Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
KNRP Meminta DPR Mengevaluasi KPI
KNRP menilai kinerja KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) selama pelaksanaan Evaluasi Dengar Pendapat (EDP) terkait perpanjangan izin 10 stasiun televisi
Ditulis oleh : Remotivi
TRIBUNNERS - KNRP menilai kinerja KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) selama pelaksanaan Evaluasi Dengar Pendapat (EDP) terkait perpanjangan izin 10 stasiun televisi swasta besar amat mengecewakan.
Karena itu, KNRP mengirimkan surat pada DPR yang isinya berupa mosi tidak percaya atas proses EDP yang dilakukan oleh KPI. KNRP secara khusus meminta DPR mengevaluasi kinerja KPI terkait pelaksanaan EDP.
KNRP adalah koalisi yang terdiri dari 20 organisasi masyarakat sipil serta lebih dari 160 akademisi dan penggiat masyarakat sipil yang peduli pada demokratisasi penyiaran.
KPI melakukan EDP pada bulan Mei lalu. EDP tersebut adalah bagian dari proses perpanjangan izin 10 stasiun televisi swasta yang akan habis masa izinnya pada 2016, yakni ANTV, GlobalTV, Indosiar, MetroTV, MNCTV, RCTI, SCTV, TransTV, Trans7, dan TVOne.
Menurut Muhamad Heychael, direktur Remotivi yang tergabung dalam KNRP, buruknya kinerja KPI dalam EDP dapat dilihat dari absennya kelengkapan data yang semestinya ada.
Heychael menuturkan, ada tiga data yang seharusnya menjadi bahan bagi KPI melakukan evaluasi atas kinerja 10 stasiun televisi swasta.
Pertama adalah rekapitulasi sanksi masing-masing stasiun televisi selama 10 tahun terakhir.
Kedua, data evaluasi hasil penerapan Sistem Stasiun Jaringan (SSJ) yang menjadi amanat UU Penyiaran.
Ketiga, data rekapitulasi catatan dan masukan masyarakat yang secara khusus diminta oleh KPI pada akhir Desember 2015 sampai 31 Januari 2016 melalui mekanisme uji publik.
Heychael menjelaskan, “Sayangnya tidak satu pun dari tiga data tersebut yang digunakan KPI dalam EDP. Ini menunjukkan kalau KPI tidak serius menggelar EDP. Pertanyaan yang diajukan sporadis dan sama sekali tidak sistematis. Suasana EDP pun lebih mirip lenong rumpi karena diisi dengan banyak pantun dan keriuhan tepuk tangan yang tidak perlu.”
Lebih-lebih dari tidak serius dalam melakukan EDP, Ade Armando, dosen Universitas Indonesia yang juga anggota KNRP menilai KPI memiliki niat buruk.
Apa pasal? KPI sebetulnya memiliki data rekapitulasi sanksi 10 stasiun televisi swasta dalam 10 tahun terkahir namun enggan mempublikasikan apalagi menggunakannya sebagai alat evaluasi.
Ade mengungkapkan, ”Rapor 10 stasiun TV selama 10 tahun kami tahu persis dimiliki oleh KPI."
Ia pun mempertanyakan sikap KPI ini, “Untuk apa KPI menutup-nutupi data? Apakah untuk melindungi stasiun televisi yang berdosa?”
Tidak ditampilkannya rekapitulasi pelanggaran dan sanksi selama sepuluh tahun dalam setiap EDP dengan 10 TV swasta itu terkesan memang dilakukan KPI secara sengaja.
Kesan ditutup-tutupinya rekapitulasi catatan sanksi tersebut oleh KPI semakin menguat ketika dalam acara Dialog pasca-EDP yang dilakukan KPI tanggal 31 Mei 2016 dan dihadiri anggota KNRP -yang tidak saja berasal dari Jakarta.
Namun juga dari Yogyakarta dengan biaya sendiri catatan tersebut tetap tidak ditampilkan walau sudah diminta oleh berbagai pihak yang hadir.
KPI menyatakan ‘rapor’ tersebut seharusnya disiapkan oleh Komisioner Bidang Isi Siaran, sementara pada forum tersebut tidak ada satu pun komisioner Bidang Isi Siaran yang tampak, baik Agatha Lily, Idy Muzzayad, ataupun Rahmat Arifin.
Berdasarkan rangkaian hal tersebut, KNRP khawatir bahwa KPI yang sebenarnya merupakan wujud kedaulatan publik atas penggunaan frekuensi siaran telah mengabaikan amanat luhur tersebut.
Inilah yang melatarbelakangi KNRP mengirimkan mosi tidak percaya atas proses dan kinerja KPI dalam melaksanakan EDP kepada DPR, demikian ungkap Lestari Nurhajati, dosen London School of Public Relations (LSPR) yang juga anggota KNRP.
Lestari melanjutkan, KNRP berharap Komisi I DPR dapat melakukan evaluasi atas kinerja KPI.
KNRP khawatir dengan proses yang demikian KPI tidak akan menghasilkan rekomendasi yang dapat memperbaiki kondisi pertelevisian kita 10 tahun ke depan.
Padahal umum diketahui, rekomendasi KPI merupakan unsur vital dalam proses perpanjangan izin.
Rekomendasi KPI juga dapat menjadi rambu yang dapat membatasi agar stasiun TV swasta tidak berbuat seenaknya.
Melalui proses ini, KPI mestinya dapat meminta pertanggungjawaban para pengelola 10 stasiun televisi swasta selama 10 tahun terakhir, dan memaksakan komitmen mereka untuk menjalankan semua kewajiban yang termuat dalam UU Penyiaran dan Pedoman Perilaku Penyiaran - Standar Program Siaran (P3 dan SPS) sebagai prasyarat rekomendasi perpanjangan Izin Penyelanggaraan Penyiaran (IPP).
Melalui proses ini, KPI bahkan dapat memberikan rekomendasi untuk tidak memperpanjang IPP stasiun televisi swasta yang terbukti memang mengabaikan amanat UU Penyiaran dan P3 & SPS.
Namun, dengan perilaku yang ditunjukkan KPI selama EDP, publik wajar khawatir.
Pasalnya tidak terlihat sama sekali komitmen komisioner KPI mewakili kepentingan publik. Karena itu, dalam surat yang sama, menurut Lestari, KNRP juga berharap DPR menjadikan momentum ini sebagai pelajaran berharga.
Mengingat saat ini sedang berlangsung proses pemilihan anggota KPI baru (periode 2016-2019), Lestari berharap Komisi I DPR dapat mencermati proses pemilihan dan perkembangan ini dengan seksama sehingga ke depan anggota KPI yang terpilih adalah komisioner yang memiliki kapabilitas, berintegritas, dan independen.