Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Penerbitan SP3 Kasus Pembakaran Hutan Bukti Hukum Masih Berpihak

Penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) 15 perusahaan yang terlibat kasus pembakaran hutan dan lahan pada tahun 2015, menuai kritik.

Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in Penerbitan SP3 Kasus Pembakaran Hutan Bukti Hukum Masih Berpihak
Tribun Sumsel
Sebuah perahu melintasi di perairan sungai musi yang diselimuti kabut asap yang semakin parah,Selasa (16/9/2014). Kabut asap ini diakibat oleh pembakaran hutan di sejumlah daerah Sumatera Selatan. 

TRIBUNNERS - Penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) 15 perusahaan yang terlibat kasus pembakaran hutan dan lahan pada tahun 2015, menuai kritik dari aktifis.

Salah satu kritik tersebut disampaikan oleh Rozaq Asyhari, aktifis hukum dari Pusat Advokasi Hukum dan HAM (PAHAM) Indonesia (27/7).

Menurut Rozaq, terbitnya SP3 tersebut merupakan bukti bahwa hukum masih berpihak pada yang berduit.

"Beberapa hari kemarin Presiden menyampaikan jangan sampai penegakan hukum hanya berpihak pada yang berduit saja. Sepertinya penerbitan SP3 ini adalah salah satu contoh kongkrit apa yang disampaikan oleh Presiden tersebut", ungkap pengacara publik dari PAHAM Indonesia tersebut. 

Lebih lanjut Rozaq meminta Presiden untuk turun tangan dalam persoalan ini.

“Bila Presiden memang konsisten dengan yang disampaikan, seharunya bisa memberikan arahan langsung. Untuk persoalan korupsi Presiden bisa mengumpulkan Kajati dan Kapolda yang diminta tidak sembarang mempidanakan Gubernur. Seharusnya Presiden juga bisa memberikan arahan langsung pada persoalan ini, agar para penegak hukum tidak sembarangan menerbitkan SP3.”, papar Sekjend PAHAM Indonesia tersebut.

“Sebenarnya penegak hukum bisa menggunakan konsep strict liability (tanggung jawab mutlak) yang diatur dalam Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Melalui prinsip tersebut, adanya pembakaran lahan merupakan modal yang cukup untuk membawa mereka ke meja hijau. Pada proses peradilan, 15 perusahaan tersebutlah yang seharusnya membuktikan bahwa dirinya memang tidak bersalah. Untuk proses selanjutnya biarlah hakim yang menetukan terbukti atau tidaknya mens rea (adanya kesalahan) pada perkara tersebut.” Terang kandidat Doktor dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia tersebut.

Berita Rekomendasi

Rozaq kembali mengingatkan dampak buruk yang timbul akibat kebakaran hutan, sehingga penegak hukum harus berusaha optimal dalam menangani perkara tersebut.

“Tentu kita semua masih ingat, dampak kebakaran hutan ini telah menyengsarakan rakyat. Ratusan ribu orang harus menghisap asap beracun, ribuan diantaranya terkena ISPA, ribuan sekolah diliburkan, ratusan penerbangan dibatalkan. Bahkan, dampaknya tidak hanya di Indonesia, namun telah sampai ke Malaysia, Singapura hingga Thailand. Oleh karenanya, aparat tidak seharusnya dengan mudah menerbitkan SP3, apalagi untuk 15 perusahaan sekaligus” tukasnya.

PENGIRIM: Rozaq Asyhari
Sekjen PAHAM Indonesia

Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas