Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

PDIP Dituding Melakukan Tindakan Memalukan

TPDI menyampaikan protes keras atas sikap DPP PDIP yang menginstruksikan kepada kadernya se- DKI Jakarta untuk berhenti mengomentari persoalan depar

zoom-in PDIP Dituding Melakukan Tindakan Memalukan
istimewa
Petrus Selestinus 

Ditulis oleh : Petrus Selestinus

TRIBUNNERS - TPDI  menyampaikan protes keras atas sikap DPP PDIP yang menginstruksikan kepada kadernya se- DKI Jakarta untuk berhenti mengomentari persoalan deparpolisasi.

Isu mengenai deparpolisasi dihembuskan oleh Prasetyo Edi Marsudi, Sekretaris DPD PDIP DKI Jakarta yang juga Ketua DPRD DKI Jakarta, ketika mengomentari pilihan Gubernur DKI Jakarta Ahok yang memilih jalur independen dalam pilkada DKI 2017.

Sebagai partai politik yang mengklaim diri sebagai partai kader yang moderen bahkan dipundaknya dituntut untuk melakukan misi pendidikan politik, maka larangan berupa Instruksi secara tertulis yang disampaikan secara terbuka kepada publik, merupakan perbuatan yang sangat memalukan.

Lebih memalukan lagi kader-kader partai juga serta merta mematuhi instruksi DPP PDIP itu secara buta tuli, tanpa menggunakan akal sehat.

Seharusnya instruksi yang dinilai aneh tersebut harus ditolak, karena menghina akal sehat kader, bahkan akal sehat publik.

Padahal dari segi pendidikan politik dan prinsip demokrasi, DPP PDIP seharusnya membiarkan kader-kadernya secara bebas mengeluarkan pikiran dan pendapat sebagai bagian dari pendidikan politik dan dinamika politik yang berproses secara alamiah.

Berita Rekomendasi

Sekaligus melatih kader-kadernya beradu argumentasi tentang hakekat calon independen dan isu deparpolisasi yang dilontarkan oleh Prasetyo Edi Marsudi.

Pernyataan Patestyo Edi Marsudi bahwa pilihan Ahok pada jalur independen merupakan upaya deparpolisasi terhadap partai politik, tidak ada yang salah, bahkan PDIP adalah salah satu korbannya.

Ini sebuah realitas dan ini juga bukan perkara baru, atau fenomema yang baru muncul saat Ahok hendak maju dari jalur Independen dalam pilkada DKI 2017.

Karena persoalan deparpolisasi ini adalah problem yang sangat akut yang menimpa partai politik besar yaitu PDIP dan Golkar karena setiap pemilu dan pilkada keduanya selalu memgalami kemerosotan kepercayaan yang signifikan.

Kegagalan PDIP dalam menempatkan kadernya dalam kursi pimpinan DPR RI hasil pemilu 2014 dan kegagalan PDIP dalam menghasilkan undang-undang yang aecara sosilogis, filosofis dan yuridis diterima publik, juga membuktikan bahwa partai PDIP mengalami kemerosotaan ideologi, kemerosotan kaderisasi bahkan mengalami kemerosotan kepercayaan.

Sehingga pernyataan Prasetyo Edi Marsudi bahwa pilihan Ahok melalui jalur indpenden sebagai deparpolisasi sangat-sangatlah tepat, karena Ahok melihat partai politik berada dalam posisi lampu kuning.

PDIP berada pada posisi dijauhi oleh masyarakat akibat sepak terjangnya dalam mengelola kekuasaan tidak sesuai dengan janji-janji dan program-program yang sudah digariskan.

Pernyataan fungsionaris DPP PDIP Andreas Hugo Parera terkait intruksi tidak boleh bicara, patut kita sesalkan bahkan memalukam karena mengkerdilkan kader-kader PDIP ditengah deparpolisasi yang sedang menimpa PDIP.

Andreaa Hugo Parera dalam pernyataannya menyatakan bahwa pemanasan mesin politik partai belum perlu dilakukan saat ini karena Pilkada masih jauh.

Artinya PDIP hanya berfungsi semata-mata untuk mencari kekuasaan lewat pilkada dan pemilu  dan kekuasaan itu dipergunakan untuk sebesar-besarnya hanya bagi kesejahteraan partai.

Pernyataan ini bertolak dengan peran dan fungsi partai politik menurut anggaran dasar PDIP dan UU Partai Politik, terutama PDIP yang mesinnya harus berfungsi 24 jam sepanjang tahun, karena harus mengelola bangsa yang begitu besar dengan persoalan yang multi dimensi.

Pendek kata jika mesin PDIP hanya ingin hidup kalau ada pilkada, maka PDIP tidak akan bisa bangkit dari problem deparlolisasi, karena mesin paryainya simatikan oleh pimpinannya sendiri.

Mesin partai harus terus dinyalakan, pimpinan PDIP harus hilangkan gaya-gaya berpolitik yang feodal yang akut.

Jika PDIP mematikan mesin partai dan tidak segera mencabut larangan melalui Instruksi tertulis DPP PDIP, agar kader-kadernya tidak bicara politik tentang Pilkada DKI, maka PDIP sesungguhnya sedang membunuh diri dan menggali lubang untuk mengubur dirinya sendiri, karena sikap demikian dapat dikategorikan sebagai mematikan kreatifitas kader dan  telah melanggar HAM, karena memasung hak-hak dasar kader-kadernya untuk berpikir, berbicara dan berpendapat.

Bahkan PDIP harus mematikan mesin partai hanya karena Ahok memilih jalur independen.

Ini juga semakin membuktikan ketidakdewasaan PDIP dalam berpolitik yang terungkap untuk kesekian kalinya termasuk dalam menyikapi fenomena Ahok memilih jalur Independen dalam Pilkada DKI 2017.

PDIP tidak boleh mendeligitimasi jalur Independen yang konstitusional, sebagai deparpolisasi, hanya karena PDIP sedang mengalami deparpolisasi secara paripurna.

Padahal deparpolisasi yang dialami PDIP adalah secara absolut sebab dari dalam intrnal Partai karena korupsi, tidak konsisten antara ucapan dan tindakan, baik karena ulah pimpinan maupun ulah kadernya sendiri.

Dengan demikian pilihan Ahok memilih jalan independen di satu sisi sebagai langkah cerdas, akan tetapi juga di pihak lain untuk mencerdaskan kader partai politik yang sedang galau akibat deparpolisasi.

Karena itu pilihan jalur independen sebagai wahana pendidikan politik yang sangat berguna bagi partai politik untuk mendewasakan partai politik disaat menghadapi deparpolisasi.

Ahok punyak hak konstitusional untuk memilih jalanya sendiri dan jalan itulah yang akan mengantarkan Ahok kembali memimpin DKI Jakarta 2017.

Paradigma kader partai harus diredefinisi dan diperluas agar, partai tidak terjebak dalam pikiran sempit bahwa yang boleh merebut kekuasaan politik menjadi monopoli kader partai yang mayoritas belum siap menjadi pemimpin yang amanah.

Cara berpikir bahwa  hanya anggota partai aktif bekerja di partailah yang  boleh disebut kader partai hatus dibuang jauh-jauh, karena sebagian besar kader partai justru hanya jadi benalu-benalu yang tidak produktif di partai.

Karena itu setiap putra putri terbaik bangsa harus dikualifikasi sebagai kader partai meskipun bukan pengurus dan anggota partai tersebut.

Kalau partai ingin menempatkan putra putri terbaik bangsa ini di setiap level, maka partai wajib mengusung dan mempercayakan rakyat untuk memilih dan menilai sendiri demi kepentingan memimpin bangsa ini.

Partai tidak boleh membuat sekat untuk mendikotomikan kader partai dan non-kader partai, ketika bangsa ini berada dalam krisis kepemipinan dimana rakyat membutuhkan pemimpin yang ideal.

Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
Berita Populer
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas