Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Tidak Semua Disebut Pedofila
Ketika terjadi kontak seksual antara orang dewasa dan anak-anak atau berusia kurang dari 18 tahun, sebutannya perlu dibedakan.
Editor: Adi Suhendi
Oleh: Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI)
TRIBUNNERS - Ketika terjadi kontak seksual antara orang dewasa dan anak-anak atau berusia kurang dari 18 tahun, sebutannya perlu dibedakan.
Pedofilia jika korbannya adalah anak-anak usia pra-pubertas.
Hebefilia, anak-anak usia pubertas.
Efebofilia, anak-anak pasca-pubertas.
Semuanya berkonsekuensi hukum sama, yakni pidana bagi pelakunya.
Namun, untuk kepentingan rehabilitasi, implikasinya bisa berlainan.
Pada hebefilia, misalnya.
Korban yang berusia pubertas sedikit banyak sudah punya minat seksual.
Sehingga, perlu dicek apakah anak melakukan perlibatan aktif dalam interaksi seksual.
Jika ya, maka sesungguhnya bukan hanay si predator, korban juga perlu direhabilitasi agar mampu mengendalikan dorongan seksual khas usia pubernya.
Ini kian relevan pada efebofilia, dimana individu yang mejadi korban adalah anak-anak (berdasarkan UU Perlindungan Anak) namun pada saat yang sama sudah memasuki usia boleh nikah (berdasarkan UU Perkawinan).
Tiga pembedaan di atas juga menjadi dasar untuk memastikan apa yang sesungguhnya dilakukan si pemangsa: perundungan, pelecehan seksual, ataukah rayuan (grooming).
Apa pun itu, sekali lagi, pelaku dewasa tetap hrs dihukum pidana.
Juga waspadai eskalasi perilaku: hari ini 'sebatas' sexting, tapi besok bisa saja naik kelas menjadi sentuhan dan seterusnya hingga aksi pemangsaan berupa (maaf) persenggamaan.
Bagi sekolah, lakukan orientasi bagi siswa baru serta sosialisasi berkala bagi siswa lama yang memuat materi tentang UU Perlindungan Anak dan UU Sistem Peradilan Pidana Anak.
Anak harus dibuat melek hukum, mampu mengidentifikasi faktor risiko, sistem pengaduan, dan ketentuan sanksi, serta pemahaman akan ajaran agama dan moral.