Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Ihwal Kita yang Sangat Gampang Terangsang

LEWAT satu tulisan terdahulu saya pernah mengemukakan usulan perihal Hari Bebas Blur Nasional.

zoom-in Ihwal Kita yang Sangat Gampang Terangsang
Tribun Medan/capture

LEWAT satu tulisan terdahulu saya pernah mengemukakan usulan perihal Hari Bebas Blur Nasional. Hari di mana televisibebas dari blur (pengaburan) di berbagai acara yang ditayangkan di stasiun-stasiun televisi nasional.

Banyak yang menertawakan usulan ini. Bukan menertawakan usulannya, melainkan pemikiran di balik usulan tersebut. Mereka terlanjur mengasumsikan (dan meyakininya) bahwa saya sekadar bercanda. Ada juga yang memandangnya sebagai semacam satire.

Padahal tidak. Saya tidak sedang mengedepankan satire. Saya sama sekali tidak bercanda. Saya serius. Saya memang benar-benar menginginkan Hari Bebas Blur Nasional bisa terwujud. Saya sudah sampai pada kulminasi kekesalan dan kemuakan.

Rokok dikaburkan, minuman keras, merek-merek dagang (biasanya yang merupakan kompetitor dari merek yang menjadi sponsor acara), belahan dada dan paha perempuan. Bahkan karakter kartun yang mengenakan bikini dan (maaf) tetek sapi yang sedang diperah susunya, juga dikaburkan.

Saya jadi penasaran dan bertanya-tanya, apa gerangan tujuan pengaburan ini. Apakah demi kesopanan? Atau representasi dari budaya "Timur"? Atau perwujudan dari perintah agama?

Mudah untuk merangkai-rangkai kalimat yang mengaitpautkan tindakan pengaburan dengan ketiga kemungkinan latar belakang ini. Tapi saya akhirnya sampai pada jawaban sendiri: untuk menghindarkan orang (dalam hal ini penonton televisi) dari perasaan terangsang.

Kasus terakhir memunculkan kehebohan di media sosial, terutama di Facebook dan Twitter. Satu video, atau tepatnya cuplikan video, yang memuat wawancara dengan seorang perempuan yang disebut sebagai atlet renang yang tengah berlaga di PON Jawa Barat.

Berita Rekomendasi

Bagian tubuh perempuan ini seluruhnya dikaburkan sehingga nyaris sepanjang durasi yang terlihat darinya cuma bagian kepalanya.

Alahai, sungguh, alih-alih memberikan informasi, alih-alih menambah pengetahuan dan mencerdaskan yang saya percaya memang dimaksudkan demikian, rekaman ini justru jadi kelihatan aneh (untuk tidak menyebutnya menyedihkan).

Perempuan dengan kepala yang melayang-layang tanpa tubuh. Padahal ini sekadar rekaman tanya jawab seputar renang dan PON, bukan bagian dari film mendiang Suzanna.

Keriuhan di Facebook dan Twitter menggiring pihak Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) buka suara. KPI mendominasi keriuhan. Para pengguna media sosial terlanjur percaya bahwaKPI terlibat dalam pengaburan yang mengenaskan tersebut.

Nyatanya tidak. Hardly Stefano Pariela, Koordinator bidang Pengawasan Isi Siaran, dalam pernyataan tertulisnya yang disiarkan sejumlah media nasional, menyebut pengaburan sepenuhnya merupakan inisiatif lembaga penyiaran (stasiuntelevisi) yang menayangkan rekaman itu, bukan atas perintahKPI.

Hardly juga melempar kritik. Menurut dia, pengaburan tersebut menjadi rancu sebab pihak lembaga penyiaran (stasiun televisi) sebenarnya bisa melakukan langkah lain agar pengaburan tak perlu dilakukan. Yakni meminta narasumber untuk menutup tubuhnya dengan handuk sebelum wawancara dilakukan. Akan lebih baik begitu, kata Hardly, ketimbang membiarkan narasumber tetap mengenakan baju renang lalu melakukan pengaburan.

Dalam pernyataan tertulis yang sama, Hardly juga "memberikan pencerahan" tentang bagaimana idealnya tayangan pertandingan renang yang baik dan benar menurut versi mereka. "Misalnya, teknik long shot dengan merekam semua peserta lomba renang, sehingga fokusnya adalah lomba bukan fisik atau tubuh peserta lomba."

Halaman
12
Sumber: Tribun Medan
Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
Berita Populer
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas