Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Permintaan DPR RI Agar KPK Tidak Periksa Calon Kepala Daerah, Merusak Tatanan Hukum
Permintaan Azis Syamsuddin dan Benny K Harman (BKH) dan kawan-kawan, anggota DPR RI dalam RDP dengan KPK agar KPK tidak melakukan pemeriksaan dalam ta
Ditulis oleh : Petrus Selstinus, Kordinator TPDI
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Permintaan Azis Syamsuddin dan Benny K Harman (BKH) dan kawan-kawan, anggota DPR RI dalam RDP dengan KPK agar KPK tidak melakukan pemeriksaan dalam tahap penyelidikan atau penyidikan terhadap para bakal calon gubernur, bupati dan wakil Bupati selama proses pilkada, sebagai usul yang bukan saja tidak realistis dan diskriminatif.
Hal itu sekaligus merupakan usul yang tidak sesuai dengan semangat rezim pilkada yaitu melahirkan pimpinan daerah yang bersih dan bebas dari KKN untuk menciptakan pemerintahan daerah yang bersih yang menjunjung tinggi asas-asas umum pemerintahan yang baik.
Permintaan Azis Syamsuddin dan BKH yang demikian itu justru menempatkan KPK dan Masyarakat Pemilih sebagai kambing hitam ketika seorang kader partai gagal dalam pilkada dan sekaligus ingin mempertahankan model pemilhan seperti membeli kucing dalam karung.
Pemeriksaan terhadap seorang bakal calon kepala daerah oleh KPK dalam suatu perkara korupsi, harus ditempatkan sebagai agenda prioritas, karena hampir semua kasus korupsi yang ditangani oleh KPK bersumber dari laporan masyarakat.
Data yang dimiliki oleh ICW dan Kementerian Dalam Negeri, memperlihatkan banyak kepala daerah masih terlibat dalam berbagai kasus korupsi saat menduduki jabatan sebagai penyelenggara negara.
Kejahatan korupsi seorang bakal kepala daerah seringkali terendus pada saat ia mencalonkan diri kembali atau dicalonkan lagi untk periode berikutnya.
Karena itu Azsis Syamsuddin dan BKH tidak boleh "mempolitisasi" peran partisipatif masyarakat dalam pemberantasan korupsi dan tidak boleh "mempolitisasi" posisi KPK untuk berhenti melakukan penindakan terhadap sesorang kader partai politik ketika terlibat dalam sebuah proses politik.
Permintaan Azisi Syamsuddin dan BKH agar KPK tidak memproses hukum seseorang ketika menjadi bakal calon atau calon kepala daerah, jelas tidak hanya merusak jati diri KPK sebagai lembaga independen tetapi juga bertentangan dengan prinsip hukum dimana KPK oleh undang-undang diwajibkan untuk mendahulukan penanganan perkara korupsi.
Satu hal yang harus diingat oleh BKH dkk di DPR adalah kewajiban DPR untuk tetap menjunjung tinggi misi mulia KPK yaitu membangun sisitem penegakan hukum yang lebih baik guna menciptakan pemerintahan yang bersih dan bebas dari KKN.
sehingga dengan demikian pemerikskaan seorang bakal kepala daerah selama proses pilkada harus menjadi agenda prioritas KPK dan tidak boleh berdasarkan pesanan lawan politik para peserta pilkada, karena dengan proses hukum terhadap sesorang dalam pilkada, maka KPK turut membantu melahirkan seorang Pejabat yang bersih dari KKN.