Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Mengenal Proses Pembentukan Si Monster Cuaca
Cuaca buruk merupakan suatu hal yang menakutkan bagi semua pihak, baik masyarakat biasa maupun dalam sektor transportasi terutama penerbangan dan pela
Penulis: Khoirul insan
Ditulis Oleh: Khoirul Insan (Taruna Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologidan Geofisika)
TRIBUNNERS - Cuaca buruk merupakan suatu hal yang menakutkan bagi semua pihak, baik masyarakat biasa maupun dalam sektor transportasi terutama penerbangan dan pelayaran.
Dalam kehidupan masyarakat, cuaca buruk dapat memicu terjadinya bencana alam seperti angin puting beliung, banjir, dan tanah longsor.
Sedangkan dalam dunia penerbangan dan pelayaran, cuaca buruk dapat mengganggu kenyamanan dan bahkan dapat mengancam keselamatan penumpang.
Gangguan dalam sektor transportasi yang dimaksud antara lain karena adanya angin kencang, turbulensi, badai guntur, dan gelombang tinggi.
Salah satu faktor yang dapat menyebabkan cuaca buruk adalah awan Cumulonimbus.
Awan sendiri mempunyai pengertian kumpulan butiran air dan kristal es yang sangat kecil atau campuran keduanya dengan konsentrasi ber-orde 100 per centimeter kubik dan mempunyai radius sekitar 10 mikrometer (Tjasyono, 2007).
Awan Cumulonimbus merupakan salah satu jenis dari awan konvektif atau awan dengan pertumbuhan vertikal.
Dalam meteorologi, awan Cumulonimbus sering disebut dengan awan Cb.
Dalam proses pembentukannya, terdapat aliran udara yang turun atau downdraft dan aliran udara yang naik atau updraft yang dapat menyebabkan turbulensi pada pesawat yang melewatinya.
Awan Cumulonimbus kebanyakan terbentuk di lautan karena wilayah lautan mengalami proses penguapan yang lebih besar daripada di daratan.
Pada siang hari, lautan menyerap sinar matahari dan menyimpannya sampai kedalaman ratusan kilometer.
Sedangkan di daratan dapat menyimpan panas matahari hanya beberapa kilometer saja.
Walaupun banyak terjadi di lautan, awan raksasa ini dapat bergerak menuju daratan dan mengakibatkan hujan deras di daratan karena pengaruh tiupan angin.
Awan Cumulonimbus sering terbentuk ketika siang hari yang panas. Karena pada siang hari suhu udara relatif tinggi, sehingga menghasilkan penguapan yang tinggi pula.
Penguapan tinggi inilah yang menjadi faktor utama terbentuknya awan cumulonimbus.
Selain itu, labilitas atmosfer dan tersedianya inti kondensasi awan juga sangat penting dalam pembentukan awan ini karena ketika atmosfer dalam keadaan labil maka uap air dapat terus naik sampai ketinggian tertentu.
Selanjutnya, uap air yang berjumlah sangat banyak ini akan mengalami kondensasi dan saling bertumbukan atau bergabung satu sama lain.
Proses tumbukan dan penggabungan ini terus berlangsung sehingga membentuk gumpalan-gumpalan awan yang besar dan tinggi.
Bahkan jika atmosfer dalam keadaan sangat labil, awan dapat tumbuh sampai batas tropopause atau ketinggian sekitar 15 km dari permukaan laut. Pada keadaan inilah awan Cb menjadi sangat ganas dan berbahaya.
Secara lebih rinci, proses pembentukan awan Cumulonimbus dapat dijelaskan dalam tiga fase pembentukan yaitu fase tumbuh, fase cumulus, fase matang, dan fase disipasi.
Fase tumbuh merupakan fase awal pembentukan awan cumulonimbus.
Pada fase ini terdapat banyak uap air yang naik hasil dari penguapan oleh pemanasan sinar matahari.
Uap air yang banyak ini akan mengalami kondensasi dengan bantuan inti kondensasi yang terdapat pada atmosfer dan membentuk tetes-tetes awan.
Pada proses ini biasanya awan yang terbentuk mula-mula kecil berbentuk seperti bunga kol. Awan akan tumbuh terus selama gaya apung termal positif dan lama kelamaan akan menjadi awan cumulus congestus hingga menjadi awan towering cumulus atau awan cumulus yang menjulang tinggi hingga mencapai 9000 M.
Awan ini berisi butiran air pada lapisan dasar hingga ketinggian sekitar 5000 M dan berisi kristal es dan salju pada lapisan di atasnya hingga lapisan puncak.
Dalam awan cumulus congestus seringkali sudah terdapat proses elektrifikasi awan yang menjadi cikal bakal terbentuknya kilat dan guntur.
Fase yang selanjutnya yaitu fase matang. Pada fase ini, awan menjadi sangat bengis dan berbahaya dan ditandai dengan peristiwa hujan lebat, turbulensi kuat, kilat dan guntur, serta kemungkinan terjadi hujan es.
Dalam proses ini, awan Cumulunimbus sudah memiliki landasan yang datar.
Landasan ini terjadi akibat puncak awan Cb tidak lagi dapat menembus lapisan troposfer dimana pada lapisan ini memiliki sifat atmosfer yang stabil dan akhirnya puncak awan akan merambat ke samping dan bentuknya menyerupai landasan.
Dalam fase ini terjadi arus udara ke bawah yang menyebabkan presipitasi atau hujan dan arus udara ke atas yang memasukkan bahan bakar awan yaitu uap air yang melepaskan panas laten jika berubah fase menjadi tetes awan.
Fase yang terakhir yaitu fase disipasi. Awan dikatakan dalam fase disipasi atau punah apabila lebih dari setengahnya terdiri atas arus ke bawah, dan berangsur-angsur aktivitas awan mereda.
Kecepatan arus udara ke bawah berangsur-angsur menjadi lemah sehingga turbulensi menjadi lemah dan hujan berkurang sampai menjadi gerimis yang akhirnya awan cumulonimbus mati atau lenyap.
Secara sederhana, kita dapat mengenali awan Cumulonimbus dengan melihat bentuk fisiknya. Dalam kehidupan sehari-hari tentu kita pernah atau bahkan sering melihat awan yang berwarna hitam sebelum atau bersamaan dengan terjadinya hujan lebat, angin kencang, dan badai guntur.
Awan hitam inilah yang dapat kita kenali sebagai awan Cumulonimbus.
Namun perlu kita perhatikan bahwa awan yang berwarna hitam itu belum tentu awan Cumulonimbus dan awan Cumulonimbus tidak selalu berwarna hitam, hitam atau tidaknya itu bergantung pada massa air yang terkandung di dalam awan.
Awan dengan massa air yang banyak terlihat lebih hitam atau gelap karena sinar matahari tidak dapat menembus dasar awan.
Sebaliknya, awan dengan kandungan air yang sedikit akan terlihat putih seperti kapas dan sinar matahari dapat menembus awan tersebut.
Mengingat hal-hal buruk yang dapat ditimbulkan oleh awan cumulonimbus, seyogyanya kita berhati-hati dan waspada apabila di daerah kita terdapat awan tersebut.
Begitu pula bagi seaorang pilot harus dapat mengambil tindakan secara cepat dan tepat apabila pesawat yang sedang dikemudikannya akan melewati awan Cumulonimbus.
Selain itu, pihak navigasi bandara dan pelabuhan juga harus memerhatikan kondisi cuaca yang sedang maupun yang akan terjadi dengan melihat data-data cuaca maupun peringatan dini cuaca buruk yang disediakan oleh BMKG demi kenyamanan dan keselamatan bersama.