Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Seknas Jokowi: Hatta Rajasa Utamakan Jargona Besar JK Realistis
Hatta Rajasa tidak mau kalah dengan capresnya Prabowo Subianto, mengutamakan jargon-jargon besar dan mengabaikan detail yang jelas dan realistis.
Editor: Rachmat Hidayat
Oleh Don K Marut, anggota tim pakar Seknas JOKOWI
TRIBUNNEWS.COM - Dalam debat antara cawapres Hatta Rajasa dan Jusuf Kalla semalam, kelihatannya Hatta Rajasa tidak mau kalah dengan capresnya Prabowo Subianto, mengutamakan jargon-jargon besar dan mengabaikan detail yang jelas dan realistis.
Hatta, misalnya, memprogramkan pendidikan yang inklusif dan berkeadilan, tetapi ketika moderator bertanya bagaimana pendidikan inklusif itu dijalankan tidak dijawabnya dengan jelas.
Istilah “inklusif” sekarang ini sedang trendy, tetapi hanya menjadi jargon politik. Bagaimana anak-anak dari penduduk miskin dan minoritas yang memiliki kemampuan tetap dieksklusi dari sekolah-sekolah yang dijalankan oleh pemerintah.
Sistem jatah berdasarkan kemampuan membayar dan latar belakang suku dan agama dan diffeabilitas masih menjadi praktek utama selama ini di sekolah-sekolah pemerintah. Demikian pula dari aspek sebara geografis ketersediaan sekolah-sekolah negeri. Seharusnya inklusivitas pendidikan itu ditekankan pada aspek ini.
Ketika ditanya tentang apa yang salah dengan keadaan sekarang di mana Indonesia menjadi pasar teknologi asing dan bagaimana mengatasinya, Hatta masih berputar-putar pada rencana pembangunan pusat-pusat inovasi, padahal dia berpengalaman menjadi Menteri Riset dan Teknologi dan Kepala BPPT.
Mengapa selama menjadi Menteri Riset dan Teknologi dan Kepala BPPT rencana-rencana itu tidak dijalankan?
Jusuf Kalla mempunyai rencana yang lebih realistis, yakni selain mensinergikan perguruan tinggi, pusat-pusat riset milik negara dan swasta dan industri, Kalla juga memberi jalan agar industri asing yang investasi di dalam negeri juga disyaratkan untuk melakukan transfer teknologi atau mengatur industri asing untuk tidak mengimpor teknologi dari luar.
Hatta Rajasa bertanya kepada Jusuf Kalla tentang apa yang menjadi prioritas untuk meningkatkan Global Competitiveness Index. Jusuf Kalla menjawab bahwa yang diutamakan adalah percepatan ijin usaha, sementara Hatta Rajasa mengutamakan infrastruktur dasar.
Kalau membuka laporan Global Competitive Index 2013 – 2014 yang dipublikasikan oleh World Economic Forum, GCI Indonesia yang paling rendah adalah ijin usaha. Dari segi prosedur Indonesia berada pada urutan 104 dari 148 negara, sementara dari segi jumlah hari untuk mendapatkan ijin usaha Indonesia berada pada urutan 128 dari 148 negara.
Sementara untuk infrastruktur, Indonesia rata-rata berada di antara 80 – 90 dari 148 negara. Jika konsisten dengan pertanyaan Hatta Rajasa yang mengacu pada GCI, maka jawaban Jusuf Kalla tepat bahwa ijin usaha dari segi prosedur dan jumlah hari untuk mendapatkan ijin usaha itu lebih Hatta bertanya tentang sertifikasi guru kepada Jusuf Kalla.
Padahal, ini yang menjadi kampanye negative yang tersebar melalui pesan singkat (sms) ke guru-guru selama ini bahwa Jokowi-JK akan menghapus sertifikasi guru jika terpilih sebagai Presiden dan Wakil Presiden.
Pertanyaan ini bisa berarti mengklarifikasi atau mau menjebak Jusuf Kalla lebih jauh pada kampanye hitam yang tersebar selama ini.
Secara umum debat antara cawapres Hatta Rajasa dan cawapres Jusuf Kalla mencerminkan karakter dua cawapres tersebut, antara mengutamakan jargon-jargon besar (Hatta Rajasa) dan program-program yang rinci dan realistis realistis (Jusuf Kalla).