Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Mushaf Alquran Masjid Raya Baiturrahman saat Perang Aceh-Belanda Disimpan di Belanda
Seorang imam Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh meninggal sambil mendekap mushaf Alquran saat perang Aceh dengan Belanda. Mushaf itu kini di Belanda.
Editor: Y Gustaman
Oleh: Hermansyah MA Hum, Peneliti Manuskrip dan Dosen Bidang Teks Klasik dan Kajian Naskah UIN Ar-Raniry
Setiap orang Aceh pasti tahu jenderal Belanda yang tewas ditembak di depan Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh saat memimpin perang ke Aceh pada 1873.
Hampir semua buku sejarah merekamnya. Hal itu diperkuat lewat monumen yang terletak di sebelah Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh, di bawah pohon Geulumpang besar. Orang mengenalnya pohon Kohler.
Namun jika ditanyai siapa imam Masjid Raya Baiturrahman yang syahid saat agresi Belanda ke Aceh waktu itu, tak banyak orang tahu jawabannya. Apalagi, banyak buku tidak merekamnya.
Cukup sulit mencari sumber informasi tentang pahlawan syahid Aceh saat perang itu terjadi. Padahal semua orang tahu awal kisah perang Aceh dengan Belanda pada 1873.
Mushaf Alquran milik Masjid Raya Baiturrahman adalah bagian dari barang-barang pusaka dalam Masjid yang diambil dan terbang ke negeri Belanda pascameletusnya perang tersebut.
Syukurnya, saya dapat mengakses Alquran resmi yang digunakan imam Masjid Raya Baiturrahman yang didigitalisasi oleh Erlangen dari Jerman atas izin Leiden University, Belanda, sebagai pihak pengoleksi.
Kini warisan berharga tersebut disimpan di perpustakaan terbesar di Belanda dalam kategori koleksi spesial. Mushaf Alquran Masjid Raya Baiturrahman ini diketahui lewat catatan di sampul dalam mushaf yang ditulis tangan berbahasa Belanda. Tulisan itu dapat diartikan:
"Sampul kulit warna merah, memiliki dekorasi terjilid bundle, terikat dan dibordir. Ini hadiah Prof Michael Jan de Goeje (1836-1909), yang telah menerima MS [manuskrip] dari Kapten JHA IJssel de Schepper, yang menemukannya pada pada tubuh 'imam Aceh' yang syahid setelah penyerbuan Masjid Agung (Missigit) dari Kotaradja [Banda Aceh] dalam perang Aceh pertama. MS ini telah dikirim dari “Bivouac Zeestrand” Aceh ke Belanda pada 27 April 1874”.
Akhirnya kita tahu, Alquran tersebut ditemukan dalam dekapan imam Masjid Raya Baiturrahman yang syahid pada perang pertama Aceh melawan serdadu Belanda.
Ada beberapa sumber menyebutkan nama imam Masjid Raya Baiturrahman pada periode awal perang tersebut, sebagian menyebut Tgk Imum Lam Krak. Pendapat lain ada yang menyebut Teuku Rama. Namun, kedua pendapat tersebut belum sahih seutuhnya.
Mushaf ini dimulai tulisannya dengan doa membaca Alquran, kemudian seuntai syair “syarat membaca Quran itu empat perkara, sekalian hokum tajwid engkau pelihara,” disertai gambar muluklt dan kerongkongan tempat dalam keluarnya huruf hijaiyyah.
Halaman selanjutnya terdapat nama-nama nabi dan rasul, dan terakhir tatanan pembelajaran tajwid.
Penemuan mushaf Alguran resmi Masjid Raya Baiturrahman pada 1873 menjadi modal untuk mengembangkan kembali mushaf Alquran Masjid Raya Baiturrahman pada zaman sekarang.
Ini juga sekaligus modal untuk menghadirkan museum mushaf Masjid Raya Baiturrahman yang memuat beragam informasi sejarah dan perkembangan masjid sebagai dambaan hati masyarakat Aceh dan mengenang peran masjid tersebut.