Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Hebat Luar Biasa Pak Taufiq Kiemas
Memperbicangkan mendiang Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) HM Taufiq Kiemas tidak ada habisnya.
Editor: Rachmat Hidayat
Oleh pengajar Komunikasi Politik Univeristas Indonesia Politik Ari Junaedi
TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA--Memperbicangkan mendiang Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) HM Taufiq Kiemas tidak ada habisnya. Selain sikap pemurahnya kepada siapa saja, ternyata Pak TK - demikian suami Presiden RI ke V Megawati Soekarnoputeri biasa dipanggil - ternyata juga "konyol" sekaligus lucu.
Dibalik pernyataan-pernyataan politik yang dianggap membingungkan. Bahkan, dinilai oleh masyarakat bertentangan dengan istrinya, Pak TK juga menyimpan segudang kenangan bagi orang-orang yang mengenal dekat dengannya.
Pengajar komunikasi politik di Departemen Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Indonesia (FISIP UI) Ari Junaedi mengaku memiliki kenangan yang sulit dilupakan bersama pendiri Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini.
"Pak TK itu orangnya unik, dia hafal luar biasa dengan orang yang dikenalnya. Saya kenal Pak TK sejak tahun 1997 ketika saya bekerja sebagai reporter di bagian News Indosiar. Kebetulan sejak saya kuliah di UI tahun 1986, jiwa saya memang antipati dengan rezim Orde Baru sehingga begitu berkenalan dengan pak TK, saya merasa klop.
Saya sebenarnya lebih dekat dengan Bu Megawati mengingat banyak berinteraksi langsung dengannya. Ketika tahun 1997 banyak media televisi tidak dekat dengan Kebagusan, saya alhamdulillah diterima oleh Bu Mega dan Pak TK. Bahkan Indosiar terutama saya di era 1997- 2001 dianggap sebagai anteknya Megawati karena kerap menyiarkan berita-berita soal Mega dan PDI sementara televisi lain "tiarap" untuk menghindari tekanan Orde Baru.
Mungkin ini karena saya nekad ingin mewawancarai Bu Mega, hingga saya rela menunggu berhari-hari bahkan mengikuti kemana Megawati pergi. Sejak kasus penyerbuan markas DPP PDI di Jalan Diponegoro, memang Megawati merasa banyak media tidak memberitakan porsi berita yang berimbang. Berkat pak TK lah saya akhirnya mendapat akses eksklusif ke Megawati.
Kedekatan saya dengan TK memang memiliki dimensi persahabatan yang unik sekaligus membanggakan. Saya kerap diajak berpergian oleh TK dan Mega ke mancanegara seperti India, Singapore, Malaysia, Arab Saudi, Korea Selatan, Korea Utara, dan China. Untuk dalam negeri, hampir sepanjang tahun 2004 hingga 2010, sudah mengunjungi hampir seluruh pelosok tanah air.
Terlebih lagi sejak saya memutuskan keluar dari Lativi - stasiun televisi milik Abdul Latief yang kini berubah menjadi TVOne - tahun 2003, kian "rapat" dengan Mega dan TK. Bahkan atas peran TK pula, saya dipercaya menjadi Staf Khusus Megawati enam bulan sebelum lengser dari RI-1 hingga pertengahan 2010 lalu.
Berbeda dengan politisi lain yang hanya mau mengenal saya ketika berprofesi sebagai pekerja pers, Pak TK justru sebaliknya. Pak TK membalas pesan pendek yang saya kirimkan tentang keinginan saya bekerja membantu Presiden. Hebat betul Pak TK, walau beristrikan Presiden, beliau mau menerima saya bahkan menempatkan saya sebagai staf inti Bu Mega.
Bahkan, saya ditantang untuk terus berkuliah lagi hingga khatam - demikian kata TK - untuk meraih gelar S2 di UI dan S3 di Unpad. Saat ke luar negeri pun, saya dipaksa beli buku diktat, katanya agar saya tambah pintar. TK sangat mengharapkan kepada saya, kelak bisa menjadi Profesor. TK tahu kalau saya tidak berminat di politik praktis dan pasti menolak kalau ditawari menjadi anggota DPR,"kata Ari sembari menerawang.
Salah satu "keusilan" TK adalah memaksa saya membeli sepatu baru di Singapore pada waktu hari menjelang fajar. Padahal pertokoan di kawasan niaga Orchard Road biasa buka toko jam 10 pagi.
Terus terang saja saya yang jarang ke luar negeri waktu itu nurut dan mau saja memenuhi permintaan Pak TK. Rupanya Pak TK ingin anggota rombongannya berbusana rapi dan tidak malu-maluin. Akibatnya, saya terpaksa nungguin buka toko sejak jam 6 pagi hingga jam buka. Pesan TK jelas, pilih sepatu terbaik dan tunjukkan ke dia.
Persis kayak peragawan berputar-putar di depan Pak TK begitu sampai hotel tempat kami menginap. Pak TK tertawa-tawa melihat cerita saya menunggu toko buka. Habis kata Pak TK, jam buka toko sepatu di Singapore pagi sekali karena cepat habis diborong orang Indonesia.
Saya kurang sepakat kalau dikatakan almarhum selalu "berseberangan" dengan Megawati dalam setiap moment politik. Justru bagi saya keduanya saling melengkapi bahkan menjadi ikatan chemistry yang sulit dipisahkan.
Harus diakui, makna verbalisme politik TK kadang sulit dipahami publik. Zig zag politik TK baru bisa dicerna seiring dengan berjalannya waktu. Salah satu otentisitas pemikiran TK adalah tetap lestarinya empat pilar kebangsaan.
Disinilah kita baru bisa memahami makna relevansi cita-cita Pak TK dengan problem kekinian berbangsa dan bernegara,.Yakni, pentingnya pemahaman dan pengamalan Pancasila secara utuh. Selamat jalan Pak Taufiq Kiemas.