Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Pilkada dari Saya ke Kita

Pilkada Serentak 2017 turut mewarnai demokrasi bangsa selangkah demi selangkah menuju kematangannya.

Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Pilkada dari Saya ke Kita
TRIBUN MEDAN/RISKI CAHYADI
Ilustrasi. 

Oleh: Dody Susanto
Direktur KLINIK Pancasila

JAKARTA - Pilkada Serentak 2017 turut mewarnai demokrasi bangsa selangkah demi selangkah menuju  kematangannya. Tidak ada proses demokrasi yang sia sia meski ketidak puasan akan terus menyertai para pihak terutama yang kalah.

Sudah terlalu lama bangsa ini belum mengambil ikhtiar untuk mengelola dengan arif dan bijak residu kontestasi atau para pihak yang kalah dari persaingan.

Ciri keluaran demokrasi the winner take it all atau yang menang ambil semua telah ditelah mentah mentah menjadi ranah eksekutif diambil pemenang sedang legislatif dikelola peserta pemilu yang kalah untuk dan atas nama check and ballances.

Dari perjalanan atau sejarah demokrasi di tanah air meninggalkan jejak yang memprihatikan bagi konsolidasi kekuatan bangsa menghadapi globalisasi karena ideologi pembangunan berkelanjutan sangat retorik namun minim implementasi.

Sudah lazim penguasa yang terpilihselalu tersandera sindrom kebaruan. Warisan atau peninggalan rezim terdahulu baik program maunpun kegiatan yang tentu saja tidak semuanya negatif disegerakan pada estafet arsip yang tentu merupakan satu cara eksekutorial menutup jejak pendahulu.

Sehingga kebutuhan identitas sebagai pemimpin baru menyebabkan kaburnya nilai nilai sportifitas , jiwa besar, dan asas efisiensi dan efektifitas dalam mengurus pemerintahan, karena hentakan orkestra pembangunan yang dijalankan harus sesuai dengan visi misi pemenang pemilu.

BERITA REKOMENDASI

Dari sisi manajemen waktu keengganan untuk bercengkerama dan koordinasi dengan tim pemerintahan terdahulu juga penyebab timbulnya mangkrakisasi untuk menyebut pembangunan bercirik fisik atau dehapusisasi program non benda dengan dalih atau alasan yang irrasional dengan tipikal subyektial.Meski pencermatan ini mengandung bias obyektif dan tidak general tetapi kita dapat menarik kesimpulan para pemimpin kita lahir dari rahim persaingan yang membelakangi nilai nilai Pancasila.

Demokrasi Terbuka yang diadopsi dalam praktek penyelenggaraan semua ruang hidup bersama baru pada penghormatan Pancasila belum pada tahap merayakan Pancasila sebagai panduan, pewarna , penyatu dan penggerak nilai nilai interaksi anak bangsa.

Dengan dalih Pancasila Dibuang Sayang Di Genggam Melayang., kita berkompromi untuk menjejalkan secara praktis nilai ideologi bangsa lain dengan alasan politis hanya karena kebutuhan situasional. Ketidakberuntungan bangsa semakin terlihat dari layunya gugus hayat dan gugus amal nilai nilai Pancasila tergeser oleh atraktifnya penyajian ideologi asing oleh opurtuniswan dan oprtuniswati yang berdalih kerjasama internasional dengan panggulan eksploitasi sumber daya alam dan kebutuhan bangsa ini pada modal.

Kesadaran untuk mengembalikan jati diri sebagai kompas bangsa dapat dimulai dengan menyusun ruh pilkada yang indonesianis pancasilais. Kita harus berfihak pada kebhinekaan yang merupakan kehendak Tuhan dan bukan maunya manusia. Dengan pemahaman ini kita mengakui kebesaran Tuhan dan sepatut umat tuhan yang beragam juga beroleh kesempatan yang sama di semua bidang.

Rute demokrasi status bhineka ruang kontenstasi sama komitmen sama sehingga wajar tugas sebagai anak bangsa diberikan kesempatan yang sama , yang menang merangkul yang kalah memanggul kebersaman bukan memukul persatuan sehingga Pancasilais kalau sang pemenang mengajak potensi anak bangsa yang kalah meski bukan di jabatan stratesis tetapi dihimpun dalam peran eksekutif yang legal dan terhormat dengan begitu senyawa persatuan dapat dipulihkan, luka psikologis yang kalah terobati serta yang utama bangsa ini dapat mengatasi konflik us versus them atau kita lawan mereka dengan elegan dan kegembiraan karena kita harus menyadari secara umumkita belum melakukan pendidikan politik secara menyeluruh sesuai nilai nilai konstitusi kita.

Tahapan kita baru bersyukur di lintasan prosedural menuju esensi subtansial. Jadi mengapa harus bersombang ria kalau menang dan menarik gelang baju menolak yang kalah kalau Pancasila sudah menyiapkan jalan keluarnya apalagi Pilkada kita masih tergantung selera pemilih atau De Gustibus Non Est Disputandum atau Soal Selera Tidak Usah Diperdebatkan Setuju?

Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
berita POPULER
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas