Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Kopi Adalah Napas Kehidupan Masyarakat Gayo
Dari biji kopi,orang Gayo hidup dan menyambung hidup.Dari kopi pula mereka menyekolahkan anak sampai perguruan tinggi. Dari hasil kebun kopi,naik haji
Editor: Yulis Sulistyawan
Aceh Tengah dan Bener Meriah adalah dua kabupaten yang berada di gugus Bukit Barisan, dan lazim disebut dataran Tinggi Gayo, karena mayoritas penduduknya berasal dari suku Gayo.
Kedua daerah itu merupakan penghasil utama kopi, dengan bentangan areal 83 ribu hektar, dimana 44 ribu hektar di Aceh Tengah dan 39 ribu hektar di Bener Meriah.
Dari luas areal itu, sebanyak 85 persen adalah jenis kopi Arabika, sisanya 15 persen kopi robusta.
Kopi adalah komoditas penting dua kabupaten tersebut. di Aceh Tengah setidaknya terdapat 33 ribu kepala keluarga (KK) yang menggantungkan hidup dari kebun kopi dan di Bener Meriah terdapat 29 ribu kepala keluarga.
Kopi arabika juga dibudidayakan oleh masyarakat Kabupaten Gayo Lues. Tapi arealnya terbatas sekitar 7.800 hektar dengan jumlah petani 3.900 kepala keluarga.
Letak geografis dan alam Tanah Gayo yang memungkinkan daerah itu sebagai tempat ideal perkebunan kopi. Dataran Tinggi Gayo berada pada ketinggian 900 sampai 1700 meter di atas permukaan laut (dpl), dengan curah hujan rata-rata 1.643 mm/tahun. Elivasi yang ideal bagi tanaman kopi.
Pada 2006/2007 ekspor kopi Arabika dari pelabuhan Belawan Medan mencapai 48.637 ton dengan nilai US$ 150,4 juta.
Kopi Gayo menyumbang lebih dari 50 persen total ekspor kopi Arabika dengan nilai Rp 690 miliar, dengan nama Gayo Mountain Coffee, Mandheling Gayo, Sumatera Gayo, Sumatera Mandheling dan lain-lain.
Dari buah yang dijuluki zamrud khatulistiwa itu, masyarakat Gayo mengarungi masa depannya. Sebab dari perkebunan kopilah orang-orang Gayo hidup.
Tapi taraf hidup petani masih belum sepenuhnya menggembirakan. Maaih dibutuhkan usaha dan inovasi untuk mendorong peningkatan taraf hidup.
Salah satunya asalah menghadirkan kegiatan hilir kopi, seperti industri permen kopi, parfum, dan kebutuhan kosmetik lainnya, termasuk sauna kopi, dan aneka produk yng bernilai tambah lainnya.
Produkstivitas perkebunan juga masih perlu ditingkatkan, sehingga paling kurang tiap hektar bisa menghasilkan 1-2 ton. Selama ini produksi baru mencapai rata-rata 750 Kg per Ha per tahun.
Perkebunan kopi di tanah Gayo sepenuhnya dikuasai oleh rakyat. Ini contoh ideal bagi pengelolaan perkebunan kopi. Sedapat mungkin, perkebunan jangan sampai jatuh ke tangan-tangan pemodal besar, yang kelak bisa saja menjadi predator bagi ekononi rakyat.
Pemerintah Gayo disarankan untuk mempertahankan pola perkebunan kopi rakyat itu dalam bentuk regulasi yang mengikat.
Kopi adalah kebudayaan, menggambarkan dekatnya hubungan orang Gayo dengan tanaman kopi. Untuk memeliharakan kebudayaan itulah, “Maka kita harus terus menjaga kopi sebagai perkebunan rakyat,” kata Nur Gaybita, seorang tokoh masyarakat Gayo.