Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Mengapa Kita Perlu Shinkansen Buatan Jepang?

Jepang selalu melakukan penelitian sampai rinci sekali mengenai segala sesuatu yang akan dikerjakan pada sebuah proyek.

Editor: Dewi Agustina
zoom-in Mengapa Kita Perlu Shinkansen Buatan Jepang?
Koresponden Tribunnews.com/Richard Susilo
Kereta api super cepat Jepang Shinkansen. 

Oleh: Richard Susilo
Koordinator Japan Indonesia Economic Forum, berdomisili di Jepang selama 25 tahun

SABTU (25/4/2015) pagi saya membaca berita, Ketua Komisi VI DPR-RI Ahmad Hafidz Tohir mengomentari mengenai kereta peluru (Shinkansen). "Kelemahan Jepang, dia ini mau investasi kalau kita pakai teknologi mereka."

Benarkah demikian? Lalu beberapa hari lalu petinggi Badan Perencana Ekonomi Nasional (Bappenas) mengatakan di waktu lalu konsultan Jepang tidak melaporkan rinci masalah pipa Pertamina yang menghalangi Pelabuhan Cilamaya apabila dilakukan pembangunan pelabuhan di Cilamaya.

Pertama mengenai Jepang. Setahu saya, maaf kalau salah, Jepang selalu melakukan penelitian sampai rinci sekali mengenai segala sesuatu yang akan dikerjakan pada sebuah proyek. Sebuah proyek besar triliunan rupiah tanpa menyelidiki dan tanpa melaporkan rinci, apalagi adanya masalah pada sebuah pelabuhan besar nantinya, rasanya tidak masuk akal. Setelah dikonfirmasi ke pihak JICA (Badan Kerjasama Internasional Jepang), hal itu ternyata dibantah, tidak benar. Semua masalah sampai rinci telah disampaikan resmi kepada pemerintah Indonesia bahkan tertulis.

Kedua, setelah penelitian rinci, atau studi kelayakan, termasuk mengenai proyek Shinkansen, Jepang biasanya melihat produk yang akan digunakan. Shinkansen, asli buatan Jepang, telah memiliki pengalaman 50 tahun tanpa sekali pun mengalami kecelakaan. Apakah ini bukan prestasi yang hebat sekali? Sebuah kereta api dengan kecepatan sekitar 300 kilometer per jam, selama 50 tahun aman, nyaman, tak pernah ada kecelakaan. Bukti nyata yang tak bisa dibohongi atau dibuat-buat. Itulah produknya.

Setelah menguasai produknya sendiri, dan tahu sampai mendetil produknya, apalagi buatan sendiri, ditambah pengalaman 50 tahun, tentu keadaan di lapangan (Indonesia) dan segala kemungkinan diteliti pula sampai detil. Makan waktu berbulan-bulan untuk mengetahui lapangan proyek Shinkansen di Indonesia karena struktur tanah, lapangan, ketinggian, masalah sosialnya (bila kena gusur), dan segala macam faktor menjadi pertimbangan. Itulah yang dilakukan dalam penelitian oleh Jepang.

Terpenting lagi dalam pembangunan Shinkansen bagi Jepang adalah faktor keamanan. Inilah yang dilakukan Jepang sehingga bisa berhasil 50 tahun tanpa kecelakaan sekali pun. Nilai faktor keamanan ini sangat tinggi, tak bisa dinilai dengan mata uang mana pun, atau emas mana pun. Mengapa? Karena apabila kecelakaan, penumpangnya meninggal, apakah kita bisa membangkitkan kembali orang yang telah meninggal? Yang cedera, berarti sampai meninggal pun dia akan cedera, lalu siapa yang menanggung hidupnya sampai meninggal?
                  
Faktor keselamatan manusia menjadi prioritas utama bagi semua proyek yang dilakukan Jepang selama ini. Lalu apabila menyeleweng, ada korupsi sehingga kualitasnya rendah, uang selisih dipakai buat menyogok pejabat? Sanksinya masuk penjara seperti selama ini berlangsung di Jepang. Tak peduli rakyat paling bawah, tak peduli Perdana Menteri Jepang, kalau melakukan kesalahan pasti diadili dan terakhir masuk penjara. Itulah Jepang.

Berita Rekomendasi

Faktor keamanan inilah, dari semua hal yang ada di lapangan, menjadi patokan ukuran utama yang ada di kepala manusia Jepang. Mengapa? Karena dampaknya adalah kematian manusia kalau sampai kecelakaan kereta api cepat, dan jumlahnya tidak sedikit. Satu gerbong berisi sekitar 100 orang kali 10 gerbong berarti sekali jalan membawa 1.000 orang dengan kecepatan sekitar 300 kilometer per jam. Sekali kecelakaan berat meninggal 1.000 orang. Itu yang harus dibayar. Lalu, bayar pakai apa nyawa 1.000 orang tersebut?

Dengan demikian, bukanlah uang yang jadi pemikiran utama Jepang dalam setiap proyek Shinkansen. Setelah mengetahui resiko tersebut, barulah dihitung segi uang, pendanaan. Itulah sebabnya tidak murah menggunakan proyek Shinkansen dari Jepang, karena telah memikirkan sampai seribu satu kemungkinan yang mungkin terjadi apabila proyek kereta peluru dilakukan di Indonesia.

Penggunaan teknologi Jepang sendiri untuk membangun kereta Shinkansen di Indonesia, wajar dan masuk akal. Dibalik saja. Apabila kita menemukan teknologi, membuat sebuah produk, namun ada produk yang mirip pula dibuat orang lain. Kemudian kita diminta kerjakan proyek yang biasa kita geluti sendiri, tetapi kali ini dilakukan di negara lain,  dan diminta menggunakan produk orang lain yang mirip punya kita tersebut? Maukah kita kerjakan?

Orang Jepang menguasai teknologi mereka sendiri dari yang terbawah sampai teratas. Hal itu menjadi dasar pegangan kuat memulai sebuah proyek. Apalagi sebuah proyek kereta api cepat yang beresiko kematian 1.000 orang apabila mengalami kecelakaan. Mungkinkah mereka mengalihkan tanggungjawab ke orang lain dengan kata-kata, "Ah itu kan karena produk si dia jelek sih, jadinya kecelakaan tuh."

Lalu mengenai dana yang diperoleh dari Jepang, banyak yang mempersoalkan pinjaman Jepang harus dikerjakan oleh perusahaan Jepang. Pertama mengenai hitungan uang. Di dunia di manakah kita bisa mencari pinjaman dana raksasa dengan bunga sangat rendah? Satu-satunya negara adalah Jepang. Kedua, ibarat meminjam, tentu ada klausula atau persyaratan, yang intinya menjamin pinjaman bisa terpakai dengan baik, proyek jadi, berjalan lancar, uang pinjaman bisa kembali dengan lancar.

Apabila proyek tidak dikerjakan oleh orang bisa dipercaya bakal menghasilkan keberhasilan, rasanya si pemberi pinjaman (di mana pun berada) enggan memberikan dana tersebut.

Proyek Jepang di Indonesia pun sebenarnya di sub-kontraktor kan ke perusahaan Indonesia dan si Jepang menjadi pengontrol atau pengawas dilakukan dengan sangat ketat karena "leher" dia menjadi jaminannya. Ada kegagalan, pasti di PHK, dan kegagalan besar, di Jepang kantor pusat perusahaan Jepang akan mengalami sanksi berat. Mengapa? Karena pinjaman pemerintah Jepang adalah uang rakyat dan si kontraktor Jepang dianggap mempermainkan uang rakyat menjalankan proyek tidak benar di Indonesia.

Itulah yang namanya tanggung jawab di Jepang. Mudah-mudahan informasi ini bisa menambah wawasan kita mengenai pemikiran orang Jepang, menghadapi sebuah proyek yang besar/raksasa di Indonesia. Kemahalan, gampang. Coba saja negosiasi, tawar agar lebih murah lagi. Kalau perlu minta dijabarkan rinci mengapa harga jadi mahal begini. Ini adalah prinsip dagang yang biasa di mana pun sejak dulu sampai kini dan Jepang pun juga bisa ditawar soal harga.

Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
Berita Populer
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas