Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Jangan Remehkan Pernyataan Henry Yosodiningrat tentang Pembekuan KPK

Jangan remehkan Pernyataan Henry Yosodiningrat, Anggota DPR RI Fraksi PDIP yang juga Anggota Pansus Hak Angket KPK, agar KPK dibekukan sementara.

Editor: Dewi Agustina
zoom-in Jangan Remehkan Pernyataan Henry Yosodiningrat tentang Pembekuan KPK
Kompas.com/Nibras Nada Nailufar
Anggota Komisi II DPR RI Henry Yosodiningrat menyerahkan surat permintaan penahanan Ketua FPI Rizieq Shihab ke Mapolda Metro Jaya, Jumat (20/1/2017). 

JANGAN remehkan Pernyataan Henry Yosodiningrat, Anggota DPR RI Fraksi PDIP yang juga Anggota Pansus Hak Angket KPK, agar KPK dibekukan sementara. Karena Henry Yosodiningrat adalah bagian dari PDIP sehingga permintaan pembekuan KPK tidak bisa dianggap sebagai pernyataan pribadi.

Henry Yosodiningrat sesungguhnya sebuah kecelakaan kecil yaitu membuka kepada publik sebuah agenda tersembunyi di balik Panaus Hak Angket KPK yaitu membekukan KPK sekaligus sebagai sebuah peringatan bahwa KPK berada dalam posisi lampu kuning menuju pembubaran.

Pernyataan Henry Yosodiningrat nyaris sama dengan pernyataan sejumlah kader PDIP ketika DPR RI dan Presiden Megawati Soekarnoputri hendak membubarkan KPKPN pada tahun 2004 yang lalu.

Pembentukan Pansus Hak Angket KPK bukan hanya karena sejumlah pimpinan Fraksi dan anggotanya disebut-sebut menerima uang hasil korupsi e-KTP, akan tetapi diduga kuat karena 3 (tiga) Partai Politik besar (Golkar, Demokrat dan PDIP) disebut Jaksa Penuntut Umum KPK dalam Surat Dakwaan a/n. Terdakwa Irman, Sugiharto dan Andi Narogong, menerima jatah proyek e-KTP masing-masing Partai Golkar sebesar Rp 150 miliar, Demokrat Rp 150 miliar dan PDIP sebesar Rp 80 miliar.

Baca: Pemeriksaan Setya Novanto Hari Ini di Antaranya terkait Penggeledahan dan Penyitaan

Dengan demikian maka KPK berkepentingan untuk mengkonfirmasi kebenaran temuannya itu langsung kepada Setya Novanto dkk untuk membuktikan kebenarannya dalam proses hukum lebih lanjut soal adanya jatah 3 Partai Politik (Partai Golkar, Demokrat dan PDIP) dari uang hasil korupsi e-KTP.

Segera Tahan Setya Novanto
Sebagai Partai Partai Politk yang pembekuannya dimungkinkan oleh UU Parpol dan bisa dipidana sebagai kejahatan korporasi jika terbukti membiayai partainya dari uang hasil korupsi, menurut UU Tindak Pidana Korupsi, maka sikap ngotot sejumlah anggota DPR RI melalui Pansus Hak Angket KPK.

Berita Rekomendasi

Sebagaimana pernyataan Henrry Yosodiningrat dkk anggota DPR RI dari Fraksi PDIP agar KPK dibekukan kegiatannya, tidak dapat dilepaskan dari temuan KPK dalam kasus korupsi e-KTP bahwasanya Partai Demokrat, Partai Golkar dan PDIP mendapat jatah uang hasil korupsi e-KTP yang saat ini sedang dalam penyidikan dan penuntutan KPK.

Karena itu hanya dengan menahan Setya Novanto sebagai tersangka, maka manuver-manuver politik dari Senayan yang mengintimidasi KPK akan berhenti dengan sendirinya.

Pertarungan DPR RI dengan KPK secara head to head dalam posisi berhadap-hadapan saat ini, akan menentukan, apakah KPK yang dibekukan kegiatannya atau Partai Demokrat, Golkar dan PDIP yang harus dibekukan.

Apakah pimpinan partainya dimintai pertanggungjawaban pidana karena parpolnya disebut-sebut dalam Surat Dakwaan Jaksa sebagai mandapat jatah proyek e-KTP, melalui peran Setya Novanto dan Nazaruddin, hanya boleh dipastikan melalui proses penyelidikan dan penyidikan secara terpisah dalam perkara tersendiri.

Karena itu KPK tidak boleh berhenti hanya pada mempidana Irman, Sugiharso, Andi Narogong, Setya Novanto dkk, akan tetapi juga harus memulai menyelidiki kebenaran aliran dana hasil korupsi e-KTP ke Partai Golkar, Demokrat dan PDIP.

Karena UU Partai Politik sendiri memberi sanksi administratif dan sanksi pidana bagi Partai Politik yang menerima dan membiayai aktivitas Partainya dari uang hasil korupsi proyek e-KTP.

Fenomena menarik yang perlu diwaspadai saat ini adalah dalam waktu yang bersamaan atau hampir bersamaan, KPK dan pimpinan KPK mendapatkan serangan beruntun.

Ada praperadilan Setya Novanto, ancaman pembekuan kegiatan KPK dari Henry Yosodiningrat, anggota Pansus Hak Angket dan anggota DPR RI Fraksi PDIP, ada usul pembubaran KPK dari Fahri Hamzah, Wakil Ketua DPR RI, ada Laporan Polisi dari dari Brigjen Pol Aris Budiman dkk terhadap Novel Baswedan, penyidik senior KPK.

Dan terakhir ada laporan dari Presidium Nasional Jaringan Islam Nusantara terhadap Agus Rahardjo, Ketua KPK ke Kejaksaan Agung RI karena diduga ikut terlibat dalam kasus korupsi proyek e-KTP.

Publik Diintimidasi
Praperadilan Setya Novanto dan usul pembekuan dan pembubaran KPK oleh Henry Yosodiningrat dan Fahri Hamzah, merupakan sebuah rangkaian intimidasi terhadap KPK dan terhadap masyarakat luas, karena masyarakat masih mendambakan sebuah pemerintahan yang dikelola oleh Penyelenggara Negara Yang "Bersih dan Bebas" dari KKN.

Dan hanya KPK-lah yang dipercaya sebagai Lembaga Penegak Hukum yang kredible dan mampu melahirkan Penyelenggara Negara Yang Bersih dan Bebas dari KKN.

Karena itu Praperadilan Setya Novanto, benar-benar mengintimidasi publik, karena melalui praperadilan pula, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memperluas wewenang praperadilan berupa membatalkan status tersangka dan menghentikan penyidikan yang sedang ditangani oleh KPK dalam kasus BG vs KPK.

Perlawanan terhadap KPK yang akhir-akhir ini muncul secara simultan, tidak saja oleh orang perorang yang kebetulan tersangkut perkara korupsi, akan tetapi perlawanan terhadap KPK juga terjadi dan dilakukan oleh Partai Politik dan oleh Lembaga Negara, Cq. DPR RI berikut sejumlah oknum Penyelengara Negara.

Terakhir Masinton Purba, anggota DPR RI Fraksi PDIP membawa koper ke KPK meminta dirnya ditahan, anggota Pansus Hak Angket KPK Henry Yosodiningrat meminta agar KPK segera dibekukan kegiatannya kemudian pernyataan dari Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah agar KPK segera dibubarkan, jangan dianggap remeh, karena tidak tertutup kemungkinan KPK dibubarkan hanya dengan revisi UU KPK, UU Polri atau UU Kejaksaan.

Penulis:
Petrus Selestinus, Koordinator TPDI & Advokat Peradi

Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
Berita Populer
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas