Balthek Alias Balung Kethek, Camilan Khas Solo yang Nyaris Punah
Renyah gurih, sensasi itu yang bakal pertama kali terasa lidah ketika menikmati salah satu camilan khas Solo, balung kethek.
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan TribunSolo.com, Imam Saputro
TRIBUNNEWS.COM, SOLO - Renyah gurih, sensasi itu yang bakal pertama kali terasa lidah ketika menikmati salah satu camilan khas Solo, balung kethek.
Balung kethek adalah bahasa Jawa yang artinya tulang monyet, sebenarnya istilah lain dari keripik singkong.
Balthek. (Tribunsolo.com/Imam Saputro)
Entah apa awal mulanya sampai disebut dengan balung kethek.
Konon , disebut balung lantaran digigit keras seperti tulang (balung) dan bisa bikin kita meringis atau nyengir dan menampakkan gigi seperti kethek atau monyet.
“Orang jawa itu dalam menamakan sesuatu pasti mengacu atau mengumpamakan dengan hal-hal yang dilihat.” terang Heri Priyatmoko, sejarawan muda kota Solo.
Camilan ini sudah hampir hilang sebenarnya, tak banyak lagi orang yang membikin camilan khas satu ini.
Hal inilah yang menginspirasi Shinta Juniarti untuk membuat balung kethek dengan kreasi kekinian.
Dahulu balung kethe yang biasanya dibuat dari sisa-sisa rebusan ketela, kini diseriusi wanita 24 tahun ini.
Balung kethek yang dahulu keras dan hanya berasa manis, kini dirubah wujudnya menjadi camilan yang beraneka rasa.
Shinta mengandalkan pemilihan bahan baku agar balthek-singkatan dari balung kethek- buatannya bisa lebih empuk, dan gurih meski tanpa bumbu.
Dipilihlah singkong mentega untuk bahan bakunya, singkong yang khusus didatangkan dari Boyolali ini terbukti bisa menjadikan baltheknya lebih empuk dan lebih gurih.
Singkong mentega yang sudah dikupas kemudian dikukus setelah sebelumnya dibersihkan terlebih dahulu.
Kemudian singkong dipotong-potong tipis, dan langsung digoreng tanpa melalui proses penjemuran untuk menjaga kebersihan balthek itu sendiri.
Setelah digorang, balthek akan dikemas sesuai rasa yang diberikan setelah proses penggorengan.
Bumbu diberikan dengan takaran khusus, tentu saja dengan bumbu pilihan yang terjamin kualitasnya.
Ada beberapa rasa yang ditawarkan balthek buatan Shinta ini.
Mulai rasa jagung manis yang menjadi best seller, rasa balado, rasa ayam bakar, rasa gurih, rasa pedas, rasa keju dan tentu saja rasa manis dan pedas sebagai rasa asli dari balthek itu sendiri.
Semua itu dikemas dalam kemasan tabung seberat 100 gr dengan harga Rp10.000, kemasan bantal 130 gr seharga Rp11.000, dan yang paling besar Rp13.000 dalam kemasan standing 150gr .
“Biasanya untuk produksi itu perbandingannya 4:1, 4 kilogram singkong mentega jadi 1 kg balthek jadi,” terang Shinta kala ditemui Selasa(17/5/2016).
Balthek juga dapat ditemui di night market Ngarsopuro tiap Sabtu malam dan Minggu pagi di car free day di Sriwedari Utara dan juga di toko oleh-oleh di Solo.
Selain itu balthek juga sudah merambah Bali, Jakarta, Bandung dan Semarang.
Meski camilan sederhana, balthek sudah mendapatkan lisensi halal dari MUI dan ijin usaha dari BPPOM, sehingga kualitas dari balthek bisa terkontrol dengan baik.
Sekarang bisa didapatkan lagi dengan mudah cemilan nostalgia dengan rasa kekinian. (*)