Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Dirut BPJS Ketenagakerjaan Dituding Habiskan Anggaran untuk Pencitraan
Koordinator Nasional Masyarakat Peduli BPJS, Hery Susanto meminta kepada Agus Susanto Dirut BPJS Tenaga Kerja (TK), responsif terhadap tuntutan publik
Ditulis oleh : Hery Susanto, Kordinator MP BPJS TK
TRIBUNNERS - Koordinator Nasional Masyarakat Peduli BPJS, Hery Susanto meminta kepada Agus Susanto Dirut BPJS Tenaga Kerja (TK), responsif terhadap tuntutan publik agar serius bekerja bukan menghabiskan waktu orentasi internal dan eksternal BPJS.
"Kalau jelang 2 bulan hanya dihabiskan fase orientasi, itu sama saja buang waktu dan makan gaji buta. Agus Susanto terkesan hanya teruskan pola dan Kebijakan EGM (dirut lama) yang dinilai gagal urus BPJS,” katanya.
Menurut Hery, Dirut BPJS terkesan hanya menghabiskan banyak anggaran untuk pencitraan yang tidak substantif.
Dikabarkan di era kebijakan Hery, BPJS Tenaga Kerja menghabiskan 23 miliar Rupiah untuk iklan di televisi nasional dalam 6 bulan.
"Terakhir angkat soal nelayan, apa sudah sesuai dengan target capaian? Masih jauh dari harapan pastinya, misal bantuan kartu BPJS TK untuk 5000 nelayan Cilacap untuk stimulus 3 bulan, berapa nelayan yang lanjutkan program itu, ternyata hanya 100 orang saja,” katanya.
Menurutnya dana yang dipakai sebagai stimulus bersumber dari CSR BPJS TK, yang notabene sudah dilarang UU BPJS, karena sejak per 1 Juli 2015 lalu BPJS sudah tidak diperkenankan melakukan alokasi CSR.
Begitu juga dengan bantuan kartu BPJS TK untuk 1000 nelayan di banyuwangi selama 6 bulan, menurut Hery menggunakan modus yang sama pula.
"Walhasil, BPJS TK era Agus Susanto berencana menggaet program asuransi nelayan di KKP RI, yang prosesnya gunakan tender. Akankah BPJS bisa ikut tender, mengingat BPJS bukan perseroan melainkan badan hukum publik, yang tidak mungkin ikut tender. Justru Agus Susanto Jika fokuskan garapan kerja ke pekerja informal malah meninggalkan urusan wajibnya yakni pekerja formal,” katanya.
Padahal pekerja informal di Indonesia yang terdaftar BPJS TK hanya sekitar 250.000 orang, sedangkan potensinya masih sangat besar yakni mencapai 70 juta orang pekerja informal.
Sedangkan pekerja formal, menurut Hery, yang terdata sebagai peserta BPJS TK sekitar 17 juta, dari potensi 40 juta pekerja formal.
Hery menambahkan, semestinya sektor pekerja formal yang menjadi urusan wajib sebagai prioritas kerja BPJS TK.
Masyarakat Peduli BPJS TK juga mengkritisi iuran kepesertaan BPJS TK yang gagal dari capaian rata-rata yakni Rp 3,3 triliun perbulan, dengan target Rp 40 triliun pada tahun 2016.
"Iuran peserta Kuartal I, tahun 2016 menurut data yang kami dapatkan BPJS TK hanya capai Rp 6 triliun, dengan rata-rata per bulannya sekitar Rp 1,5 triliun. Meski hal ini dibantah AS yang nyatakan iuran peserta kuartal I yakni Rp 10,1 triliun, dengan rata-rata penerimaan Rp 2,5 triliun perbulan. Meski demikian, ini juga sudah dibawah rata-rata target bulanan yang digariskan BPJS TK,” katanya.
Bahkan menurut Hery, Rencana Kerja Anggaran Tahunan (RKAT) 2016 ini saja belum disahkan BPJS TK dan diteruskan ke tiap kanwil serta Kacab.
Sudah tentu akibatnya akan berpengaruh terhadap kinerjanya.
Herypun menyayangkan, komentar Timboel Siregar dari LSM BPJS Watch, yang mempertanyakan kritikan terhadap Dirut BPJS TK.
"Kami tegaskan bahwa kritik kami punya alasan rasional, tidak sekadar asal bicara, malah Timboel Siregar BPJS Watch-lah yang asal bicara tanpa alasan yang logis. Terkesan memposisikan sebagai Satpam atau juru bicara (jubir) Agus Susanto,” katanya.
Menurutnya, walau Agus Susanto baru masuk selama 2 bulan kerja sebagai dirut BPJS TK, tapi bagi publik 2 bulan itu sudah cukup waktu untuk menghasilkan program kerja nya, bukan melulu orientasi saja.
BPJS TK dengan total aset hampir RP 250 T harus dikelola serius, bukan dengan mengulur waktu tidak jelas yang hanya berupa orientasi kerja yang bukan kerja nyata.
“Jika BPJS Watch melalui TS mengatakan Agus Susanto punya ide terobosan, ide terobosan yang bagaimana? Hingga saat ini kami belum temui langkah terobosan Agus Susanto dimaksud, kecuali pelambatan kinerja, gagal paham dan salah urus BPJS TK," katanya.