Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Partai Golkar Terkatung Posisi Menkumham Terjepit

Kondisi riel yang terjadi terhadap dua partai politik (Parpol) Partai Golkar (PG) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) menjadikan posisi Menteri Huk

zoom-in Partai Golkar Terkatung Posisi Menkumham Terjepit
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menjawab pertanyaan wartawan usai melakukan pertemuan tertutup dengan pihak Polri, Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung mengenai korban salah tangkap di Kantor Kemenkumham, Jakarta, Selasa (24/11/2015). Kemenkumham tengah menggodok revisi Peraturan Pemerintah No.27 tahun 1983 mengenai ganti rugi korban salah tangkap dari Rp 5 ribu - Rp 1 juta mejadi Rp 1 juta - Rp 500 juta. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

Ditulis oleh : Edward

TRIBUNNERS - Kondisi riel yang terjadi terhadap dua partai politik (Parpol) Partai Golkar (PG) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) menjadikan posisi Menteri Hukum dan HAM Yasona Laloly masuk ke dalam perangkap dilematis.

Pengamat hukum tata negara Universitas Al-Azhar, Dr Suparji mengatakan seandainya salah satu keputusan itu diambil oleh Menkumham, maka pihak lain akan mengajukan gugatan ke PTUN.

"Jadi ini trauma bagi Menkumham atas langkah yang diambilnya," kata Suparji, Senin (11/1/2015) .

Dijelaskan dia, memang persoalan Partai Golkar lebih kental bernuansa politik apalagi situasi di internal parpol tersebut. Nah, disaat kondisi itulah, pemerintah mengambil keuntungan akibat dari konflik kedua partai tersebut.

"Meski, secara politik kedua parpol itu tersandera, namun apabila mau berkompromi terhadap pemerintah maka bisa jadi akan diuntungkan. Misalnya saat Pilkada kemarin kedua parpol itu terpuruk kan," ujar dia.

Namun, secara argumentasi hukum, pemerintah mengambil keuntungan secara politik. Sedangkan secara ketatnegaraan Menkumham harus berani mengambil keputusan dan mengakui dari pada keputusan hukum yang lain.

Berita Rekomendasi

"Misalnya Mahkamah Agung (MA) kan sudah menerima kasasi yang diajukan Ketua Umum Partai Golkar hasil Munas Bali Aburizal Bakrie (ARB-)," ujar dia.

Meski kasasi MA memenangkan kubu ARB, namun putusan itu tidak secara jelas karena tidak memerintahkan soal kepengurus yang sah, hanya mencabut keputusan kubu Agung Laksono.

"Maka itu, partai berlambang pohon beringin itu jadi mengantung . Karena kubu Agung Laksono sudah tidak sah, maka dari itu harus ada keberanian Menkumham untuk mensahkan kubu lainnya dengan alasan yang kuat," tegas dia.

Terpisah Ketua Pendiri Indonesian Audit Watch (IAW), Junisab Akbar menilai, Partai Golkar dan PPP menjadi 'pasien' Parpol terlama semenjak Menkumham dijabat Yasona Hamonangan Laoly.

"Bahkan, Yasona yang menjadi Menteri dari salah satu tokoh di PDI Perjuangan ini menjadi dokter terlaris dalam kaitan merawat sengketa partai-partai pasca reformasi. Sampai-sampai, Golkar sebagai partai besar dalam sejarah pasca Presiden Soekarno bisa hancur lebur seperti saat ini," kata Junisab.

Dijelaskan dia, sepanjang sejarah perpolitikan Indonesia pasca jaman Presiden Soeharto bahwa pihak eksekutif belum mampu melakukan seperti yang dilakukan oleh Yasona. Bahkan pada kasus Partai Demokrasi Indonesia (PDI) tempat para senior Yasona, pemerintahan Soehartio tidak demikian.

"PDI berkonflik, namun penanganannya tidak separah penanganan Partai Golkar. Partai Golkar dan PPP menjadi 'pasien' terlama dalam konflik kepartaian di Indonesia pasca Presiden Soekarno," tandasnya.

Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
Berita Populer
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas