Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Tidak Perlu Meributkan Doa Ahmad Syafii
Untuk kali kedua doa yang dibacakan oleh Anggota DewanPerwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) heboh dibicarakan. Kali ini saat Sidang Paripurna
Ditulis oleh : Muhammad Dong, Mahasiswa Megister Ilmu Komunikasi Pascasarjana Universitas Prof Dr Moestpo (Beragama) Jakarta
TRIBUNNERS - Doa yang dibacakan oleh Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) dalam Sidang Paripurna MPR-DPR RI dalam membahas RAPBN 2017 bersama pemerintah ramai dibicarakan.
Pembacaan doa yang disampaikan oleh Ahmad Syafii dari Partai Gerindra ini sontak menuai reaksi setelah untaian doa ia panjatkan, terutama di sosial media.
Ada yang memuji lantaran doa itu dianggap sesuai realitas yang ada, namun ada pula yang mencela karena dianggap terlalu tendensius menyinggung pemerintahan yang berkuasa.
Tidak tanggung-tanggung juga, para petinggi negara ikut mengkritisi doa tersebut terutama mereka yang berada dalam lingkaran istana yang seharusnya dinilai tidak perlu menanggapi berlebihan kritikan di alam demokrasi seperti saat ini.
Tidak menarik juga jika muncul anggapan doa saja diributkan di republik ini, apalagi yang lain.
Terlepas dari perdebatan tersebut, sejatinya doa adalah permintaan yang disampaikan pada Yang Maha Kuasa atas keinginan yang diharapkan.
Jika si pendoa merasakan realitas seperti apa yang disampaikan, harapannya Allah yang Maha Baik dapat merubah keadaan menjadi lebih baik dengan kasih sayang yang Ia miliki.
Bahasa yang disampaikan oleh Ahmad Syafii dalam doa itu cukup saja dijadikan kritik membangun dalam rangka saling mengingatkan sebagai manusia yang memiliki kekurangan.
Mengambil nilai positif dari doa tersebut jauh lebih baik ketimbang menjadikan doa itu masuk dalam ruang perdebatan yang akhirnya saling mengumbar kebencian.
Jika ditanggapi secara berlebihan justru dapat membuat wibawa pemeritahan yang berkuasa semakin tidak terhormat, dan dapat pula merusak semangat slogan pemerintahan Presiden Joko Widodo yang dikenal dengan sebutan kerja, kerja, kerja.
Jangan pula terkesan orang dekat Presiden terlalu berlebihan menanggapi kritikan atas penguasa.
Jika benar-benar ingin menjaga Presiden, seharusnya orang dekat istana dapat memberikan masukan yang baik saat nama Archandra Tahar disebut sebagai calon menteri yang ternyata memiliki paspor ganda.
Ini jauh lebih membuat wibawa Presiden terpuruk karena memberhentikan menteri yang baru saja ia lantik lantaran kurang teliti melihat identitas calon menteri, ketimbang meributkan doa.
Mungkin saja Presiden saat mendengar pembacaan doa tersebut hati kecilnya tersenyum sambil mengambil poin-poin positif dari isi doa sebagai tantangan yang harus ia wujudkan agar tahun selanjutnya pembacaan doa ditempat yang sama berbali kmenjadi pujian atas keberhasilan pemerintah.
Jika melihat pribadinya, sepertinya beliau bukanlah pribadi yang anti kritik.
Justru sangat terlihat Presiden adalah sosok yang rendah hati, bersahaja dan banyak bekerja.
Sekarang doa telah dipanjatkan, kehidupan kita dalam bernegara akan terus berjalan seperti biasa.
Mari jadikan spirit kemerdekaan sebagai pemacu untuk berbuat lebih dalam memajukan bangsa.
Biarlah untaian bait doa yang telah disampaikan menjadi penyemangat untuk berbuat lebih baik dengan berharap ridho-Nya.
Jadi kita tidak perlu lagi meributkan tentang doa.
Biarlah doa tersebut tetap menjadi doa yang kita amini bersama.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.