Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Blog Tribunners

Budaya Contek Rusak Karakter Penerus Bangsa

Beberapa waktu lalu, tiga siswa sekolah menengah pertama negeri (SMPN) I Medan tertangkap melakukan transaksi jual beli kunci jawaban Ujian Nasional (

Penulis: Muhammad Azzam
zoom-in Budaya Contek Rusak Karakter Penerus Bangsa
TRIBUNNEWS.COM/Danang Setiaji
Muhammad Abrary Pulungan (12) saat menjalani Ujian Nasional di SDN 06 Pesanggrahan, Jakarta Selatan, alami tekanan psikis untuk menyontek. 

TRIBUNNERS - Beberapa waktu lalu, tiga siswa sekolah menengah pertama negeri (SMPN) I Medan tertangkap melakukan transaksi jual beli kunci jawaban Ujian Nasional (UN).

Sementara itu di Tegal, Tim Satreskrim Polres Tegal Kota berhasil menangkap lima orang yang diduga menjadi penjual dan calon pembeli kunci jawaban UN SMA.

Setiap tahun selalu ada saja berita mengenai praktik kecurangan dalam pelaksanaan UN.

Biasanya kecurangan tersebut berbentuk kunci jawaban yang dijual secara sembunyi-sembunyi oleh oknum tak bertanggung jawab.

Sudah banyak cara coba dilakukan oleh pemerintah untuk setidaknya meminimalisir adanya praktik ini, seperti penambahan jumlah paket soal, larangan izin bersama, pemeriksaan sebelum masuk, sampai mengatur jarak tempat duduk siswa.

Hasilnya pun cukup efektif, setiap tahun jumlah laporan pengaduan masalah UN berkurang.

"Pengaduan masalah UN SMA/SMK pada tahun ini jauh berkurang dibandingkan tahun sebelumnya. Jika pada 2015, jumlah pengaduan yang masuk 365, sementara pada tahun ini hanya 187. Jadi pada tahun ini pengaduan masalah UN turun drastis," ujar Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Anies Baswedan dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (7/4/2016).

Hanya saja, selain kasus kecurangan dalam UN mungkin ada banyak kasus menyontek lain yang tidak tercatat di berbagai sekolah, dan berbagai jenjang pendidikan. Sebenarnya, apa faktor pemicu siswa menyontek? Dan apa yang dampak dari budaya menyontek?

Sistem Pendidikan di Indonesia yang Berorientasi pada Nilai Kognitif dan Kurang Menanamkan Pendidikan Karakter

Saya pernah membaca suatu gambar yang di-posting oleh media online, gambar tersebut bertuliskan, “Siswa menyontek karena di Indonesia nilai lebih dihargai daripada kejujuran”.

Saya tidak setuju jika “nilai lebih dihargai” dijadikan alasan untuk menghalalkan praktik menyontek, karena bagaimanapun menyontek berarti tidak jujur, dan itu tidak bisa dibenarkan.

Hanya saja, saya mengambil poin disini bahwa salah satu latar belakang dari praktik menyontek adalah karena sistem pendidikan di Indonesia yang sangat berorientasi pada nilai kognitif, kurang menghargai setiap kecerdasan, dan sedikit mengesampingkan kejujuran.

Mindset jika anak yang pintar adalah anak yang nilainya bagus dan mendapatkan peringkat di kelas sudah tertanam pada kebanyakan siswa maupun orang tua secara turun-temurun. Padahal, kepintaran atau kecerdasan setiap individu itu berbeda-beda.

Menurut Prof Howard Gardner, tokoh pendidikan dan psikologi berkebangsaan Amerika, tipe kecerdasan beserta ciri-cirinya dibagi menjadi delapan, kecerdasan linguistik, kecerdasan matematis atau logika, kecerdasan spasial, kecerdasan kinetik-jasmani, kecerdasan musikal, kecerdasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal, kecerdasan naturalis.

Sehingga tidak adil rasanya jika individu yang berprestasi di bidang olahraga (memiliki kecerdasan kinetik-jasmani) tetapi nilai kognitifnya kurang kita anggap bodoh.

Salah satu cara yang dilakukan pemerintah untuk mengapresiasi siswa yang memiliki prestasi di bidang non-kognitif adalah dapat disertakannya dokumen prestasi atau penghargaan ke dalam portofolio pendaftaran masuk Sekolah atau perguruan tinggi, namun cara tersebut tidak cukup untuk mengubah mindset ini. Perlu adanya perubahan sistem pendidikan yang menghargai setiap kecerdasan.

Mari kita intip bagaimana Finlandia sebagai Negara dengan Sistem Pendidikan terbaik di dunia mendidik para calon penerus bangsa.

Di Finlandia, tidak ada sistem ranking, karena mereka menganggap setiap anak adalah ranking satu. Ujian Nasional pun hanya dilakukan satu kali yaitu pada usia 16 tahun, dan pelajar diajarkan untuk mengevaluasi dirinya sendiri sejak dini.

Jika di Indonesia tugas dan evaluasi rutin dilakukan, Finlandia sebaliknya.

Mereka mengganggap bahwa banyaknya tugas dan evaluasi justru menghambat kreatifitas siswa.

Penekanan pendidikan di Finlaindia juga menyeimbangkan antara soft-skill (kemampuan mengatur diri dan orang lain) dan hard-skill (kemampuan kognitif), sehingga calon penerus bangsa memiliki karakter yang baik.

Dampak dari Budaya Menyontek

Terbawa dosa masa lalu

Nilai hasil menyontek saat ujian akan terus mengikuti selama anda masih menggunakan Ijazah untuk mendaftar pekerjaan dan menunjukannya ke orang lain. Lalu, apakah jika anda diterima dalam pekerjaan tersebut, maka pekerjaan tersebut adalah halal?

Membentuk karakter yang buruk

“Siapa yang menanam dia yang menuai hasilnya kelak”.

Individu yang terbiasa menyontek dapat menjadi terbiasa untuk menghalalkan segala cara dan bermental instan, tidak mau bekerja keras untuk meraih sesuatu yang diinginkannya.

Contoh jika dalam dunia kerja, ingin mendapat penghasilan banyak tetapi bermalas-malasan. Dalam kehidupan sehari-hari, individu tersebut cenderung mudah untuk mengambil barang yang bukan hak miliknya, karena menyontek pun mengambil jawaban yang bukan hasil pemikirannya sendiri.

Banyak yang menganggap menyontek adalah hal kecil dan bukan merupakan dosa besar, tetapi dosa-dosa kecil yang banyak akan menghasilkan dosa besar dan menjadikan hati kotor, sehingga rasa bersalah ketika melakukan ketidakjujuran bisa hilang.

Jika anda berkata benci dengan koruptor namun tetap menyontek, perkataan tersebut tak lebih dari sekedar omong kosong. Karena budaya menyontek adalah bibit dari korupsi.

Dampak ini begitu besar bagi bangsa Indonesia, karena masa depan bangsa Indonesia sangat bergantung pada generasi penerusnya. Jika budaya menyontek ini tidak dihilangkan, karakter generasi penerus akan bobrok dan menghambat kemajuan bangsa.

Oleh karena itu, pemerintah memiliki PR besar untuk menghilangkan budaya ini sekaligus memperbaiki sistem pendidikan yang ada.

Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
Berita Populer
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas