Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Kapolri dan Panglima TNI Harusnya Mengapresiasi Haris Azhar Bukan Justru Melaporkannya
Kita semua tahu bahwa di negera ini, masih banyak pejabat kita berperilaku korup dan berlangsung secara terstruktur, sistimatis dan masif.
Editor: Malvyandie Haryadi
PENULIS : Petrus Selestinus, Advokat
TRIBUNNERS - Proses hukum terhadap Kordinator Kontras, Haris Azhar di Bareskrim Polri, sangat disayangkan.
Jika kita mencermati peredaran narkoba secara masif di hampir seluruh wilayah di Indonesia, pernyataan Haris Azhar di sosial media merupakan sebuah informasi penting yang seharusnya ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum negara ini.
Haris mengaku menerima pengakuan dari Freddy Budiman, bahwa terdapat keterlibatan oknum TNI, Polri, dan BNN yang menjadi becking bisnis narkoba yang dikelolanya.
Kita semua tahu bahwa di negera ini, masih banyak pejabat kita berperilaku korup dan berlangsung secara terstruktur, sistimatis dan masif.
Hal itu menyebabkan penegakan hukumnya sangat sulit dilakukan dengan cara-cara biasa.
Apa yang dilakukan oleh Haris Azhar yang membuka testimoni Freddy Budiman tentang apa yang dialami dan terjadi dalam kegiatan bisnis haramnya selama dalam lapas, seharusnya diapresiasi dan diberi penghargaan oleh Presiden Jokowi.
Atau setidak-tidaknya oleh Kapolri dan Panglima TNI, sebagai konsekuensi dari informasi penting yang telah diberikan dalam rangka mewujudkan partisipasi publik dalam meberantas KKN dikalangan aparat penegak hukum dan alat negara lainnya dengan menghalalkan segala cara.
Apa yang dilakukan oleh Haris Azhar, adalah bagian dari sikap konsisten seorang aktivis menyampaikan informasi kepada pemerintah khususnya aparat penegak hukum sebagai bagian dari peran serta masyarakat guna memenuhi perintah undang-undang.
Hal ini sebagaimana diatur di dalam UU Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Undang-Undang Tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih dan Bebas dari KKN.
Kedua undang-undang ini malahan mengharuskan masyarakat untuk berperanserta secara aktif dalam memberikan informasi kepada aparat penegak hukum tentang segala hal mengenai perilaku KKN.
Di samping memberikan hak kepada masyarakat untuk meminta dan mendapatkan penjelasan dari aparat penegak hukum tentang pelaksanaan tugas penegakan hukum, terutama pemberantasan KKN.
Dari sisi ini sebenarnya Haris Azhar baru menjalankan kewajiban undang-undang yaitu memberikan informasi kepada semua pihak khususnya aparat penegak hukum (tanpa menyebut nama siapapun) bahwa Freddy Budiman ketika masih hidup di dalam LAPAS, tetap menjalankan bisnis haram dengan mendapat becking dari oknum TNI dan POLRI/BNN dan Bea Cukai dengan imbalan ratusan miliar Rupiah.
Apa yang dilakukan olehHaris Azhar, sebetulnya dalam rangka memenuhi kewajiban hukumnya sebagai masyarakat dengan tujuan hendak membantu pemerintah untuk memberantas narkoba yang semakin merajalela dan telah meracuni jutaan generasi muda anak bangsa kita.
Negara gagal menjalankan misinya mencegah dan memberantas narkoba, pedaran narkoba seolah-olah sulit dicegah dan diberantas, tanpa diketahui sebab-sebabnya secara pasti dan bagaimana mencegahnya.
Menkpolhukam harus menjembatani dua persepsi yang berbeda, antara persepsi publik dan persepsi TNI-POLRI.
Persepsi publik adalah apa yang dilakukan oleh Haris Azhar adalah mewujudkan peranserta masyarakat demi kepentingan umum yang lebih besar tanpa bermaksud memfitnah siapapun juga.
Sedangkan persepsi TNI-POLRI ini adalah sebagai tindak pidana pencemaran nama baik.
Padahal 310 KUHP ayat (3), justru menganulir tindak pidana pencemaran nama baik manakala informasi yang disampaikan secara tertulus itu demi kepentingan umum dan itulah yang dilakukan oleh Haris Azhar.