Gendon Cafe dan Sate Mbah Margo, Wisata Kuliner Jogja Kemringet
Dulu, zaman transportasi masih tradisional istilah Jogja Kemringet sangat populer.
Penulis: Gusti Sawabi
Tribunnews.com - Dulu, zaman transportasi masih tradisional istilah Jogja Kemringet sangat populer.
Istilah itu untuk menyebut suatu tempat yang jauh dari pusat kota, sehingga untuk menuju ke tempat itu perlu mengayuh sepeda hingga keringetan.
Tengkleng Mbah Margo. (Tribunnews/Gusti Sawabi)
Meski sekarang sudah menggunakan transportasi moderen, namun tidak jarang istilah itu masih disebut.
Meski hanya sekadar untuk bercanda.
Modernisasi dalam segala hal seolah sudah menyirnakan soal jarak dan waktu tempuh. Begitu juga dengan
perilaku, gaya hidup dan lain sebagainya. Nyaris tidak ada bedanya antara kota dan pedesaan.
Tulisan ini akan memberikan sedikit gambaran tentang betapa modernisasi kuliner sudah merambah pedesaan.
Kafe, dulu hanya ada di pusat kota, atau setidaknya pinggiran kota. Namun, kini sangatlah gampang
mencari kafe di luar kota, bahkan di puncak gunung sekalipun ada.
Berbicara tentang tata menu, penyajian, dan penampilan, kafe di pedesaan juga tidak mau kalah dengan
kafe-kafe di kota. Di ujung barat Jl Godean, Yogyakarta ada berdiri beberapa kafe yang biasa buka hingga larut
malam. Begitu juga di pinggiran Jl Sentolo-Muntilan yang ada di Kulonprogo, tidak terlalu sulit mencari
tempat santai sejenak.
Namun begitu, ada juga makanan 'tradisional'. Di seputaran lokasi itu bisa mudah didapat. Dari ayam
bakar, pecel lele, angkringan, hingga sate kambing. Yang sangat legendaris di Jl Sentolo-Muntilan, salah
satunya sate kambing Mbah Margo. Terletak di dusun Boto, kecamatan Nanggulan, Sate Mbah Margo nyaris
tidak pernah sepi dari pengunjung.
Tidak ada beda dengan sajian menu di warung sate lain, Sate Mbah Margo menyediakan sate kambing, gulai,
tomgseng, dan tengkleng. Bahkan jika beruntung, pengunjung masih bisa menikmati sajian tongseng kepala
kambing.
Jika di kota, nasi sudah disediakana per porsi dalam piring. Tapi di pedesaan, nasi disediakan dalam
bakul. Menurut salah satu pelayan di warung tersebut, dengan cara seperti itu, konsumen bisa menakar
sendiri berapa banyak nasi yang akan dimakan. "Kalau ditaruh di piring kadang ada yang nggak habis,
sayang kan?" katanya.
Makan di Mbah Margo terbilang masih murah. Rp 25 ribu sepiring tengkleng termasuk nasi bebas mengambil
dan segelas es teh manis.
Gendon Kafe
Bagaimana dengan minuman? Tidak usah jauh-jauh, tak jauh dari warung Sate Mbah Margo ada Gendon Kafe.
Dikelola anak muda dan memang menyasar konsumen dari kalangan muda. Gendon Kafe menyediakan aneka
minuman dari bahan baku buah, susu murni, dan kopi.
"Saya ada kopi dari berbagai daerah di Indonesia. Flores, Lampung, Toraja, dan dari beberapa sentra kopi
di Jawa," kata Petrick Yuniarta, pemilik sekaligus tukang seduh kopi di Gendon Cafe.
Terletak di Jl Godean Km 18, dusun Sembuha, Kecamatan Minggir, Sleman, dulu terkesan jauh dari kota. "Tapi sekarang soal jarak sudah tidak ada
masalah. Oleh karena itu Gendon Kafe buka hingga dini hari, untuk memberi kesempatan mereka yang
rumahnya jauh dari sini," kata Petrick.
Di Gendon Cafe, minuman yang disajikan sungguh mengejutkan. Meski di pedusunan, sajiannya tidak kalah
dengan kafe di kota. "Ya sebisanya. Saya usahakan tidak kalah dengan kawan-kawan di kota. Soal harga,
saya jamin lebih murah."
Salah satu ramuan Petrick yang menjadi unggulan, Ice Capucino. "Nggak tahu, paling banyak peminatnya."
Menu-menu minuman yang tersedia di Gendon Cafe: aple colour, Tea Buble, Lemon Soda, Tropical fruid ruby,
Caramel Blend Coffe, Rempah Blue Soda. "Ini kreasi saya sendiri, kalau mungkin kebetulan di tempat lain
ada ya saya nggak tahu," katanya.
Meski begitu, Petrick juga menyediakan makanan-makanan berat. Rica-rica lele, ayam, ayam goreng bakar,
nasi goreng hingga mie rebus saya sediakan. Soalnya yang datang ke sini kawan-kawan dari jauh-jauh,
meski yang dekat juga banyak," katanya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.