Menjajal Kereta Peluru THSR di Taiwan, 'Adik' Shinkansen Seri 700 di Jepang
THSR ini bisa disebut Shinkansen-nya Taiwan karena memang set keretanya dibuat berdasarkan model Shinkansen seri 700.
Penulis: Ravianto
TRIBUNJABAR.ID, TAIPEI CITY - Taiwan dikenal memiliki jaringan transportasi yang rapi dan hampir sebagian besar kotanya dapat dijangkau menggunakan MRT.
Selain MRT, yang bisa dibanggakan oleh pemerintah Taiwan tentunya shinkansen mereka, yakni THSR atau Taiwan High Speed Rail.
THSR ini bisa disebut Shinkansen-nya Taiwan karena memang set keretanya dibuat berdasarkan model Shinkansen seri 700.
Shinkansen seri 700 ini digunakan untuk Shinkansen Nozmoi, Hikari dan Kodama di Jepang.
Sedangkan di Taiwan, seri ini digunakan untuk THSR 700T.
THSR 700T ini merupakan kereta peluru pertama yang menggunakan teknologi Shinkansen.
Jadi tak berlebihan bila THSR ini disebut adiknya Shinkansen.
Jalur THSR ini hanya satu, membentang dari Taiwan Utara atau Taipei City sampai dengan Taiwan Selatan atau Zuoying di Kaohsiung sepanjang 345km.
Taipei City dan Kaohsiung merupakan dua kota terbesar di Taiwan.
Jalur tersebut melewati 12 stasiun, dari Nangang, Taipei, Banqiao, Taoyuan, Hsinchu, Miaoli, Taichung, Changhua, Yunlin, Chiayi, Tainan dan berakhir di Zuoying.
Tribunnews menjajal THSR dari Taoyuan-Zuoying, Zuoying-Taichung dan Taichung-Taipei City, akhir Februari silam.
Stasiun Taoyuan-Zouying ini berjarak sekitar 300km atau setara dengan jarak Stasiun Bandung-Stasiun Kroya/Stasiun Gambir-Stasiun Tegal.
Butuh waktu kurang dari 2 jam untuk menempuh jarak tersebut.
Bandingkan dengan Stasiun Gambir-Stasiun Tegal yang membutuhkan waktu tempuh sekitar 4 jam menggunakan Argo Bromo Anggrek.
Setelah mendapatkan tiket di stasiun Taoyuan untuk jadwal perjalanan jam 09:43, saya pun bersiap menunggu di Platform 2, di mana kereta berada.
Oiya, harga tiket dari Stasiun Taoyuan menuju Zuoying di Kaohsiung ini adalah 1.195 dolar Taiwan atau setara 550 ribu rupiah.
Harga ini sama antara yang beli sebelum hari keberangkatan dan hari H keberangkatan.
Bedanya, kalau sebelum hari keberangkatan kita duduk sesuai nomor, kalau pas hari H, kita boleh bebas memilih tempat.
Tapi, aturan tiket tempat duduk bebas ini hanya berlaku untuk tiga kereta, yakni kereta 10,11, dan 12.
Masuk kereta, konfigurasi tempat duduk ternyata berbeda dengan kereta di Indonesia yang 2-2 alias 2 kanan dan 2 kiri.
THSR memiliki konfigurasi kursi 2-3, sama seperti shinkansen di Jepang.
Interior di THSR mengingatkan kita pada interior di pesawat berbiaya murah.
Bedanya, jarak antar-kursi terlihat lebih lega.
Di setiap kursi juga dilengkapi dengan meja lipat. Namun, meja lipat ini terletak di punggung kursi di depannya, diletakkan bersama brosur mengenai kereta.
THSR, yang memiliki 12 rangkaian hanya memiliki satu toilet, yakni di bagian depan atau belakang.
Meski demikian, kebersihannya terjaga sehingga penumpang merasa nyaman saat akan buang air.
Di sepanjang perjalanan, awak kereta juga menjajakan makanan ringan maupun minuman, persis seperti di kereta-kereta Indonesia.
Merasakan jalannya kereta, terasa benar perbedaan kereta peluru dengan kereta api biasa.
Meski melaju kencang sampai 300km/jam, kereta tak terasa bergoncang.
Suara jeglek-jeglek yang biasa kita dengar saat roda melewati celah antar-rel juga sama sekali tak terdengar, mulus sekali.
Suara yang cukup terdengar mungkin adalah suara wuuuungg saat mesin THSR menderu meski juga tak terlalu mengganggu.
Jadi, sudah siap mencoba kereta cepat rasa shinkansen di Taiwan?