Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Terlalu Mahal Pilkada Digunakan untuk Mengejar Kekuasaan
Terlalu mahal bila menggunakan pilkada hanya mengejar kuasa menghalalkan cara, menolak keberagaman bahkan menjatuhkan pemerintahan.
Editor: Y Gustaman
Oleh: Masykurudin Hafidz, Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR)
TRIBUNNERS - Sebagai prosedur menyeleksi kepemimpinan daerah, proses pelaksanaan pemilihan kepala daerah serentak pada 2017 nanti belum berjalan optimal.
Ciri khas kedaerahan sebagai karakter pilkada belum muncul dalam perbincangan masyarakat lokal. Sepertinya pilkada kurang memberikan greget.
Padahal, pilkada sebagai momentum publik mengevaluasi kinerja pemerintahan lama dan menyusun konsep perbaikan ke depan secara menyeluruh.
Adu program antar pasangan calon terjadi secara intensif tentang bagaimana membangun tata kelola daerah masing-masing. Persoalan daerah seharusnya menjadi parameter dalam perbincangan peserta dan pemilih dalam pilkada di ruang publik.
Demikian pula, pilkada berlaku untuk merawat persatuan. Masyarakat pemilih terlibat pilkada dalam nuansa kedamaian, membuka komunikasi santun dan menerima hasil pilihan dengan ikhlas.
Dalam konteks ini, pilkada tidak hanya mencari kemenangan atau menghindari kekalahan, tetapi meneguhkan persatuan dan keberagamaan melalui perbedaan pilihan.
Pada kenyataannya, subtansi pilkada belum terbangun penuh. Seringkali yang berlaku justru sebaliknya, pilkada menjadi sarana untuk menolak keberagaman dan mengurangi persatuan.
Ujaran-ujaran nondemokratis minim kesantunan masih memenuhi ruang publik sehingga adu konsep dan program menjadi terbatas.
Terlalu mahal bila menggunakan pilkada hanya mengejar kuasa menghalalkan cara, menolak keberagaman bahkan menjatuhkan pemerintahan.