika anda ingin sarapan gudeg yang lezat dan murah di Yogyakarta, anda bisa datang ke Gudeg Bu Niek yang berada di pasar Kluwih, Suryoputran, Kelurahan Panembahan, Kecamatan Keraton.
Sebagian besar gudeg yang dijual pagi untuk sarapan adalah gudeg basah, termasuk gudeg Bu Niek ini.
Niek Sumilartini (53) setiap harinya berjualan gudeg hanya menggunakan gerobak sederhana.
Satu porsi gudeg berisikan nasi, gudeg, sambal goreng krecek, areh, tahu dan lauk.
Gurihnya areh (kuah santan kental), legitnya gudeg, berpadu pas dengan pedasnya sambal goreng krecek.
Untuk lauknya sendiri ada beberapa pilihan, seperti ayam, ayam suir, telur.
Ayam yang digunakan Bu Niek adalah ayam kampung yang memiliki rasa lebih gurih. Meskipun menggunakan ayam kampung, tetapi dagingnya sangat empuk.
"Untuk lauk ayam ada beberapa pilihan bagian, yakni gending, tepong, mentok, kepala, sayap, paha," ujar Bu Niek.
Gudeg Bu Niek menjadi pilihan sarapan lezat dengan harga yang sangat ramah.
Satu porsi nasi gudeg suwir ayam, harganya hanya Rp. 8 ribu, gudeg telur Rp. 7 ribu, gudeg suir dan telur hanya Rp. 10 ribu.
Sedang untuk nasi gudeg gending dan mentok Rp. 24 ribu per porsi.
Selain nasi ada juga pilihan bubur untuk menyantap gudeg.
3. Gudeg Mercon Bu Tinah
Jika selama ini gudeg dikenal dengan rasanya yang manis, maka gudeg di sini memiliki rasa yang super pedas hingga dijuluki Gudeg Mercon.
Adalah Ngatinah, yang telah berjualan Gudeg Mercon sejak tahun 1992 yang lalu, sehingga gudeg tersebut di kenal dengan nama Gudeng Mercon Bu Tinah.
Ingin menjual gudeg yang rasanya berbeda dengan gudeg kebanyakan adalah alasan Tinah membuat gudeg dengan rasa yang sangat pedas.
"Kan dimana-mana orang berjualan gudeg rasanya manis, dan tidak semua orang seneng makanan manis, maka kepikiran membuat gudeg yang rasanya pedas," ujar Parni, anak dari Tinah saat ditemui di tempat berjualan gudeg.
Seperti kebanyakan gudeg, seporsi gudeg mercon berisikan nasi, gudeg (nangka), areh (santan kental), dan sayur tempe beserta krecek.
Yang membedakannya dengan gudeg kebanyakan adalah sayur kreceknya yang super pedas.
Ketika mencicipi menu ini, rasa pedas akan langsung menyambar di mulut.
Setiap harinya, mulai dari jam 09.00 malam hingga pagi menjelang Parni maupun Ngatinah berjualan di lapak sederhana yang berada di pinggir jalan.
Pengunjung disediakan tikar yang digelar di atas trotoar sebagai alas duduk menikmati gudeg Mercon.
Tetapi karena selalu ramai di datangi pembeli, sering kali jam 01.00 malam, dagangannya sudah habis.
4. Gudeg Bu Djoyo
Gudeg Bu Djoyo ini telah ada sejak zaman pendudukan Jepang di Indonesia.
Saat ini yang meneruskan usaha ini adalah Mulyani (39) yang merupakan generasi ketiga.
"Berjualan gudeg ini telah dimulai sejak simbah dulu. Simbah yang bernama Mbah Karyo berjualan gudeg sejak zaman pendudukan Jepang di Indonesia," ungkap Yani menceritakan.
Kemudian usaha tersebut diteruskan oleh ibunya yang bernama Bu Djoyo.
Dengan nama Bu Djoyo tersebutlah kemudian gudeg yang satu ini dikenal luas masyarakat Yogyakarta.
Sebelum menetap di lokasinya yang sekarang, gudeg ini dijajakan di beberapa tempat, seperti di pasar Sentul, Gedongkuning, hingga depan Puskesmas Umbulharjo.
Gudeg yang dijual di warung Bu Djoyo ini adalah jenis gudeg basah dengan citarasa dominan gurih dan tidak terlalu legit.
Pembeli bisa memilih aneka lauk, seperti telur, tahu, daging ayam, dan ati ampela.
Beragam lauk tersebut membuat citarasa gudeg semakin nendang.
"Untuk ayam nya kami menggunakan ayam kampung, agar rasanya lebih gurih," tambah Yani.
Untuk masalah harga, pengunjung tidak perlu khawatir, karena nasi gudeg dengan lauk telur, dapat anda santap hanya dengan Rp.9 ribu. Sedang nasi gudeg suir ayam hanya Rp.10 ribu.
5. Gudeg Manggar
Sebagian besar masyarakat mengetahui bahwa gudeg terbuat dari nangka muda.
Tetapi tidak hanya nangka muda atau gori yang bisa diolah menjadi gudeg.
Jika anda ingin mencicipi gudeg yang berbahan baku selain gori, bisa datang ke warung Gudeg Bu Seneng yang berada di Dusun Mangiran, Desa Trimurti, Kecamatan Srandakan, Kabupaten Bantul, atau tepatnya di depan Pasar Mangiran.
Di warung ini pengunjung bisa mendapatkan gudeg yang cukup langka, yakni gudeg manggar.
Sesuai dengan namannya, gudeg ini terbuat dari manggar atau bunga kelapa yang masih muda.
Meskipun terdengar tidak lazim, tetapi manggar telah dikenal sebagai bahan baku pembuatan gudeg sejak lama bahkan tercatat dalam Serat Centhini jilid IV.
Diungkapkan Bu Seneng, dirinya mulai berjualan gudeg manggar sejak tahun 80-an.
“Awalnya yang berjualan nasi adalah ibu saya. Tetapi dulu orang tua belum berjualan gudeg manggar, hanya nasi sayur. Kemudian pada tahun 80-an saya mulai mencoba membuat gudeg manggar,” ujar Bu Seneng.
Diungkapkan ibu tiga orang anak tersebut, untuk membuat gudeg manggar proses dan bumbunya hampir sama dengan gudeg gori.
Selain itu, gudeg racikan Bu Seneng ini gurih tidak terlalu manis.
Tambahan sambal terasi, membuat rasanya semakin kaya dan nendang. Meskipun bahan baku manggar cukup sulit didapat, tetapi harga yang dipatok Bu Seneng cukup terjangkau.
Satu porsi nasi gudeg dengan lauk telor, dapat dinikmati hanya dengan Rp.10 ribu.
Sedang untuk nasi gudeg ayam harganya antara Rp.15 ribu hingga Rp.20 ribu. Karena memiliki rasa yang khas dan istimewa, pesanan juga banyak diterima Bu Seneng.(*)