Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Gus Dur: Protesnya Musik Protes Budaya

Gus Dur menegaskan bahwa musik bisa ditempatkan lebih terhormat dari sekadar sebagai hiburan.

Editor: Toni Bramantoro
zoom-in Gus Dur: Protesnya Musik Protes Budaya
foto: alex palit

Oleh: Alex Palit

Saat tampil sebagai pembicara di jumpa pers peluncuran album “Perahu Retak” – Franky Sahilatua (1996), KH Abdurrahman Wahid yang akrab disapa Gus Dur menegaskan bahwa musik bisa ditempatkan lebih terhormat dari sekadar sebagai hiburan.

Melainkan juga bisa ditempatkan sebagai pilar kelima demokrasi yaitu sebagai kontrol sosial.

“Melalui peran kritisnya, musik juga dapat berfungsi berperan sebagai kontrol sosial,” ungkap Gus Dur.

Fungsi kontrol ini sekaligus menjadi kritik seni untuk mengungkap beragam persoalan yang terjadi di masyarakat, seperti pelanggaran hak asasi, kepincangan sosial, ketidakadilan, kesewenang-wenangan atau penyalahgunaan kekuasaan.

Semua ini bisa diangkat menjadi narasi, tema lagu atau nyanyian sebagai bentuk kepekaan, kepedulian dan tanggung jawab sosial sang seniman.

Gus Dur pun menganggap protes melalui musik adalah sebuah protes budaya yaitu protes yang mengacu pada suatu keadaan atau kasus-kasus yang ada tanpa secara langsung menuding seseorang sebagai pihak yang bertanggung jawab.

Berita Rekomendasi

Menurut Gus Dur, sebagai bentuk kreativitas seni, kehadiran musik protes ini harus menyajikan perspektif jangka panjang.

Karena itu apa yang diproteskan dalam musik protes adalah prinsip-prinsip umum yang terjadi dalam realitas kehidupan. Misalnya kritik tentang ketidakadilan atau ketimpangan sosial lainnya.

Lebih lanjut dikatakan oleh Gus Dur bahwa keberadaan musik protes ini sendiri tidak selalu lahir karena adanya tekanan, tetapi juga dapat disebabkan oleh keprihatinan sang seniman atas kondisi sosial.

Lagu protes yang berasal dari keprihatinan justru lebih baik karena lahir dari dalam, bukan karena tekanan dari luar.

Budaya musik protes inipun menunjukkan sesuatu yang berjangka panjang, maka musik protes tidak diikat oleh sebuah kasus tertentu.

Inilah yang membuat musik protes tidak terikat dengan ruang dan waktu tertentu serta hal-hal yang terkait dengan kepentingan kekuasaan.

Seperti halnya pada album “Perahu Retak” milik penyanyi balada Franky Sahilatua yang lirik lagunya ditulis oleh budayawan Emha Ainun Nadjib, banyak mengetengahkan tema kritik sosial seperti menyoroti ketidakadilan dan ketimpangan sosial yang terjadi di era rezim Orde Baru.  

Halaman
12
Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas